Wednesday, 17 April 2013


TUGAS KOMPILASI PEMIKIRAN KOMUNIKASI AJARAN AGAMA HINDU
D
I
S
U
S
U
N
O
L
E
H
NAMA          : IDA BAGUS BENNY
SURYA ADI PRAMANA
NIM              : 12121111
JURUSAN    : S2 KOMUNIKASI HINDU
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Indonesia kaya akan budaya karena terdiri dari berbagai macam suku, ras, adat dan agama. Sejak masuknya budaya agama Hindu ke Indonesia, terciptalah berbagai macam kearifan lokal. Salah satu ajaran, yang memuat kearifan lokal khususnya di Bali adalah Kanda Pat. Karena begitu banyaknya sekte-sekte atau perguruan ilmu kebatinan yang berkembang saat ini, sehingga menyebabkan banyaknya perbedaan dan simpang siurnya ajaran Kanda Pat.
            Bali yang merupakan salah satu pusat spiritual dunia, berbagai aliran spiritual dan kebathinan tumbuh dan berkembang di pulau Dewata ini. salah satunya adalah Kanda Pat, yang merupakan ilmu kebathinan khas Bali yang didalamnya menguraikan tentang berbagai teori tentang kehidupan manusia dari awal sampai akhir kehidupannya serta berbagai kekuatan yang diberkahi Dewa untuk melindungi manusia dari berbagai macam gangguan. hampir semua dukun , balean, dalang, pemangku dan lain lain, mendapatkan kekuatan bathinnya dari hasil berlatih ilmu yang bersumber dari Kanda Pat. Namun sebagian dari mereka sangat jarang yang mengetahui tentang asal usul Kanda Pat tersebut. kalaupun tahu hanyalah sepenggal-sepenggal dan biasanya mengatakan bahwa Kanda Pat merupakan warisan peninggalan leluhurnya yang sakti mandraguna. pada umunya masyarakat di Bali mengenal 4 macam Kanda Pat yaitu : 1 ) Kanda Pat Bhuta, 2 ) Kanda Pat Rare, 3 ) Kanda Pat Sari dan Kanda Pat Dewa. ada pula sebuah aliran kepercayaan yang sangat terkenal di Bali yang anggotannya hampir menyebar di seluruh Indonesia yaitu Perguruan Sapta Kanda Pat Dharma Murti yang menyebut ilmunya bersumber dari 7 ( tujuh ) Kanda Pat menyebutkan ada 7 macam Kanda Pat yaitu : Kanda Pat Bhuta, 2 ) Kanda Pat rare, 3 ) Kanda Pat Nyama, 4 ) Kanda Pat Dewa, 5 ) Kanda Pat Subiksa, 6 ) Kanda Pat Sari , 7 ) Kanda Pat Moksa ( menurut majalah Bianglala edisi I ( mutiara spiritual Bali ), Perguruan Sapta Kanda Pat Dharma Murti ). Banyaknya versi dari ajaran Kanda Pat ini menyebabkan masyarakat yang menggemari ilmu kebatinan menjadi bingung, untuk menentukan asal-usul dari ajaran Kanda Pat ini.
            Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Studi Komparasi Ajaran Kanda Pat Versi Perguruan Seruling Dewata dan Ajaran Kanda Pat Versi Padepokan Sastra Jendra

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus permasalahannya adalah :
1.      Bagaimana ajaran Kanda Pat versi Perguruan Seruling Dewata dan ajaran Kanda Pat versi Padepokan Sastra Jendra?
2.      Apa saja perbedaan ajaran Kanda Pat versi Perguruan Seruling Dewata dan ajaran Kanda Pat versi Padepokan Sastra Jendra?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.      Tujuan Umum :
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai ajaran Kanda Pat.
2.      Tujuan khusus :
a. Untuk mendeskripsikan ajaran Kanda Pat versi Perguruan Seruling Dewata dan ajaran Kanda Pat versi Padepokan Sastra Jendra.
b. Untuk mengetahui perbedaan ajaran Kanda Pat versi Perguruan Seruling Dewata dan ajaran Kanda Pat versi Padepokan Sastra Jendra.

D. Manfaat Penelitian
Dalam hal ini manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dimana hasil-hasil temuan dalam penelitian ini dapat digunakan bagi kita semua.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Matarampenelitian ini sebagai refrensi bagi peneliti lainnya, khususnya yang meneliti tentang ajaran Kanda Pat.
b. Bagi Perguruan Seruling Dewata dan Padepokan Sastra Jendra, penelitian ini dapat dijadikan refrensi untuk mengetahui kandungan dari masing-masing ajaran Kanda Pat.
c. Bagi masyarakat, penelitian ini merupakan informasi yang berguna.Khususnya, bagi masyarakat yang menggemari ilmu kebatinan Kanda Pat.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Profil Perguruan Seruling Dewata
1. Sejarah Perguruan Seruling Dewata
            Perguruan Seruling Dewata merupakan salah satu perguruan bela diri tertua di Indonesia disamping mengajarkan ilmu bela diri dan kanuragan. Perguruan Seruling Dewata juga mengajarkan ilmu agama Hindu, sesuai warisan Yogi dan Yogini zaman dahulu, yang pernah menuntut ilmu di Perguruan Seruling Dewata. Perguruan ini pada awalnya, merupakan salah satu cabang dari perguruan bulan. Dimana pada zaman dahulu, ada 2 perguruan Silat besar di pulau Bali yaitu perguruan bulan dan perguruan matahari. Peguruan Matahari mempunyai 11 aliran dan Perguruan Bulan memiliki 12 aliran, yang salah satunya Seruling Dewata yang menguasai 72 ilmu silat. Tetapi entah kenapa, 2 Perguruan Silat ini terjadi persaingan dan dendam turun temurun yang mengakibatkan pertempuran habis-habisan di gunung Batur selama 7 hari 7 malam yang mengakibatkan punahnya kedua perguruan tersebut. Tetapi masih ada seorang siswa dari Perguruan Bulan cabang Seruling Dewata yang masih hidup dan terluka parah yang Bernama I Goplo. I Goplo kemudian kembali ke pertapaan Perguruan Bulan di gunung Watukaru, guna menyembuhkan dirinya dan memperdalam ilmu silatnya.
Kemudian baru pada abad ke V caka datanglah ke pulau Bali seorang pendeta Budha ahli silat yang masih muda dari India yang bernama Budhi Darma, dan di Bali dikenal dengan sebutan Biksu Dharmo, Budhi Darma menguasai Kundalini, Ilmu Kundalini Saktinya sangat sempurna yang di pelajarinya selama 40 tahun dari seorang Maha Guru di India yang bernama Swami Prajnatara. Di Bali, Budhi Dharma bertemu dengan Ki Goplo yang ahli Filsafat Seruling Dewata, juga ahli Ilmu silat dan juga ahli Pengobatan . dan keduanya sempat berdikusi dan dari hasil diskusi tersebut KiBudhi Darma merasa tunduk kepada kemampuan Ki Goplo dalam ilmu silat, ilmu pengobatan dan terutama ilmu filsafat, sehingga akhirnya Budhi Darma sendiri akhirnya berguru kepada Ki Goplo.
Budhi Dharma berhasil menguasai ke 72 macam ilmu silat dari Perguruan Bulan Sabit Cabang Seruling Dewata, serta mendirikan Perguruan Silat Baru di pulau Bali pada abad V Caka, tahun ke 63 ( 641 Masehi ) , bulan ke 11 hari ke 26 dengan namaPaiketan Paguron Suling Dewata , dengan Ki Budhi Dharma sebagai Ketua Angkatan I, Pada tahun 1985, Paiketan Paguron Suling Dewata bergabung dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia dan berubah nama menjadi Perguruan Seruling Dewata.
2. Visi, Misi dan Sesanti Perguruan Seruling Dewata
Dalam melaksanakan proses pembelajaran Perguruan Seruling Dewata juga memiliki visi, misi dan sesanti (tata tertib) sebagai pedoman yang harus ditaati oleh seluruh anggota di Perguruan Seruling Dewata.
Visi Perguruan Seruling Dewata adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota Perguruan Seruling Dewata. Sedangkan misinya adalah melestarikan dan mengembangkan ajaran-ajaran Perguruan Seruling Dewata. Kemudian sesanti (tata tertib) di Perguruan Seruling Dewata adalah terdiri dari tujuh janji wajib perguruan, lima perintah perguruan dan lima larangan perguruan. Tujuh janji wajib itu antara lain : (1) percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjalankan ajaran-ajarannya, (2) bersikap ramah, sopan, menjaga kehormatan diri serta membina keluarga dan gotong royong, (3) menjadi contoh dan memelopori usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan masyarakat sekelilingnya, (4) memupuk rasa persatuan dan kesatuan dilingkungan warga masyarakat dan Perguruan serta tidak sekali-kali menakuti dan merugikan masyarakat (5) membina sikap satya dalam meningkatkan ilmu Perguruan dan menjalin hubungan bersifat kekeluargaan sesama Perguruan, (6) tunduk setia, hormat, serta taat kepada pelatih dan aturan-aturan tata tertib Perguruan yang berlaku, (7) Menjalankan “Tujuh Janji Wajib” dengan penuh rasa tanggung jawab. Kemudian lima perintah Perguruan adalah : (1) menghormati atasan dan tidak meremehkan bawahan, (2) datang ketempat latihan dengan tepat waktu, (3) latihan dengan serius dan bersemangat, (4) mengulang pelajaran tanpa henti, (5) tahan terhadap rasa sakit dan rasa lelah. Dan lima larangan Perguruan adalah : (1) dilarang membantah perintah atasan, (2) dilarang berkelahi sesama anggota Perguruan, (3) dilarang membuat masalah dengan Perguruan lain, (4) dilarang bercanda dan tertawa dalam latihan, (5) dilarang mengajarkan ilmu Perguruan di luar anggota Perguruan. (Http.www.serulingdewatabali.com.21/04/2011)

B.     Ajaran Kanda Pat Versi Perguruan Seruling Dewata.
1. Asal-Usul Kanda Pat .
Untuk mendapatkan kekuatan gaib yang terdapat dalam himpunan buku Kanda Pat seseorang harus mendapatkan penugrahan dari Dewa Siwa (Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa), Dewi Durga, Hyang Saraswati, serta Para Sesepuh Perguruan Seruling Dewata, permohonan panugrahan ini harus dilakukan oleh salah seorang sesepuh yang memiliki garis Perguruan yang murni dalam Parampara Paiketan Paguron Suling Dewata agar mendapatkan kesidhian dalam melaksanakan meditasinya, karena Para Sesepuh Paiketan Paguron Suling Dewata pada jaman dahulu mendapatkan tuntunan Meditasi Kanda Pat dari Dewa Siwa ( Hyang Widhi ) serta mendapatkan panugrahan teori Kanda Pat yang terdapat dalam 18 Kanda Pat dari Tuhan sebagai Dewi Durga serta mendapatkan bimbingan secara langsung dalam pelaksanaan meditasi kanda Pat dari Hyang Saraswati. Para siswa pada generasi berikutnya yang melakukan Meditasi Kanda Pat harus mendapat panugrahan , tuntunan dan perlindungan serta panyupatan dari Para Sesepuh Perguruan Seruling Dewata agar medapatkan keberhasilan dalam melakukannya, (disadur dari buku serial Kanda Pat, Meditasi MaduKama, ditulis oleh sesepuh Generasi IX, Ki Nantra) Tuntunan meditasi Kanda Pat mempelajari 18 Kanda Pat, dan 55 bentuk meditasi ), tuntunan meditasi Kanda Pat didirikan di Desa Kukuh, Kerambitan, Bali, tanggal Februari 2004 ).
Sementara itu menurut Parampara dalam Perguruan Seruling Dewata mengenal 18 Kanda Pat , adapun ke 18 Kanda Pat tersebut adalah : 1. Kanda Pat Madu Kama 2. Kanda Pat Sari, 3. Kanda Pat rare, 4 . Kanda Pat sari, 5. Kanda Pat Nyama, 6. Kanda Pat Manusa Prakerti, 7. Kanda Pat Muka, 8. Kanda Pat Pengarada, 9. Kanda Pat Krakah, 10. Kanda Pat Presanak, 11. Kanda Pat Madu Pemurtian, 12. Kanda Pat Keputusan, 13. Kanda Pat Pasuk Wetu, 14. Kanda Pat Subiksa, 15. Kanda Pat Suksma, 16. Kanda Pat Moksa, 17. Kanda Pat Dewa, 18. Kanda Pat Tanpa Sastra.
adapun ke 18 ( delapan belas ) Kanda Pat ini diperoleh dari usaha semadhi yang dilakukan olah 21 orang yogi dari Perguruan Seruling Dewata yang di perintahkan langsung oleh sesepuh Generasi II , Ki Mudra sekitar saka warsa 796 , adapun ke 21 (dua puluh satu) yogi namanya disebutkan dibawah ini , adapun tujuan ke 18 Yogi ini melakukan meditasi selama 18 hari tanpa makan dan minum adalah untuk mendapatkan rahasia serta kekuatan gaib agar bisa mengimbangi serta mengalahkan Sekta Durga dan Bairawa yang telah berkembang di masyarakat Bali Dwipa saat itu yang hampir semuanya bersifat merusak dan negatif.
akhirnya setelah melakukan meditasi yang khusyuk, tekun tahan terhadap godaan , serta melihat kesungguhan hati semua Yogi tersebut, mereka semuanya akhirnya mendapatkan anugrah oleh Betari Durga serta Dewa Siwa, Para Yogi ( 18 orang ) yang mendapatkan penugrahan dari Betari Durga maupun Betara Siwa ( 3 orang ) setelah melakukan meditasi dan semadhi selama 108 hari agar mendapatkan rahasia kekuatan bathin yang mampu menanggulangi kekuatan sesat para penganut Sekte Durga dan Sekte Bairawa yang saat itu berkembang sangat pesat di Bali Dwipa , adapun para Yogi Paiketan Paguron Suling Dewata yang mendapatkan penganugrahan Kanda Pat dari Betari Durga adalah sebagai berikut : 1. Ki Dangka (Kanda Pat Madu Kama), 2. Ki Umbalan (Kanda Pat Sari), 3. Ki Sadra (Kanda Pat rare), 4 . Ki Bakas (Kanda Pat sari), 5. Ki Teleng (Kanda Pat Nyama), 6. Ki Juntal (Kanda Pat Manusa Prakerti), 7. Ki Wirat (Kanda Pat Muka), 8. Ki Manggal (Kanda Pat Pengaradan), 9. Ki Wirada (Kanda Pat Krakah), 10. Ki Reka (Kanda Pat Presanak), 11. Ki Dangki (Kanda Pat Madu Pemurtian), 12. Ki Biksa (Kanda Pat Keputusan), 13. Ki Ruga (Kanda Pat Pasuk Wetu), 14. Ki Manot (Kanda Pat Subiksa), 15. Ki Darja (Kanda Pat Sukma), 16. Ki Bergu (Kanda Pat Moksa), 17. Ki jaka (Kanda Pat Dewa), 18. Ki Canging (Kanda Pat Tanpa Sastra).
kadang kadang satu Kanda Pat memiliki beberapa nama yang berbeda namun isinya sama. Kanda Pat ini berisikan berbagai teori tentang kehidupan manusia dari awal kehidupan sampai akhir kehidupan serta berbagai kekuatan yang di berkahi Dewa untuk melindungi diri dari berbagai gangguan.
ke 18 ( delapan belas yogi ini di diksa atau di inisiasi oleh Betari Durga ) , sementara untuk menghindari hal hal yang tidak di inginkan seperti misalnya menyalah gunakan ajaran Kanda Pat yang telah diturunkan oleh Betari Durga, akhirnya Betara Siwa segera memberikan Panugrahan kepada 3 orang Yogi lainnya yaitu : 1 ) Ki Bagus, 2 ) Ki Meranggi, 3 ) Ki Bantiran mereka di berikan " Tuntunan Samadhi kanda Pat ", untuk menuntun orang yang mempelajari Kanda Pat agar tidak salah jalan serta salah arah. jadi tentang Kanda Pat kelengkapannya ada " Teori Kanda Pat " sebanyak 18 macam Kanda Pat yang diturunkan oleh Betari Durga dan ada " Tuntunan Samadhi Kanda Pat ", yang diturunkan oleh Betara Siwa yang berisikan pedoman, panduan , tata cara berlatih Kanda Pat agar tidak " Sesat " dan " Salah Arah " . sementara ada tiga Yogi yang mendapatkan penganugrahan Tuntunan Semadhi Kanda Pat dari Hyang Siwa adalah sebagai berikut : KI Bagus, Ki Meranggi dan Ki Bantiran.
2. Jenis-Jenis Kanda Pat.
1). Meditasi Kanda Pat Madu Kama
            Kanda Pat Madu Kama terdiri dari 21 bentuk meditasi dan dari 21 bentuk meditasi kebanyakan yang besifat negatif dan sementara ada 3 ( tiga ) meditasi lainnya yang yang berisfat positif yaitu ( Meditasi Kanda Pat Madu Kama, Meditasi Kanda Pat Panunggalan Semara, dan Meditasi Kanda Pemutus Semara ) ketiganya yang harus dikuasai agar tidak bisa di ganggu oleh mereka yang menguasai 18 kanda Pat Madu Kama yang sifatnya negatif , salah satu Kanda Pat Madu Kama yang bersifat positf adalah Meditasi Kanda Pat Madu Kama, berikut penulis akan memberikan dan mengenalkan salah satu Meditasi Kanda Pat Madu Kama yang penulis sadur dari Serial Kanda Pat seri II, Meditasi Kanda Pat Madu Kama yang ditulis oleh Sesepuh Generasi II, Ki Nantra. dalam buku teori Kanda Pat Madu Kama dijelaskan bahwa kita sebagai manusia sebenarnya sudah ada sejak orang tua kita baru menginjak remaja, pada waktu itu kita berwujud Cinta Kasih ( Smara ), inti sari penjelasannya adalah sebagai berikut : ketika Bapak kita masih teruna ( muda ), dan ibu masih teruni ( muda ), ketika itu kita sebagai manusia sudah ada dalam wujud Sang Hyang Smara dan dengan kekuatan Cinta Kasih ( Smara ), kita mempersatukan keduanya, sehingga kemudian antara Bapak dan Ibu yang masih remaja ( taruna - taruni ), mulai muncul rasa saling tertarik satu sama lainnya, dilanjutkan dengan bercakap cakap dan saling bertegur sapa, serta mengungkapkan rasa cinta kasih , yang nantinya di lanjutkan ke jenjang pernikahan , setelah melalui proses pernikahan tentunya dilanjutkan dengan keduanya melakukan hubungan intim berdasarkan cinta kasih sejati yang sering disebut dengan " Mada Kama atau Kama Lulut " semua proses tersebut diatas diceritakan secara lengkap dalam buku Kanda Pat Madu Kama, yang mana inti sari dari semuanya itu adalah Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang disebut Smara.
kekuatan cinta kasih ( smara ) dapat merubah orang jahat menjadi baik demikian juga dapat merubah orang baik menjadi jahat. kekuatan cinta kasih dapat membuat orang takut menjadi berani dan begitu pula sebaliknya dapat membuat orang yang berani menjadi penakut. kekuatan cinta ( smara ) dapat membuat orang yang malas menjadi rajin atau sebaliknya orang yang rajin tiba tiba menjadi malas , cinta ( smara ) bisa orang yang kuat menjadi lemah atau begitu pula sebaliknya orang yang lemah tiba tiba menjadi kuat , kekuatan cinta dapat membuat orang yang pendiam menjadi banyak bicara atau sebaliknya orang yang banyak bicara menjadi sedikit bicara atau pendiam, kekuatan cinta dapat membuat orang sehat menjadi sakit atau sebaliknya orang yang sakit menjadi sehat, Kekuatan cinta ( smara ) dapat membuat orang yang bermusuhan menjadi bersahabat dan sebaliknya orang yang bersahabat menjadi bermusuhan. kekuatan cinta dapat membuat orang yang waras menjadi gila dan sebaliknya orang yang gila menjadi waras, dan tentu banyak lagi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sering kita temui di masyarakat.
Meditasi II dari Tuntunan Meditasi Kanda Pat yang dinamakan Meditasi Madu Kama bertujuan menguatkan atau meningkatkan kekuatan Cinta Kasih ( Smara ) mengarahkan hal hal yang positif pada diri manusia serta menekan dan memunaskan hal hal yang bersifat negatif pada diri manusia dan pada puncaknya kekuatan ( tenaga ) Cinta Kasih ( smara ini ), diarahan untuk membuat " Dewa Sih, Manusa Sih, Bhuta Sih, Gumatap Gumitip Sih, Kumangkang Kumingking Sih ", kekuatan cinta kasih ( Smara ) , membuat semuanya sih pada diri kita, tidak mengganggu kita, bahkan semuanya muncul keinginan melindungi diri kita dari berbagai gangguan serta menolong kita saat di butuhkan.

`Mantram Meditasi Kanda Madu Kama : “Sanghyang Smara Reka..megenah ring .Siwa Dwara, Sanghyang smara Renes megenah Ring Netra, Sanghyang Smara Lana megenah ring Karna, Sanghyang Smara Gina magenah ring tangan., sanghyang smara ratih megenah ring cangkem”.
Mantram Meditasi Kanda Pat Penunggalan Smara : “Ong niat ingsut ngrangsukang yoga semadhi Panuggalan smara, patunggengan Sang Hyang Semara Ratih. Mogi mogi jabang bayini sianu kara jabang bayine sianu matunggalan dadi siji, Prabaya daya panunggalan smara humancar ring dasa penjuru mileh”.
Meditasi Panunggalan Semara, melalui meditasi Kanda Pat Penuggalan Semara kita mengarahkan " kekuatan cinta kasih dan kasih sayang " atau " Bayuning Smara " yang terhimpun melalui Meditasi Madu Kama. untuk memperkuat tali ikatan Cinta Kasih dan Kasih Sayang pasangan suami istri atau calon suami istri, mencegah terjadinya perselingkuhan, mencegah perceraian, memusnahkan guna guna yang mempengaruhi salah satu pasangan . segalanya tidak berarti apa apa jika suami istri kacau, hancur karena perselingkuhan atau perceraian, apa itu harta kekayaan, kesehatan, semuanya tidak berarti lagi jika keluarga kacau. Meditasi Penunggalan Smara ini adalah cara menjaga keutuhan atau kerukunan keluarga, pemunah berbagai guna guna, pagedeg, pemalas dsb.
Mantram Meditasi Pemutus Smara : “Ong Namao Siwa Ya, Ong niat ingsun ngrangsukang yoga Samadhi Pemutus Smara, Prabawa daya Pemutus Semara muncrat mumbul anyaputin jagat Bhuana anerus mapupul maring raga amancut amutus sehananing gamia gemana, anyolong samara”.
Meditasi Pemutus Semara , melalui Meditasi Kanda Pat Pemutus Smara mengajarkan kepada siswa berlatih mengarahkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang atau " Bayuning Smara ", untuk memutuskan " Hubungan Cinta Kasih Sumbang atau Menyimpang "yang membuat leteh atau sebel Desa Pekraman atau Klesa Desa, sekaligus menyucikan desa pekraman dari keletehan. kekuatan penyucian Meditasi Pemutus Smara ini setara dengan upakara " Prayascitaning Gumi ", adapun hubungan cinta Sumbang atau Menyimpang yang dapat diputuskan oleh Meditasi Pemutus Semara ini diantaranya : Gamai Gemana = Hubungan cinta antara anak dengan orang tua , Salah Timpal = hubungan intim dengan binatang , Nyolong Smara = Perselingkuhan, Arabining Wong Arabi = memperistri orang yang sudah berisitri, Angrusak Kanyaka = Memperkosa Gadis, Sira Apadu Muka = Hubungan intim Sejenis wanita dengan wanita ( lesbian ), Sira Magait = Hubungan sejenis laki laki dengan laki laki ( Homoseksual ), Kakung Jaruh dan Wadon Jaruh = kakek atau Nenek yang suka mencari pemuda atau gadis, Kamaning Layon = Hubungan intim dengan Mayat, Kamatarutinuwuh = Hubungan intim dengan pohon atau tumbuh tumbuhan, Kamararekumara = hubungan intim dengan anak di bawah umur.
2). Meditasi Kanda Pat Butha
Kanda Pat Bhuta terdiri dari 27 bentuk meditasi , dari 27 bentuk meditasi tersebut kebanyakan bersifat negatif atau merusak, sementara 3 ( tiga ) yang baik yaitu ( Meditasi Kanda Pat Somyaning Butha , Meditasi Kanda Pat Penundung Butha dan Meditasi Kanda Pat Pemrelina Butha ) , ketiga Meditasi Kanda Pat Bhuta yang baik ini harus di kuasai agar tidak bisa ganggu oleh mereka yang menguasai Kanda Pat Bhuta yang bersifat negatif .Menurut tutur yang terdapat dalam pustaka suci bahwasanya di dalam raga manusia terdapat unsur kekuatan Dewa dan unsur kekuatan Butha dan apa yang terdapat di Buana Agung ( alam Semesta ), juga terdapat dalam Buana Alit ( diri kita ), sebaliknya juga begitu, salah satu diantara tersebut adalah tentang Butha, bahwasanya didalam diri manusia terdapat Butha begitu juga di Buana Agung atau Alam Semesta yang bahkan jumlah butha di Buana Agung jemlahnya ribuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di dalam diri manusia atau dalam buana alit. sedikit pengetahuan Bhuta yang ada dalam diri manusia ( Buana Alit ) dan Butha yang ada di alam semesta ( Bhuana Agung ), di jelaskan dalam Pustaka Kanda Pat Bhuta sebagai berikut : pada saat manusia berada didalam kandungan ( duk manusa kantun ring telengin cecupu manik ), kita memiliki empat saudara sejati " Catur Sanak ", yang bernama I Anta - I Preta - I Kala - I Dengen . selanjutnya ketika manusa lahir : I Dengen menjadi Yeh Nyom selanjutnya menjadi I Bhuta Petak , selanjutnya menjadi I Bhuta Janggitan selanjutnya menjadi I Bhuta Anggapati, Sedangkan I Kala menjadi Getih selanjutnya menjadi I Bhuta Abang selanjutnya menjadi I Bhuta Karuna selanjutnya menjadi I Bhuta Merajapati , sedangkan I Preta menjadi Lamas selanjutnya menjadi I Bhuta Ireng selanjutnya menjadi I Bhuta Taruna selanjutnya menjadi I Bhuta Banaspati, sedangkan I Anta menjadi Ari Ari selanjutnya menjadi Bhuta Kuning, selanjutnya menjadi Bhuta Lembukania, selanjutnya menjadi Bhuta Banaspati, disamping bhuta yang ada didalam diri manusia ( Bhuana Alit ), juga terdapa Bhuta Kala yang ada di alam semesta ( Bhuana Agung ), malahan jumlahnya jauh lebih banyak dari pada yang ada di Bhuana Alit , Bhuta yang ada di alam semesta jumlahnya ribuan dan di pimpin oleh 108 Butha dan 108 Kala , 108 Bhuta ( diantaranya adalah Bhuta Bucari, Bhuta Ulu Singa, Butha Ulu Gajah, Bhuta Ulu Wresabha , Butha Ulu Sliwah , Bhuta Kalika , Bhuta Basang Basang , dan yang lainnya , sementara 108 Kala ( diantaranya adalah Sang Kala Bucari, Sang Kala Dangastra , Sang Kala Mreka , Sang Kala Sada , .Sang Kala Guna Guna , dan yang lainnya ).

Mantram Meditasi Panundung Bhuta : “Ong Namo Siwa Ya, ong Niat ingsun ngrangsukang yoga Samadhi Penundung Bhuta kang umalah para Bhuta Kala pegawe ala kabeh, Ong tumurun Betara Rudra lan Betara Kala saking ambara ngelayang masusupan ring angga sariranku, mayoga betara Rudra lan Betara Kala ring sariran ngulun mijil aken geni murub ring siwardwara, ring soca”.
Meditasi Kanda Pat Panundung Bhuta ini mengajarkan pada kita cara untuk mengarahkan kekuatan Bhuta dalam diri kita untuk mengusir para Bhuta yang tidak mau berdamai dan sering mengganggu kita sekeluarga agar pergi dari pekarangan rumah yang kita tempati. Pada saat proses pengusiran para Bhuta akan merasa kesakitan seperti di timpuk batu, atau dilempar dibanting dipukul dengan tongkat dan semuanya menjerit kesakitan pada saat pembacaan mantram ini.
Mantram Meditasi Pemrelina Bhuta : “Ong Namo Siwa Ya, ong Niat ingsun ngrangsukang yoga Samadhi Pemrelina Bhuta kang mralina para Bhuta Kala pegawe ala kabeh luwirnia agringin jadma manusa, ngawe lara, adenda atma, angamet jiwa, amateni amejah jadma manusa. ong Bethara Rudra mesusupan ring angga sariran ngulun rumasuk saking siwadrawa anerus ring usus, anerus ring tangan tengen .ong Bethara Kala masusupan ring sariran ngulun , rumasuk saking siwadwara anerus ring uluhati anerus ring tangan kiwa”.
Meditasi ini mengajarkan kepada para siswa cara mengarahkan kekuatan Bhuta yang ada pada diri kita untuk membunuh dan menghancurkan para Bhuta yang suka mengganggu manusia yang setelah di usir datang balik atau kembali mengganggu kita sekeluarga agar semuanya mati, musnah terbakar tanpa bekas, jadi abu.
3). Meditasi Kandat Pat Rare
Kanda Pat Rare, terdiri dari 19 bentuk meditasi , dari 19 bentuk meditasi tersebut kebanyakan bersifat negatif atau merusak dan tiga yang bersifat potisif yaitu ( Meditasi Kanda Pat Pengancing Garba, Meditasi Kanda Pat Pemungkah Lawang, Meditasi Kanda Pat Pengempon Rare ), ketiga meditasi yang bersifat positif ini harus dikuasai agar tidak bisa di ganggu oleh mereka yang menguasai Meditasi Kanda Pat Rare yang bersifat merusak.
Dalam meditasi " Pengancing Garbha ", dalam meditasi ini para siswa di latih bagaimana mengarahkan unsur kekuatan yang ada pada diri manusia ini agar dapat menutup pintu rahim wanita dan secara gaib untuk menolong orang yang sering keguguran dan susah atau gagal mempunyai anak. menjadi kuat rahimnya dan dapat hamil seperti wanita umumnya serta dapat mempunyai anak secara normal.
Mantram Meditasi Kanda Pat pengancing Garbha :“Ong Namo Siwa Ya, Ong Niat Ingsun ngrangsukang yoga samadhi Pengancing Garbha kang anyesep, anyineb, angubet, angancing lawan cacupu pangakan maisi manik kemala winten wong istri manak seranta. Ong sang kama bang sang kama petak aja sira mider sah saking”.
Sementara "Meditasi Pemungkah Lawang" dalam meditasi ini para siswa di latih bagaimana mengarahkan kekuatan bathin untuk membuka garbha wanita yang melahirkan agar tidak mengalami kesulitan dalam melahirkan atau mendapatkan kemudahan dalam melahirkan, dan berbagai gangguan niskala yang berusaha mengganggu keselamatan ibu dan anak atau keduanya dapat di musnahkan.
Mantram Meditasi Kanda Pat Pemungkah Lawang : “Ong Namo Siwa Ya, Ong Niat Ingsun ngrangsukang Yoga samadhi Pemungkah Lawang kang amungkah lawang, amungkah garbha wong istri manak seranta. Ong Kuncang kancing idep aku Betara Siwa angelus akna kancing wesi, kancing jagat, kumaca kumadik Ung. Ang. Enggang”.
Yang terakhir dari Kanda Pat Rare ini adalah " Pengempon Rare " , dalam meditasi ini para siswa dilatih bagaimana mengarahkan kekuatan bathin unutk melindungi bayi atau rare secara niskala dari berbagai gangguan ilmu hitam.
Mantram Meditasi Kanda Pat Pengempon Rare : “Ong Namo Siwa Ya, Ong Niat Ingsun ngrangsukang yoga samadhi Pengempon rare kang anungkupin , angempu pepageh ring sang rare. Ong Sang Hyang Kumara metemahan Manik Gumulung anungkupin sang rare rumasuk ring gedong batu masekap magenah ring tengahing segara sunia tan kasusupan ndening Batara Durga lan Betara Kala”.
4). Meditasi Kanda Pat Sari
Dalam meditasi Kanda Pat Sari terdiri dari 33 bentuk meditasi , dari ke 33 bentuk meditasi tersebut kebanyakan bersifat merusak atau negatif, sementara ada 3 bentuk meditasi Kanda Pat Sari yang bersifat positif yaitu ( Meditasi Sarining Merta, Meditasi Sarining Ucap, Meditasi Sarining Raksa ), dimana ketigannya harus di kuasai agar tidak di ganggu oleh mereka yang telah berhasil menguasai Kanda Pat Sari lainnya yang bersifat merusak.
Tuntunan Meditasi Kanda Pat Sari Saring Merta , dalam meditasi ini para siswa dilatih bagaimana mengarahkan kekuatan bathin unutk menghidupkan atau nguripang merta dalam diri yang merupakan penugrahan yang bermanfaat dalam kehidupan , sementara dalam Meditasi Kanda Pat Sarining Ucap, para siswa dilatih bagaimana mengarahkan kekuatan bathin unutk menghidupkan atau nguripang kekuatan ucapan agar ucapan kata-kata mengandung keuatan gaib yang maha dahsyat sehingga apa yang di ucapkan dipercaya banyak orang dan apa yang dikatakannya di turuti oleh banyak orang dan kekuatannya melebihi kekuatan sihir , dan apabila seseorang telah berlatih dengan sempurna apa yang di ucapkannya akan terjadi, makanya disarankan bagi mereka yang menguasai Meditasi Kanda Pat Sarining Ucap ini haruslah berhati hati dalam dalam ucapannya. sementara Meditasi kanda Pat Sarining Raksa, yang merupakan Meditasi Kanda Pat ke tiga yang bersifat positif, dalam meditasi ini para siswa dilatih bagaimana para siswa mengarahkan kekuatan bathin, untuk melindungi atma ( Raksa Atma ), untuk melindungi jiwa ( Raksa Jiwa ), melindungi Sabda ( Raksa Sabda ), melindungi Bayu ( Raksa Bayu ), dan melindungi Idep ( Raksa Idep ), sehingga kelima unsur kekuatan utama ( atma, jiwa, sabda, bayu, idep ) yang ada pada diri manusia menjadi sangat kuat dan kokoh dan tidak mudah di ganggu oleh orang lain dengan kekuatan ilmu hitamnya.
5 ) Meditasi Kanda Pat Nyama
Kanda Pat Nyama terdiri dari 36 bentuk Meditasi, dari 36 bentuk meditasi tersebut kebanyakan bersifat merusak atau negatif, dan hanya 3 ( tiga ) dari bentuk Meditasi tersebut bersifat positif dan harus di kuasai dan di pelajari , ketiga tersebut adalah ( Meditasi kanda Pat Catur Sanak Raksa Kemit, Meditasi Kanda Pat Catur Sanak Merta Bhuana, Meditasi Catur Sanak Urip Waras ).
Meditasi Catur Sanak Raksa Kemit misalnya mengajarkan siswa dilatih bagaimana cara memenggil , cara berkomunikasi memerintah atau memberi tugas kepada Sang Catur Sanak ( Nyama Catur = empat saudara Sejati ), agar mau membantu kita sesuai dengan kebutuhan yaitu kebutuhan akan perlindungan gaib ( Ngraksa Kemit ) secara niskala selama satu hari satu malam untuk diri , keluarga dan harta benda milik kita agar tidak rusak , hilang dsb, ataupun tugas tugas lain sesuai dengan kebutuhan kita.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong Niat Ingsun ngrangsukang yoga semadhi Catur Sanak Raksa Kemit kang rumaksa kemit jiwa ragaku serahina wengi ih cai nyama catur Catur, Anggapati, Merajapati, Banaspati, Banaspatiraja”.
Meditasi Catur Sanak Mertha Bhuana, mengajarkan kepada siswa dilatih bagaimana cara memanggil , cara berkomunikasi memerintah atau memberi tugas kepada sang Catur Sanak (nyama Catur = empat saudara sejati), agar mau membantu kita sesuai dengan kebutuhan yaitu kebutuhan akan untuk membantu dalam mencari harta berana, rejeki, sandang pangan secara niskala di alam semesta atau mertha bhuana.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong Niat Ingsun ngrangsukang yoga semadhi Catur Sanak Mertha Bhuana kang angisep sarining merta bhuanan ih cai nyama catur Catur, Anggapati, Merajapati, Banaspati, Banaspatiraja”.
Sementara Meditasi Catur Sanak Urip Waras, mengajarkan kepada siswa dilatih bagaimana cara memanggil, cara berkomunikasi memerintah atau memberi tugas kepada sang Catur Sanak ( nyama Catur = empat saudara sejati ), agar mau membantu kita sesuai dengan kebutuhan yaitu kebutuhan akan untuk membantu mencapai kesehatan, kesembuhan dalam kehidupan ini (Urip Waras), sehingga dalam kehidupan ini kita selalu dalam keadaan sehat dan jarang terkena penyakit.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “ih cai nyama catur. Catur, Anggapati, Merajapati, Banaspati, Banaspatiraja. Anggapati magenah ring jantung , metu saking netra anerus ring tengen warasakna sekancan pinakit kinardin Dewa, Pitara, Pastu, Kutuk, Sumpah, Cor, Kapadrawa Dewa Pitara, Teka Waras”.
6 ) Meditasi Kanda Pat Manusia Prakerti
Kanda Pat Manusa Prakerti terdiri dari 18 bentuk Meditasi , dari 18 bentuk meditasi tersebut kebanyakan bersifat negatif, hanya 3 Meditasi yang bersifat positif dan yang harus di kuasai dan di pelajari seperti ( Meditasi Pengampak Sabda Pawetuan Manusia Prakerti, Meditasi Penebasan Oton Manusa Prakerti, Meditasi Penyampet Sorong Manusa Prakerti ), melalui meditasi ini , yang diakhiri dengan Pediksan, seorang mempunyai wewenang secara niskala membuka sabda rahasia manusia dengan prakerti ( sifat bawaan ), orang yang lahir pada hari tertentu, bagaimana perawakannya, bagaimana sifat-sifatnya, bagaimana rejekinya, sakit apa saja yang akan menimpanya, siapa bhuta kala yang bertugas menagih hutang secara niskala, jika melakukan " Pengelukatan Penebasan Oton ( bayuh Oton ), mantram apa yang dipakai dalam pengelukatan, berapa kali harus melukat penebasan oton dalam hidupnya, 1 kali, 2 kali , 3 kali dsb .
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong Hyang Widhi, Hyang Yamadipati ngulun minta waranugraha, wenang ngewacakang indik pawetuan manusa lan pekerti kabeh, sane kesejatiannia kapingit olih Dewata kabeh, tan keneng aku raja pinulah, luputa ngulun ring sekancan pastu kutuk, kapedrawwa dewa muang Pitara”.
Sementara Meditasi Penebasan Oton Manusa Prakerti, melalui meditasi ini yang diakhiri oleh Pediksan, seseorang mempunyai wewenang untuk melakukan pengelukatan penebasan oton ( Bayuh Oton ), Bagaimana langkah langkah yang harus dilakukan dalam melakukan pengelukatan penebasan oton, Mantram pengelukatan apa yang harus dibacakan terhadap orang yang lahir pada hari tertentu seperti mislanya pengelukatan Siwa Geni, Baruna Geni, Wana Gemana, Marga Gemana, Tirta Gemana, Setra Gemana dan yang lainnya.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong niat ingsun ngrangsukang yoga samadhi Penebasan Oton Manusa Prakerti kang ngawiwenang ngelaksanayang indik upakara pengelukatan penebasan oton manusa prakerti, Ong Hyang Widhi, Hyang Yamadipati, ngulun minta waranugraha wenang ngelaksanayang penebasan Oton Manusa Prakerti inggih punika Pengelukatan Siwa Lingga”.
Meditasi Penyampet Sorong Manusa Prakerti , adalah 3 Meditasi yang bersifat positf yang juga harus dikuasai, karena dengan meditasi ini diakhiri dengan Pediksan, seorang secara niskala mempunyai wewenang untuk melakukan upacara " Penyampet Sorong ", diajarkan dimana letak lubang " Sorong " yang harus di tutup (sampet), mantram apa yang dipakai dalam kegiatan Penyampet Sorong , seperti Mantram Surya Siu, mantram Penyampet Sorong serta sarana apa yang dipakai dalam kegiatan penyampet sorong : Tulang Bulusan, Tulang Tribulus, Ong di Kloping, Kangkang Yuyu Batu, Gigi Kakia Pera.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong Hyang Widhi, Hyang Yamadipati ngulun minta wara nugraha, wenang ngelaksanayang Penyampet Sorong rikala ngelaksanayang Pengelukatan Penebasan Oton Manusa Prakerti inggih punika wenang ngewacakang Mantram Surya Siu, Mantram Sucita, Mantram Penyampet Sorong Sane kesejatia kapingit “.
7). Meditasi Kanda Pat Madu Muka
Dalam Pustaka Kanda Pat Muka ini ada 18 bentuk Meditasi, 15 bentuk meditasi bersifat merusak tatanan kehidupan manusia sedangkan 3 bentuk meditasi bersifat menunjang tatanan kehidupan manusia sehingga perlu dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan manusia yaitu Meditasi Tri Maya Sakti Murti, Meditasi Panca Ratna Wijaya Murti, dan Meditasi Dasa Surya Sumedang Murthi.
Meditasi Tri Maya Sakti Murti , mengajarkan siswa bagaimana cara menyatukan , memadukan kekuatan dan menggabungkan kekuatan bathin diri kita sendiri dengan kekuatan Ibu dan Bapak , sehingga terbentuk suatu kekuatan baru yang memiliki kekuatan yang luar biasa yang di namakan " Bayuning Tri Maya Sakti Murti ", dengan kekuatan gabungan ini kita mendapatkan anugrah dirgayusa , kita mampu mengatasi dan menawarkan wisya, cetik, kita dijauhkan dari segala macam penyakit, serta kekuatan gabungan ini mampu menjaga kesucian dengan menghilangkan segala sebel kandel, mala-papa petaka-lara -roga wigna dan sebagainya.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong niat ingsun ngrangsukang Yoga Samadhi Tri Maya Sakti Murti kang anugrahaken dirgayusa, tan keneng sehananing wisya, cetik, racun, lan tan keneng sehananing pinakit, angruat dasa mala, sebel kandel, papa petaka, lara roga wigna. Ong idep aku Sang Hyang Kundi Swara matunggalan aku maring”.
Meditasi Panca Ratna Wijaya Murti , mengajarkan siswa bagaimana cara menyatukan , memadukan kekuatan dan menggabungkan kekuatan bathin diri kita sendiri dengan kekuatan Sang Panca Maha Bhuta, sehingga terbentuk suatu kekuatan baru yang memiliki kekuatan yang luar biasa yang di namakan " Bayuning Panca Ratna Wijaya Murti ", dengan kekuatan gabungan ini kita mempunyai kemampuan baru , kemampuan tambahan yaitu mampu melukat diri , mampu menawarkan wisya, cetik, mampu memusnahkan segala sebel kandel-mala dan leteh, mampu mengalahkan satru musuh, mampu memusnahkan kesaktian , kadigjayaan , kawisesan musuh musuh kita, mampu mengusir dusta durjana , mampu mengusir dan memusnahkan pepasangan , pependeman, bebai, desti teluh , teranjana, mampu memusnahkan pagedeg, pemalas, mampu menjaga rare ( anak-bayi ) dan orang hamil dan mampu mengembangkan " sarwa swagina " segala macam kemampuan pekerjaan yang kita lakukan.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong niat ingsun ngrangsukang yoga samadhi Panca Ratna Wijaya Murti kang kang anglukat gering sarat, anawar wisya, cetil, upas, racun , amunah sumpah cor, upadrawa dewa muang pitara, anglebur sebel kandel , mala dan leteh ring angga sarira, angalahaken satru musuhku kabeh, amunah sarwa kawisesan, kadigjayaan , anulak dusta durjanan amunahaken pepasangan pependeman , bebai, desti, teluh teranjana amunah guna guna pemales lan pagedeg anguruip”.
Meditasi Dasa Surya Sumedang Murti Mengajarkan siswa bagaimana cara menyatukan, memadukan kekuatan dan menggabungkan kekuatan bathin diri kita sendiri dengan kekuatan Dewata Nawa Sanga , sehingga terbentuk suatu kekuatan baru yang memiliki kekuatan yang luar biasa yang di namakan "Bayuning Dasa Surya Sumedang Murti", dengan kekuatan gabungan ini kita mempunyai kemampuan baru , kekuatan tambahan yaitu mampu menyerap dan memunahkan segala kekuatan lawan yang ingin mengganggu kita, apakah itu ajian, kawisesan, kadigjayaan, kesakten, lawan yang ingin mengganggu kita secara tiba tiba merasakan berbagai ilmu yang dimilikinya punah dan tidak berfungsi dihadapan kita. kita dikagumi dan dihormati oleh para Dewa, Manusia, dan Para Bhutakala, para Jin, Setan , Pri Prayangan, Samar, tidak berani dekat dengan kita, dan yang terlalu dekat dengan kita akan lumpuh ditanah kehilangan segala daya piala dan kekuatannya, kekuatan gabungan ini mampu memusnahkan dan menghilangkan berbagai unsur negatif yang ada dalam diri kita seperti sad Ripu ( enam musuh dalam tubuh ) , Sapta Timira ( tujuh kegelapan ) serta sifat sifat keraksasaan yang berkembang dalam diri kita.
Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong Niat Ingsun Ngrangsukang Meditasi Dasa Surya Sumedang Murti, kang angisep lan amunahaken, sehananing ajian, kadigjayaan, kawisesan lan kesakten satru musuhku, watek para Dewa, Manusa pada asih, watek para leak, jin setan, pri prayangan, kaisep daya pialania pada nembah, pada melayu, amunah, angeseng sad ripu, sapta timira”.
8 ) Meditasi Kanda Pat Pengaradan
            Dari sekian banyak bentuk meditasi yang sebagian besar merusak tatanan kehidupan manusia, terdapat 3 yang bersifat postif yang harus di pelajari, yaitu : Pengaradan Bhuta, Pengaradan Manusa dan Pengaradan Dewa. Pengaradan Bhuta.
melalui meditasi ini kita diajarkan dan dilatih bagaiman menyerap, menarik dan memasukan kekuatan Bhuta agar menyatu dengan kekuatan manusia selanjutnya diarahkan pada penggunaan yang bersifat mulia berdasarkan tuntunan dharma”.
            Mantramnya adalah sebagai berikut : “Ong niat ingsun ngrangsukang yoga semadhi Pengaradan Bhuta kang angisep lan nunggalakna sehananing daya sakti para Bhuta kala Kabeh kang luluh masaria tunggal ring ingsun prasida ta ngulun muncar mumbul ikanang bayu. Ong Sanghyang Kunda Meles angurip Mantramku asing mati bangun pada kaurip. teka urip. teka urip. teka urip”.
Sementara Pengaradan Manusa , kita di latih dan di ajarkan bagaimana menarik, menyerap dan memasukan kekuatan manusa yang digjaya, mumpuni dengan diri kita, kalau kita menyerap kekuatan Ki Gajah Mada, misalnya maka segala macam ilmu yang dimilikinya ketika beliau hidup akan terwujud dalam diri kita sehingga kemampuan , kedigjayaan, kawisesan, kasidian, kesakten kita akan meningkat pesat dalam waktu yang singkat. selanjutkan kekuatan itu dikendalikan dan di arahkan tentunya untuk tujuan yang mulia sesuai dengan tuntunan dharma.
Meditasi pengaradan Dewa, melalui meditasi ini kita di ajarkan dan dilatih bagaimana caranya menyerap kekuatan para Dewa, seperti misalnya kekuatan Dewa Siwa, kekuatan Dewa Wisnu, kekuatan Dewa Surya dan sebagainya , setelah kekuatan di gabungkan itu menyatu dengan diri selanjutnya dikendalikan dan di arahkan untuk tujuan uang mulia sesuai dengan tuntunan Dharma.
9). Meditasi Kanda Pat Krakah
            Dalam Pustaka Kanda Pat Krakah ini ada 12 bentuk meditasi, dimana 9 ( sembilan ), bentuk meditasi yang bersifat negatif atau merusak tatanan kehidupan manusia dan ada 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang tatanan kehudupan manusia sehingga perlu dipelajari dan di amalkan , ketiga bentuk meditasi tersebut adalah Meditasi Jnana Siddhi, Meditasi Pustaka Jati, Meditasi Jarwa Dirga Utama .
            Meditasi jnana Siddhi, mengajarkan pada umat manusia bagaimana caranya Nyurat ( membaca / menulis ), dan bagaimana caranya Ngwacen ( membaca ), tanpa kesalahan berbagai bentuk rerajahan dan sastra jendra, serta bagaimana caranya agar manusia mendapatkan suatu kekuatan gaib berupa kemampuan berhak membuat dan membaca berbagai bentuk rerajahan dan sastra jendra tanpa terancam ( bebas ), dari pastu kutuk dan rajapinulah.
            Meditasi Pustaka Jati, meditasi ini mengajarkan bagaimana manusia atau seseorang mampu menghidupkan berbagai bentuk rerajahan dan sastra jendra sehingga seolah olah hidup dan bernyawa sehingga dapat menerima ( diisi ), berbagai macam kekuatan gaib sesuai dengan yang di kehendaki, serta bagaimana seseorang mampu memperoleh kekuatan gaib sehingga memiliki daya sakti mampu menghidupkan ( nguripan) berbagai bentuk rerajahan dan sastra jendra dengan terbebas dari pastu kutuk dan raja pinulah.
Meditasi Jarwa Dirga Pluta, meditasi ini mengajarkan kepada umat manusia tentang bagaimana caranya mengisi berbagai macam rerajahan dan sastra jendra dengan berbagai kekuatan gaib melalui suatu proses yang dinamakan " Pasupati ", serta bagaimana caranya agar seseorang mempunyai kekuatan gaib / kemampuan sehingga berhak ( ngawiwenang ), memasupati berbagai bentuk rerajahan dan sastra jendra dan terbebas dari pastu kutuk dan rajapinulah. .
10). Meditasi Kanda Pat Prasanak
            Dalam Pustaka Kanda Pat Prasanak ini terdapat 18 ( delapan Belas ), bentuk meditasi , dimana 15 ( lima belas ) bentuk meditasi bersifat merusak tatanan kehidupan manusia , sedangkan ada 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Manusa Cenik Sakti Utama, Meditasi Manusa Sakti Sidhi Mandi, Meditasi Manusa Sakti Dharma Wisesa.
            Meditasi Manusa Cetik Sakti Utama, meditasi ini mengajarkan pada umat manusia bagaimana caranya agar melalui meditasi berkomunikasi dengan nyama catur dan prasanaknya sehingga kita mendapat panugrahan memiliki kekuatan bebas tidak terkena sapa, pastu, kutuk , sumpah, tulah, tidak terkena santet, desti, teluh , teranjana, tidak terkena berbagai acep acepan-rerajahan-pepasangan-pependeman, tidak terkenan sesawangan-gegandu-gentawang-moro-sukik-ikik-parang-gombeng-bebekuk, tidak terkena berbagai guna guna , guna lanang-guna wadon-guna jawa-guna bali-gunan sasak-gunan rimrim dsb.
            Meditasi Manusa Sakti Sakti Sidhi Mandi, meditasi ini mengajarkan umat manusia agar seseorang melalui meditasi berkomunikasi dengan nyama catur dan prasanaknya mendapatkan panugrahan daya sakti mampu mengungguli segala macam satru musuh, mengguguli kesakten-kawisesan dan kedigjayaan satru musuh kabeh. sesakti saktinya musuh tidak mampu mengalahkan kita selama kita menapak di pertiwi.
            Meditasi Manusa Sakti Dharma Wisesa, meditasi ini mengajarkan umat manusia agar seseorang melalui meditasi berkomunikasi dengan nyama catur dan prasanaknya mendapatkan panugrahan mampu menyucikan diri sendiri, mampu ngeruat / ngelukat berbagai macam penyakit, mampu mengobati diri sendiri dan orang lain dari berbagai macam penyakit edan-buduh-gila-sedeng-gendeng-sableng.
11. Kanda Pat Pemurtian
            Dalam Pustaka Kanda Pat Pemurtian ini terdapat 20 ( Dua Puluh ), bentuk meditasi , dimana 15 ( lima belas ) bentuk meditasi bersifat merusak tatanan kehidupan manusia , sedangkan ada 5 ( lima ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, kelima bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Siwa Geni, Meditasi Banyu Pinaruh, Meditasi Dasa Bayu, Meditasi Sri Pertiwi,  Meditasi Somyaning Sunya.
            Meditasi Siwa Geni, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mengendalikan unsur api yang ada didalam diri, sehingga memiliki kekuatan anti terhadap api dan mampu mengeluarkan api dari tubuhnya. Meditasi Banyu Pinaruh, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mengendalikan unsur air yang ada didalam diri, sehingga memiliki kekuatan untuk mampu bertahan hidup didalam air. Meditasi Dasa Bayu, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mengendalikan unsur angin yang ada didalam diri, sehingga memiliki kekuatan untuk mengendalikan sepuluh Bayu (angin). Dimana orang tersebut, memiliki stamina yang sangat tinggi untuk melakukan segala hal. Meditasi Sri Pertiwi, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mengendalikan unsur tanah yang ada didalam diri, sehingga memiliki kekuatan menyerap sari-sari Bumi. Dimana orang tersebut, mampu bertahan tidak makan dan minum selama yang ia inginkan. Meditasi Somyaning Sunya, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mengendalikan unsur akasa (ruang kosong) yang ada didalam diri, sehingga memiliki kekuatan untuk menghilangkan benda-benda yang dikehendakinya.
12. Kanda Pat Sukma
            Dalam Pustaka Kanda Pat Sukma ini terdapat 18 ( delapan Belas ), bentuk meditasi , dimana 15 ( lima belas ) bentuk meditasi bersifat merusak tatanan kehidupan manusia , sedangkan ada 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Meraga Sukma, Meditasi  Memecah Sukma, Meditasi Pemutus Sukma.
            Meditasi Meraga Sukma, Meditasi ini mengajarkan cara untuk melepas sukma atau roh seseorang sehingga orang tersebut mampu pergi kemana saja sesuai keinginannya dan bisa masuk kebadan setiap mahluk yang dikehendakinya. Meditasi Memecah Sukma, Meditasi ini mengajarkan cara untuk memecah sukma atau roh seseorang, sehingga orang tersebut bisa ada dibanyak tempat yang berbeda dalam satu waktu dan apabila salah satu roh atau sukma seseorang tersebut diputus. Orang tersebut masih hidup, karena sukma yang lain masih ada. Meditasi Pemutus Sukma, Meditasi ini mengajarkan cara untuk memutuskan Sukma atau roh orang yang melakukan meraga sukma dan menggunakannya untuk kejahatan. Sehingga, sukma dan badan seseorang tersebut terputus yang mengakibatkan orang tersebut langsung meninggal.
13. Kanda Pat Pasek Wetu
             Dalam Pustaka Kanda Pat Pasek Wetu ini terdapat 360 (Tiga Ratus Enam Puluh), bentuk meditasi , dimana 357 (Tiga Ratus Lima Puluh Tujuh) bentuk meditasi bersifat merusak tatanan kehidupan manusia , sedangkan ada 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Durga Maya, Meditasi  Durgandini, Meditasi Siwa Durga.
Meditasi Durga Maya, Meditasi ini mengajarkan cara untuk memusnahkan ilmu pangleakan atau aji wegig yang dimiliki seseorang, bilamana ilmu seseorang tersebut sudah sangat tinggi dan ilmu panglekannya sudah mendarah daging, maka orang tersebut bisa langsung meninggal. Meditasi Durgandini, Meditasi ini mengajarkan cara untuk membuat orang yang sedang ngelekas (berubah wujud) tidak bisa kembali kewujud aslinya. Misalnya seseorang yang belajar pangleakan berubah menjadi monyet, maka selamanya ia akan menjadi monyet. Meditasi Siwa Durga, Meditasi ini mengajarkan cara untuk menangkal seluruh serangan yang digunakan oleh orang yang melakukan pangleakan sehingga serangannya tidak mempan.
14. Kanda Pat Kaputusan
            Dalam Pustaka Kanda Pat Kaputusan ini terdapat 18 ( delapan Belas ), bentuk meditasi , dimana 15 ( lima belas ) bentuk meditasi bersifat merusak tatanan kehidupan manusia , sedangkan ada 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Kaputusan Bhuta, Meditasi  Kaputusan Manusa, Meditasi Kaputusan Dewa.
            Meditasi Kaputusan Bhuta, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mendapatkan panugrahan atau kesaktian yang didapatkan melalui hasil pertapaan para Bhuta atau raksasa. Misalnya, kita mampu mendapatkan kesaktian yang didapatkan oleh pertapaan Hinyarakasipu. Meditasi Kaputusan Manusa, Meditasi ini mengajarkan cara untuk meandapatkan panugrahan atau kesaktian yang didapatkan melalui hasil pertapaan para manusia. Misalnya, kita mampu mendapatkan kesaktian yang didapatkan oleh pertapaan Bhagawan Wyasa. Meditasi Kaputusan Dewa, Meditasi ini mengajarkan cara untuk mendapatkan panugrahan atau kesaktian yang didapatkan melalui pertapaan Para Dewa. Misalnya, kita mampu mendapatkan kesaktian yang didapatkan melalui pertapaan Dewa Siwa.
15. Kanda Pat Subiksa
            Dalam Pustaka Kanda Pat Subiksa ini terdapat 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Pranayama Tri Bhuana, Meditasi  Catur Sanak, Meditasi Panuntun Sukma. Meditasi Pranayama Tri Bhuana mengajarkan cara untuk, melatih pernapasan untuk menghimpun tenaga dalam dan tenaga bathin melalui pernapasan segi tiga. Yaitu dengan cara menarik napas, menahan dan membuang napas dalam waktu yang lama sesuai kemampuan. Meditasi Catur Sanak mengajarkan cara untuk, melatih pernapasan untuk mewujudkan kenginan melalui pernapasan segi empat. Yaitu dengan cara menarik napas, menahan napas, membuang napas dan menahan napas. Meditasi panuntun sukma yaitu tehnik pernapasan, untuk menuntun roh menjelang  kematian. Yaitu dengan cara, apabila kita sudah mampu mengetahui bahwa ajal kita sudah dekat. Kita bisa segera melakukan meditasi dengan duduk bersila dan menarik napas panjang kemudian menutup sembilan lubang yang ada di dalam diri. Kemudian menuntun atma kita menuju Siwa Dwara.
16. Kanda Pat Dewa
Dalam Pustaka Kanda Pat Dewa ini terdapat 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Puja Dewa, Meditasi Senjata Nawa Sanga, Meditasi Meraga Dewa.
Meditasi Puja Dewa adalah meditasi khusus tingkat tinggi yang sangat rahasia. Melalui meditasi ini siswa diajarkan memuja 3339 (Tiga Ribu Tiga Ratus Tiga Puluh Sembilan) Dewa. Dengan memuja, para Dewa memberikan berkah kesucian sehingga kita semakin lama semakin suci.
Meditasi Senjata Nawa Sanga, dengan meditasi ini seseorang mendapatkan berkah boleh menggunakan senjata Nawa Sanga/ senjata para Dewa lainnya untuk melindungi umat dan dharma. Dilengkapi dengan cara memohon, nguripan, masupati serta cara melepaskan senjata Nawa Sanga. Senjata para Dewa ini sangat dahsyat dan berbahaya tidak pernah gagal, tidak akan lenyap sebelum menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.
Meditasi meraga Dewa adalah Meditasi khusus tingkat tinggi yang sangat rahasia. Melalui meditasi ini siswa diajarkan untuk menstanakan para Dewa didalam tubuh sehingga ketika meninggal menjadi berbadan Dewa dan bisa tinggal di alam para Dewa.
17. Kanda Pat Moksa
            Dalam Pustaka Kanda Pat Moksa ini terdapat 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Adi Moksa, Meditasi Kelepasan, Meditasi Jiwan Mukti.
            Meditasi Adi Moksa, melalui meditasi ini seseorang yang telah berlatih ilmu kematian dengan baik (dharmaning kepatian), ia telah menyiapkan diri untuk mati, sehingga dengan penuh kesabaran dan senyuman duduk menunggu kematian. Setelah mengetahui beberapa saat lagi hari kematiannya, kundalini dinaik-turunkan seribu kali berturut-turut, maka suhu/panas tubuh meningkat 1000 kali lipat sehingga tubuhnya meledak menjadi debu dan secara bersamaan lewat ledakan itu Sang Hyang Atma mendapat kekuatan melesat cepat menyatu dengan Brahman, inilah moksa yang sempurna.
            Meditasi Kelepasan, melalui meditasi ini seseorang yang telah berlatih ilmu kematian dengan baik (dharmaning kepatian), ia telah menyiapkan diri untuk mati, sehingga dengan penuh kesabaran dan senyuman duduk menunggu kematian. Setelah mengetahui beberapa saat lagi hari kematiannya, ia menghimpun segala prana yang ada dalam dirinya kemudian dipusatkan di Pusar. Sehingga tubuhnya meledak dan Atma menyatu dengan Brahman.
            Meditasi Jiwan Mukti, melalui meditasi ini seseorang yang telah berlatih ilmu kematian dengan baik (dharmaning kepatian), ia telah menyiapkan diri untuk mati, sehingga dengan penuh kesabaran dan senyuman duduk menunggu kematian. Setelah mengetahui beberapa saat lagi hari kematiannya, ia melakukan pembacaan Bhagawad Gita dengan pranayama sebanyak 18 bab. Dimana ia melakukan konsentrasi di ujung hidung. Sehingga atma menuju Brahman.
18. Kanda Pat Tanpa Sastra
            Walaupun dikatakan tanpa sastra, tetapi juga terdapat teks yang menyatakan : “Sejatining Manusa ie dadi bhuta, manusa, Dewa lan Brahman”. Yang artinya Manusia sebenarnya dapat bersifat bhuta, manusia, Dewa bahkan Tuhan. Dalam Pustaka Kanda Pat Tanpa Sastra ini terdapat 3 ( tiga ) bentuk meditasi yang bersifat menunjang kehidupan manusia dan wajib di pelajari, ketiga bentuk meditasi tersebut adalah : Meditasi Manunggal Bhuta, Meditasi Manunggal Dewa, Meditasi Manunggal Brahman.
            Meditasi Manunggal Bhuta : dalam meditasi ini siswa diajarkan cara untuk memanggil raja para bhuta untuk masuk kedalam diri apabila, bertempur menghadapi para bhuta. Meditasi Manunggal Dewa : dalam meditasi ini siswa diajarkan cara untuk memanggil Dewa Siwa untuk masuk kedalam diri, sehingga bisa memerintah para Dewa. Meditasi Manunggal Brahman adalah meditasi khusus tingkat tinggi yang sangat rahasia, melalui meditasi ini seseorang mampu melindungi diri dan keluarganya dari berbagai gangguan yang tertinggi dan terkuat di jagad raya ini. Pada saat ngrangsukan meditasi ini. Kekuatan Tuhan dan kekuatan orang tersebut menyatu tak dapat dibedakan dan dipisahkan. Selama berabad-abad ilmu ini dianggap ilmu tertinggi dalam Perguruan Seruling Dewata.
C. Profil Padepokan Sastra Jendra
            Drs. I Wayan Yendra/Mangku Alit Pekandelan. Lahir di Surabaya 19 Juli 1959. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi jurusan ilmu hubungan masyarakat Universitas Dwijendra Denpasar tahun 1992. Selama mahasiswa aktif menulis di mingguan pedesaan prima, harian Bali post, harian Nusa, mingguan Karya Bakti, menjadi fotografer berbagai tempat dan acara. Menjadi cameramen video di berbagai tempat dan acara. Menjadi pemimpin redaksi majalah spiritual Bianglala tahun 1996-2001. Dan pernah menjadi penulis di tabloid Bali Mula
            Kemudian ikut aktif pada organisasi-organisasi spiritual seperti Sai Studi Group tahun 1992-1993. Di persatuan Ananda Marga sekitar tahun 1994. Selanjutnya mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh paguyuban peminat spiritual Bali tahun 1996-2000. Dan akhirnya menerima wahyu, lalu mendirikan Perguruan Spiritual sendiri yang diberi nama Padepokan Sastra Jendra (Perguruan Kanda Pat Bali). Bergerak di bidang meditasi, pengobatan dan pencerahan sampai saat ini.

D. Ajaran Kanda Pat Versi Padepokan Sastra Jendra
1). Kanda Empat Rare
a. Perkawinan
            Sesungguhnya, terbentuknya suatu keluarga dimulai sejak adanya upacara perkawinan. Karena upacara perkawinan merupakan titik awal dari kedua mempelai mengikat secara lahir dan batin, membentuk keluarga baru dan hidup bersama. Perkawinan adalah suatu pesaksian secara sekalah-niskala dari seorang pria dan seorang wanita, bahwa keduanya telah mengikat diri menjadi suami istri, dan segala resiko dari segala perbuatannya itu menjadi tanggung jawab bersama.
            Jadi, perkawinan ialah hubungan antara seorang pria dan wanita, untuk bersama-sama mencukupi kebutuhan suami-istri, berkeluarga dan berkawan. Berkeluarga adalah hubungan suami istri, berkeluarga, dan berkawan. Berkeluarga adalah hubungan suami istri untuk bersama-sama mencukupi kebutuhan rasa hait. Maka, perkawinan merupakan hubungan pria dan wanita yang rumit.
            Perkawinan menjadi pangkal peristiwa hidup lainnya. Bayi atau rarelahir berasal dari perkawinan. Tidak ada bayi atau rarelahir berasal dari batu. Tidak ada seorang wanita melahirkan bayi atau raretanpa perkawinan dengan seorang pria. Kelahiran adalah awal peristiwa hidup seseorang. Setiap barang yang berawal, pastilah berakhir. Manusia berasal dari kelahira, dan berakhir pada kematian. Jadi, tidak ada barang yang lahir tanpa mati.
            Rare atau bayi yang lahir, makin lama makin besar, lalu dewasa, dan kemudian kawin. Maka perkawinan menjadi pangkal dan tujuan peristiwa hidup lainnya. Setiap kelahiran, pasti didahului dengan perkawinan. Perkawinan berasal dari hasrat hidup, yang pada pokoknya ialah ingin melestarikan raga dan jenis keturunannya. Maka kedua macam kebutuhan itu meresap dalam rasa manusia. Hasrat hidup untuk melestarikan raga, menyebabkan manusia memerlukan makan, pakaian, dan pemukiman, itulah yang disebut pangupajiwa.
            Sedangkan hasrat hidup untuk melestarikan keturunan, mendorong manusia untuk bersenggama, yakni kebutuhan perkawinan. Jadi nafkah dan perkawinan adalah kebutuhan hidup. Manusia sering mencampuradukkan kebutuhan nafkah dan perkawinan. Kadang-kadang, ia menitik beratkan perkawinan, kadang-kadang nafkahlah yang lebih dipentingkan. Padahal, perkawinan dan nafkah, walaupun keduanya bersumber dari hasrat hidup, namun keperluannya terpisah. Tidak sama. Kebutuhan kawin bukan kebutuhan nafkah. Begitu sebaliknya. Jika kedua kebutuhan campur menjadi satu, orang menjadi bingung dan susah.
            Kalau kebutuhan kawin dan nafkah menjadi satu, timbulah perkawinan demi mencari nafkah, atau nafkah untuk perkawinan. Bercita-cita untuk memperoleh suami atau istri yang kaya, berarti perkawinan dipergunakan untuk mencari nafkah. Apabila memperoleh suami atau istri yang kaya, orang mengira dirinya akan turut menjadi kaya. Kemudian, ia akan dapat mempergunakan harta istri atau suami semau-maunya. Padahal, jika ia memperoleh suami atau istri kaya, ia akan diperalat oleh istri atau suaminya, untuk menambah kekayaannya. Hal itu pasti membuatnya kecewa.
            Demikian pula halnya dengan nafkah untuk perkawinan, dapat menimbulkan penyesalan. Misalnya, orang yang bercita-cita menjadi seorang kaya, agar lebih leluasa untuk dapat memilih calon suami atau istri yang dikehendaki. Jika hal itu terlaksana, istri atau suami yang dipilihnya pasti hanya mencintai kekayaannya, dan tidak dirinya. Seperti kata pepatah : “Ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang”. Hal ini cukup banyak terjadi di masyarakat. Biasanya terjadi pada perkawinan lintas suku dan agama. Bila kekayaan menghilang, maka suami atau istri tersayang pun melayang, entah kemana. Lantas, bagaimana sebaiknya perkawinan itu?
            Menurut Sunardian Wirodono, perkawinan yang baik adalah perkawinan demi perkawinan. Seperti apakah penjabarannya? Patokan perkawinan, ialah untuk meneruskan keturunan. Keturunan manusia baru dapat berlangsung, apabila dalam perkawinan melahirkan bayi atau rare. Jadi, perkawinan harus melahirkan anak sejenis? Anak-anak itu menyambung jenis orang tuanya. Dan mereka kelak akan kawin, melahirkan anak lagi. Begitu seterusnya. Kebalikannya, jika perkawinan tidak untuk melahirkan bayi atau rare, maka jenis keturunan manusia akan punah. Oleh karena itu, bila dalam perkawinan tanpa alas an yang pantas, menolak keturunan misalnya, keliru sekali.
            Untuk mewujudkan keluarga bahagia selamat sekala-niskala, perkawinan paling tidak memiliki lima syarat. Syarat pertama. Perkawinan harus lelaki dan perempuan. Karena perkawinan lelaki dengan lelaki, atau perempuan dengan perempuan, tidak akan dapat melahirkan anak atau rare. Tentu bisa mengangkat anak, tetapi anak siapa jika bukan anak dari perkawinan yang benar? Kedua, orang dengan orang. Karena kalau orang dengan hewan, tidak dapat melangsungkan keturunan sejenis. Baik jenis hewan maupun jenis manusia. Ketiga, harus sudah sesame dewasa. Karena jika salah satunya belum dewasa, perkawinan tersebut tidak dapat melahirkan keturunan. Keempat, perkawinan harus dilakukan oleh orang yang masih hidup. Karena jika salah satu mati, perkawinan itu tidak bisa berlangsung dan menurunkan anak atau rare. Syarat kelima, perkawinan harus karena rasa suka sama suka. Sebab jika salah satunya tidak suka, atau kedua-duanya tidak suka. Kawin paksa misalnya, seperti zaman Siti Nurbaya dulu. Perkawinan tentulah hanya menimbulkan bencana.
            Soal suka dan tidak suka ini, akan berkaitan erat dengan pergaulan. Pergaulan, mempengaruhi perkawinan. Namun dalam pergaulan birahi, orang terpikat oleh orang yang sering ditatapnya, atau cocok dengan gambar idamannya. Jika seseorang gadis hanya bergaul dengan gadis, birahinya akan hinggap pada gadis itu. Jika pria dengan pria, birahi kasinya akan melekat pada lelaki pula. Ini birahi yang salah tempat.
            Birahi yang salah tempat ini menimbulkan perasaan yang aneh-aneh. Pria merindukan pria. Perempuan merindukan perempuan. Hingga bila birahi ini larut, bisa jadi manusia merindukan hewan, atau lukisan, atau mayat, patung dan sebagainya. Birahi seperti ini, semata-mata hanya berdasarkan kepuasannya sendiri. Ini tidak nalar, karena orang yang seperti ini akan menggunakan apa saja untuk memuaskan yang disenanginya. Nafsu ingin puas sendiri. Merusak hukum alam. Menurut ajaran Kanda Pat Rare, perkawinan bukanlah dari birahi yang salah, apalagi birahi yang buta?
            Dengan demikian, dapatlah dimengerti bahwasanya untuk menjalin hubungan yang baik, hidup selaras, harmonis antara suami dan istri, perlu dipertimbangkan beberapa hal : Pertama, hubungan itu dibangun atas dasar cinta sama cinta. Kedua, agar diusahakan mencari pasangan yang selaras, artinya perbedaan fisik maupun kejiwaannya tidak terlalu mencolok. Misalnya, wajah tidak terlalu berbeda, pendidikan tidak jauh berbeda. Karena kalau yang satu cerdas dan yang satunyabego, tentu sulit menjalin komunikasi yang harmonis. Ketiga, punya sikap tenggang rasa dan toleransi yang tinggi, memiliki kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi masalah kehidupan.
b. Menghitung hari
            Dalam mewujudkan keluarga yang bahagia serta selamat sekala-niskala. Ternyat lima syarat yang telah diajukan di muka, belum cukup. Masih ada hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu menghitung hari. Menentukan hari baik untuk melaksanakan upacara perkawinan tersebut. Seperti halnya seorang bayi atau rare, sifat-sifatnya, karakternya, nasibnya serta masa depannya. Akan turut dipengaruhi oleh hari kelahirannya. Itulah sebabnya, kalau ada seorang bayi atau rare, yang lahir pada hitungan jelek, Tumpek kandang atau Tumpek wayang misalnya. Maka orang tua si bayi atau raretersebut, merasa perlu untuk membuat upacara bayuh oton, agar anaknya bisa terhindar dari mara bahaya.
            Begitupun halnya dengan hari perkawinan anda, baik buruknya akan dipengaruhi juga oleh hari tersebut. Bila salah menghitung hari, maka keburukanlah yang akan anda dapatkan. Dan bentuk keburukan itupun bermacam-macam, tergantung tingkat keburukan hari yang anda gunakan. Pertama, hal yang paling buruk adalah salah satu dari anda bisa mati muda, atau mati sebelum usia renta. Cara matinyapun aneka rupa. Adak arena kecelakaan, ada karena sakit yang tak terobati, ada pula karena mengakhiri hidupnya sendiri, alias bunuh diri.
            Kedua, yang agak ringan, dianggap ringan karena tidak ada matinya. Namun tetap saja buruk. Karena tidak ada matinya. Namun tetap saja buruk. Kalau bisa, ya di hindari. Yaitu rumah tangga anda rawan konflik. Dari masalah yang sangat sepele, sampai kepada masalah yang ruwet, bisa menjadi sumber konflik. Pokoknya tiada hari tanpa konflik. Bila tidak tahan, maka rumah tangga anda bisa bubar, alias cerai berai. Ketiga, lebih ringan lagi. Keluarga anda sering sakit-sakitan, boros, sering kena sial dan sebagainya.
            Semua keburukan akibat salah menghitung hari itu, tidak ada obatnya, disamping juga sulit dideteksi. Balian sakti sekalipun, tidak akan dapat mengatasi masalah ini, apalagi bebantenan. Upacara apapun yang anda buat tidak akan menyelesaikan maslah. Selain pipis telah, masalah tileh. Kecuali, pertama, orang itu memang harus sakti. Kedua, tau sumber masalah anda. Ketiga, pintar menghitung hari. Keempat, tentu saja bisa menjawab permasalahan anda. Kalau upacara perkawinan anda jatuh pada hitungan buruk seperti itu, tentu saja tidak akan mungkin dapat mewujudkan keluarga bahagia, selamat sekala-niskala.
-          Hari baik
Hari baik adalah hari yang layak dipakai untuk melaksanakan upacara perkawinan. Di dalam kalender-kalender Bali sudah dijelaskan semuanya. Sayangnya, mereka yang dianggap tahu masalah itu, apakah dia sulinggih, pemangku, atau masyarakat yang dituakan dan dianggap mengerti tentang hal itu, sering tidak dapat melihat semuanya, sehingga hitungannya menjadi kurang tepat. Paling tidak, dalam menghitung hari, untuk menentukan dewasa ayu upacara perkawinan, usahakan memilih hari yang jatuh pada perhitungan-perhitungan ini : Amerta Danta. Amerta Dewa. Amerta Dewata. Amerta Murti. Amerta Yoga. Ayu Dana. Ayu Nulus. Dasa Amerta. Dauh Ayu. Darma Bagia. Dewa Mentas. Dewasa Ngelayang. Dewa Setata. Dewa Wredhi. Dina Jaya. Dirgha Yusa. Kamajaya. Panca Merta. Panca Wredhi. Purna Suka. Ratu Ngemban Putra. Sadhana Yoga. Siwa Sampurna. Subha Cara.
-          Hari Buruk
Hari buruk adalah hari yang hendaknya dihindari untuk di gunakan sebagai hari perkawinan anda.Sebisa-bisanya jangan dipakai, karena akan mendatangkan banyak masalah dalam keluarga anda. Yang tergolong hari buruk itu meliputi perhitungan-perhitungan berikut ini : Panglong 1-15. Uncal balung. Rangda Tiga. Sarik Agung. Sampar Wangke. Tali Wangke. Salah Wadi. Pati-pata. Mertasula. Lebur Awu. Karna Sula. Carik Walangati. Dagdig Karana. Pasah. Ingkel Wong. Amerta Papageran. Asuasa. Dina Carik. Geheng Manyinget. Kala Mangap. Kala Matapak. Kala Mretyu. Kala Ngeruda. Kala Pati. Kala Pegat. Kala Prawani. Kala Rau. Kala Siyung. Kala Suwung. Kala Sungsang. Kala Temeh. Kalu Aburau. Pamacekan. Purwanin Dina. Rarung Pagelangan. Sasih Anglawean. Tanpa Guru. Titi Buwuk. Wulan Tanpa SIrah (bulan tanpa sabtu kliwon).
Baik-buruknya hari perkawinan menurut saptawara : minggu = buruk. Senin = menemukan kesenangan. Selasa = sering bertengkar, sakit-sakitan. Rabu = sangat baik, banyak anak. Kamis = dikasihi banyak orang. Jum’at = memperoleh kesenangan, kekuasaan dan kemuliaan. Sabtu = panas membara, senantiasa sengsara. Baik-buruknya hari perkawinan menurut sasih : Kasa = buruk, sakit-sakitan. Karo = tidak terlalu buruk, tetapi sengsara hidupnya. Katiga = baik sampai anak cucu. Kapat = baik, bisa kaya, banyak anak. Kalima = baik, tak kurang makan minum. Kaenem = buruk, mati salah satu. Kapitu = baik, panjang umur. Kawolu = buruk, seret rejekinya, melarat. Kasanga = sangat buruk, penyakitan. Kadasa = sangat baik, bisa hidup senang dan mulia. Destha = buruk, mendapat malu.Sadha = buruk, sakit-sakitan.
Baik-buruknya hari perkawinan menurut tanggal : tanggal 1 = memperoleh panjang umur. Tanggal 2 tercapai cita-citanya. Tanggal 3 = banyak anak, baik karena anak. Tanggal 4 = suami nyaris mati. Tanggal 5 = rahayu, panjang umur. Tanggal 6 = mendapat sengsara. Tanggal 7 = senang dan selamat.Tanggal 8 = sangat buruk, penyakitan, nyaris mati. Tanggal 9 = buruk, sangat panas, sengsara sekali. Tanggal 10 = disegani, berwibawa mulia. Tanggal 11 = kurang rejeki. Tanggal 12 = mendapat kesusahan. Tanggal 13 = mendapat keuntungan dan kenikmatan. Tanggal 14 = sering bertengkar. Tanggal 15 = mendapat keburukan. Selanjutnya 15 hari berikutnya disebut panglong, tidak baik untuk dewasa ayu, seperti yang sudah dijelaskan di depan.
Baik-buruknya hari perkawinan menurut pertiti semutpada : awidiya = sebagai pedewasaan baik, tidak menemui kesulitan, dan keluarga akan mendapat kebahagiaan. Bawa = sebagai pedewasaan buruk, akan mendapat halangan atau kesulitan, pihak lain tidak bersimpati, tidak memperoleh kebahagiaan. Jaramarana = sebagai pedewasaan buruk, akan menemui kegeringan, pertengkaran dan kesulitan. Jati = sebagai pedewasaan cukup baik, pihak lain akan memberi perhatian, dan membantu sepenuhnya, namun masih dijumpai sedikit kesulitan dan hambatan. Namarupa = sebagai pedewasaan buruk, akan sukar mendapat kebahagiaan, orang-orang disekitarnya sering memfitnah, gossip jelek, memalukan dan sebagainya. Samskara = sebagai pedewasaan buruk, akan menemui kesulitan, kesedihan, pikiran kacau, menimbulkan konflik. Sedayatana = sebagai pedewasaan cukup baik, walau ada sedikit gangguan, keluarga dan pihak lain akan setia membantu. Separsa = sebagai padewasaan amat buruk, akan menimbulkan pertengkaran, kesulitan bingung, tidak menemukan kebahagiaan sekalipun banyak berkorban. Teresna = sebagai pedewasaan buruk, banyak musuhnya, akan menghadapi masalah yang serba sulit. Upadana = sebagai pedewasaan cukup baik, karena pihak lain akan bersimpati, sekalipun ada sedikit pengorbanan dan pemborosan. Widnyana = sebagai padewasaan baik, para kerabat akan membantu segala yang dikehendaki, dan akan menemui kebahagiaan. Wedhana = sebagai padewasaan cukup baik, banyak saudara yang membantu. Walau ada sedikit kesulitan dan pemborosan, tapi pikiran anda tetap tenang.
Pada kenyataannya, akan sulit mendapatkan pedewasaan yang benar-benar baik. Apalagi perkawinan anda akan sulit mendapatkan pedewasaan yang benar-benar baik. Apalagi perkawinan yang terjadi karena kecelakaan misalnya, artinya sudah terlanjur hamil. Maka pilihannya adalah yang terbaik, diantara yang terburuk. Maksudnya pilihan hari yang lebih banyak baik, ketimbang buruknya. Bila tidak ketemu, maka lakukanlah upacara perkawinan itu, dan nikmatilah hasilnya. Bila hasilnya memang baik ya sudahlah. Tapi bila hasilnya betul-betul jelek, maka segeralah diperbaiki.
c. Tata Krama Senggama
            Tujuan dari sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh anak. Sebab, kelak diharapkan anak menjadi penyelamat keluarga, membebaskan leluhur dari api neraka? Karena itulah seoran anak disebut putra, artinya dapat membebaskan orang tua, atau leluhur dari pendritaan alias neraka. Itulah sebabnya kehadiran seorang anak begitu penting bagi keluarga Hindu, khususnya Bali. Anak atau rare yang dapat membebaskan penderitaan keluarga, menjadi tempat berlindung orang tuanya, dan akhirnya kemudian menjadi penerus keturunan, haruslah anak yang baik, rare yang utama yang di dalam sastra Kanda Pat Rare disebut sebagai suputra.
            Hal ini juga terungkap dalam beberapa sastra Hindu sebagai berikut : membuat sebuah telaga untuk umum, itu lebih baik daripada menggali seratus sumur. Melakukan yadnya, itu lebih tinggi mutunya, daripada membuat seratus telaga. Mempunyai seorang putra, itu lebih berguna daripada melakukan seratus yadnya, asalkan putra utama alias suputra.
Niti Sastra menyebutkan :
            “ Sang Hyang Candra teranggana pinaka dipa memadangi rikala ning wangi. Sang Hyang Surya sedeng prabhasa maka di pamemadangi ri bhumi mandala. Widya sastra sudharma dipa ri kanang tri bhuwana sumene prahaswara. Yening putra, suputra sadhu gunawan memadangi kula wandhu wandhawa”.
Artinya :
            “Bulan dan bintang sebagai pelita yang menerangi di waktu malam. Matahari yang sedang terbit sebagai pelita menerangi seluruh wilayah Bumi. Ilmu pengetahuan, sastra utama sebagai pelita menerangi ketiga dunia dengan sempurna. Kalau di kalangan putra (anak) maka anak yang utama (suputra) menerangi seluruh keluarga”.
Demikian pula di dalam lontar Putra Sasana dinyatakan :
            “Mapa palaning suputra, pari purna dharmayukti, subhageng rat susilanya, ambek santa sedu budi, kinasihaning nasemi, pada ngakwa sanak tuhu, sami tresna sih umulat, apan wus piana ageng widhi, yan suputra unggul ring sameng tumitah”.
Artinya :
            “Bagaimanakah pahala seorang suputrayang sempurna dan berbuat dharma, termasyur susila dan bagus, hatinya damai dan berbudi mulia, setiap orang mengasihinya, semua mengaku keluarga, semua jatuh hati melihatnya, oleh karena Tuhan telah memastikan bahwa, orang-orang yang suputra unggul di antara semua mahluk”.
            Untuk menciptakan atau mendapatkan anak atau rare yang suputra, amat tergantung kepada upaya-upaya yang anda lakukan. Dan, salah satu caranya adalah lewat ajaran Kanda Pat Rare ini. Menurut ajaran Kanda Pat Rare, prose situ dimulai sejak anda melakukan senggama atau persetubuhan, tidak boleh asal joss, tidak boleh sembarangan. Ada tata karma senggama yang harus andajalani. Seperti contoh kasus berikut ini, dikutipkan dari epos Ramayana dan Mahabharata.Dalam Ramayana Prabu Dasarata betul-betul mengadakan persiapan matang sebelum “membuat” anak. Atau sebelum senggama alias bersetubuh dengan istrinya. Jadi, sebelum Dasarata melakukan “pertemuan” dengan istrinya, beliau dan istri terlebih dahulu elakukan upacara persembahyangan. Karena motivasi beliau bersenggama dengan istrinya, adalah untuk mendapatkan anak yang suputra, bukan untuk pemuasan birahi atau nafsu semata.
            Karena tujuannya untuk mendapatkan anak yang suputra alias anak yang utama, maka beliau melakukan tata karma senggama, menurut anjuran para Maha Rsi, maka begitu pula yang beliau peroleh. Empat anak dari tiga istrinya di memiliki kualitas tinggi. Bahkan anak tertua, yaitu Rama tak lain adalah titisan Dewa Wisnu. Tentu tak mudah menghadirkan “Wisnu” dalam keluarga, atau tentu tak mudah usaha yang dilakukan, sehingga dipercaya sebagai ayah Dewa Wisnu. Jika Wisnu ibarat magnit, maka beliau tentu hanya mau mendekati logam yang bersih tak berkarat. Dasarata salah satu contoh manusia yang bersih dalam arti seluas-luasnya.
            Contoh lain, kita bisa melihat pada kasus kelahiran Rahwana dan adik-adiknya. Wisrawa, seorang bhagawan sakti mandraguna, ketika melakukan senggama dengan Dewi Sukesi, adalah semata-mata karena dorongan nafsu birahi belaka. Mereka bukanlah suami-istri, karena kedatangan bhagawan sebenarnya adalah untuk melamar Dewi Sukesi, atas perintah atau permintaan anaknya Prabu Danapati. Tapi, malah dikwin sendiri. Akibat perkawinan itu, lahirlah Rahwana, Suparnaka, Kumbakarna dan Wibisana. Menurut cerita, hanya Wibisana lahir dari “prosedur” perkawinan yang benar, artinya sah secara filosofis, sosiologis dan yuridis. Karena ketika akan mengadakan “pertemuan” terakhir itu, sang bhagawan dan sukesi baru sdar, bahwa perbuatannya yang terdahulu sungguh tidak terpuji, tidak layak dilakukan oleh seorang bhagawan.
            Mereka baru menyadari, bahwa hanya sepasang suami-istri yang sah, yang bias melakukan hubungan intim begini. Karena dilandasi oleh kesadaran dan budi luhur, maka lahirlah Wibisana, manusia bijaksana dan berbudi luhur. Begitu pula dengan kelahiran Pandawa dan Korawa. Dewi Gandari yang menjadi ibu Korawa, diliputi perasaan penuh ambisi kekuasaan ketika bersenggama dengan suaminya. Gandari ingin punya anak banyak, karena ia berpikir dengan jumlah yang banyak pasti akan kuat. Dengan demikian, harapan Gandari, Kerajaan Astina, yang merupakan kerajaan adikuasa, akan tetap di pegang oleh anaknya. Harapan Gandari terpenuhi, ia punya anak 100 orang, sehingga sering disebut seratus Korawa.
Yang menarik adalah kasus Kunti. Istri pandu ini, oleh seorang resi sakti, diberikan kekuatan kesaktian untuk memanggil Dewa. Maka, ketika ia ingin anak yang bijaksana, teguh memegang dharma, ia memohon kepada Bhatara Dharma. Ketika ingin anaknya yang teguh fisiknya, teguh juga pendiriannya, ia mohon kepada Bhatara Bayu. Begitu pula ia mohon kepada Bhatara Indra, agar dianugrahi anak yang sakti mandraguna, ahli dalam ilmu perang, maka lahirlah Arjuna. Bahkan Kunti pun bias memanggil Dewa untuk kepentingan Madri, istri Pandu yang lain. Madri pun melahirkan anak kembar, Nakula dan Sahadewa, karena Kunti memohon kepada Bhatara Aswin yang juga kembar.
Dalam kenyataan hidup di masyarakat, kita sering melihat banyak anak lahir tanpa tata karma perkawinan yang benar. Di Amerika Serikat, pernah ada hasil penelitian, bahwa anak yang lahir dari hasil perkosaan sangat potensial untuk menjadi penjahat. Seperti disadari, anak yang lahir dari perkosaan tentu anak yang tidak diharapkan. Yang diperkosa maupun yang emperkosa, tentu tidak memiliki rencana dan persiapan untuk “membuat” anak. Yang diperkosa tentu memberontak penuh dendam. Begitu pula, yang memperkosa akan berjuang penuh nafsu untuk melampiaskan nafsu bejatnya. Maka, hasilnya tentulah seorang anak yang dipenuhi sifat-sifat dendam dan penuh nafsu.
Bahkan setelah menikah secara sah, persenggamaan itupun tidaklah dapat dilakukan sebebasnya. Oleh karena, pada saat-saat tertentu, masih terdapat larangan-larangan untuk melakukan persenggamaan. Maka dari itu, bagi suami istri perlu memperhatikan sikapnya masing-masing, agar tidak mempunyai pengaruh yang tidak baik. Menurut pandangan agama Hindu di Bali, bahwa sesungguhnya sang penganten itu, masih dikatakan mempunyai sifat-sifat wyawahara (pertentangan-pertentangan). Wyawaraha inilah yang meresapi badan dan jiwa pengantin, yang menyebabkan mereka menjadi leteh (cemar)dan cuntaka (cacat). Agar cemar cuntaka tersebut hilang, maka pegantin itu perlu diupacarai prayas cita (disucikan), dan disertai dengan pengupakara (sesajen) yang disebut mawidhi-widhana mesakapan byakala nganten. Penyucian diri sang penganti itu sangat perlu, untuk menghapus cemer dan cuntaka yang ada pada diri mereka. Dengan demikian, anak yang diperolehnya nanti itupun akan terlepas dari kecemaran dan kecatatan.
Didalam lontar Anggastyaprana disebutkan bahwa kalau “pertemuan” (persenggamaan) tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan, maka tiada bedanya bagaikan pertemuan atau perkawinan binatang kidang atau menjangan. Selanjutnya disebutkan pula, kalau sang istri sedang tidak suka untuk digauli, hendaknya jangan dipaksa atau diperkosa, jangan mencaci-maki dan lain-lain. Begitu pula pada saat si istri sebel ring dewek (menstruasi) jangan diajak bersenggama. Kalau dipaksa, maka persenggamaan itu leteh dan cuntaka. Seandainya itu terjadi, dan kebetulan menghasilkan pembuahan, maka anak yang lahir, akan membawa bermacam-macam penyakit, nakal dan angkuh terhadap ibu bapaknya, sangat menyusahkan orang tuanya. Akibat lainnya adalah sang istri sering mengalami keguguran.
Untuk mewujudkan keluarga bahagia selamat sekala-niskala, sebaiknya kita memahami tata karma senggama. Disamping yang sudah disebutkan diatas, yaitu menyangkut pikiran dan perasaan. Masih ada hal lain yang perlu anda perhatikan seperti berikut : Menurut lontar Smara Kriddha Laksana bahwa sumai istri yang akan melakukan senggama hendaknya mengucapkan mantra : “Om krong keretaya sampurana Dewa Manggala ya namah”. Selanjutnya dalam persenggamaan, agar suami istri memperoleh keturunan atau anak yang bijaksana, maka mengucapkan mantra : “Om rang Rudra ya namah, idep sira sadkrosa”. Kalau menginginkan anak yang selalu berhasil dalam hidupnya nanti, penciptaan itu suami istri hendaknya selalu berbuat baik. Dilarang membunuh mahluk hidup dan hati senantiasa tentram serta damai. Dan bila ingin punya anak yang pintar, mantra ini yang diucapkan : “Om srikomadewa ya namah”, syaratnya ialah suami-istri dalam melakukan “hubungan” itu hendaknya saling asih.
Menurut Gde Puja, M.A berkaitan dengan masalah tata krama senggama ini menambahkan, sebaiknya anda tidak melakukan senggama itu pada saat hari-hari berikut ini : a. Hari-hari suci atau rerahinan jagat, b. Bulan purnama, c. Tanggal ke 14 (prawani) sehari sebelum purnama/tilem, d. Purwanin dina dan purwanin asih, e. Weton suami atau istri, f. Pada saat menstruasi untuk masa empat hari. Akan tetapi, bila memang tidak ingin mewujudkan keluarga bahagia selamat sekala-niskala, dengan anak-anak yang suputra, maka semua aturan itu tidak berlaku. Artinya, bersenggama semata-mata untuk kesenangan atau pemuasan nafsu belaka, itu boleh dilakukan kapan saja dimana saja.
Jadi, disamping pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh kesalahan menghitung hari, dalam menentukan hari perkawinan, maka gerak pikiran, sikap, gaya, maupun sifat-sifatsaat melakukan senggama, juga berpengaruh terhadap bayi. Kwee Tek Hoay, dalam bukunya penghidupan di Sananya Kubur, menyebutkan bahwa, pada saat menanam bibit (bersenggama) harus betul-betul memperhatikan kebersihan gerak pikirannya, agar supaya roh-roh yang tidak baik jangan sampai menjelma sebagai anaknya kelak.
d. Bayi dalam kandungan
            Bayi dalam kandungan bisa terwujud karena pertemuan antara kama petak dan kama bang, atau pertemuan antara cukla yang keluar dari purusa (laki-laki) dan swanita yang keluar dari pradana (wanita). Kama petak adalah air mani laki-laki yang juga disebut cukla, yang denganSang HyangSemara. Sedang kama bang adalah air mani perempuan yang disebut swanita , disimbolkan dengan Dewi Ratih. Kama petak dan kama bang juga disebut cukla swanita, yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih.Tumbuhnya bayi di dalam kandungan menurut agama Hindu adalah berkat bertemunya sang cukla swanita. Pertemuan itu baru dapat dibenarkan secara agama, apabila dilakukan oleh suami-istri yang sah.
            Seperti diketahui, bahwa unsur kelaki-lakian dan unsure kewanitaan, didalam lontar-lontar di Bali maupun dalam buku medis yang lain, mempunyai beberapa macam sambutan. Unsur laki-laki itu disebut kama petak, sukla, kamajaya, Sang Hyang Semara, sperma, sel mani, airmani. Sedangkan unsure kewanitaan itu disebut kama bang, swanita, kama ratih, Dewi ratih,ovum, sel telur dan air mani. Pertemuan sang cukla-swanita dari pria-wanita yang belum menikah sah, sebelum melakukan upacara perkawinan di anggap “kotor”. Pertemuan semacam itu disebut capa. Jika pertemuan capa ini menurunkan anak, maka anak yang lahir disebut astra. Anak astra tidak dapat disebut sebagai keturunan yang utama, karena kelahirannya itu semata-mata berdasarkan atas kepuasan nafsu birahi belaka (hanak-hanaking asmara dudu).
            Pertemuan antara cukla dan swanita atau sperma dan ovum dari suami-istri, yang diwujudkan dengan melakukan hubungan senggama atau persetubuhan, mengakibatkan terjadi pembuahan atau kehamilan. Pertemuan antara sel mani tau sel telur (cukla-swanita) inilah yang kemudian menghasilkan manik, cikal bakal si jabang bayi. Sedangkan menurut lontar anggastyaprana, pertemuan kama itu disebut Sang Ajursulang. Pertemuan itu setelah luluh menjadi satu, disebut Sang Bubur Rumaket. Pada saat itulah datang Sang Hyang Nilakanta memberikan berkah, sehingga kentalah kama itu bagaikan telur. Telur tersebut dinamakan Sang Hyang Antigajati. Telur yang telah dihasilkan di dalam tube ampulla yang oleh getaran halus selaput lender, pada dinding tube, menyebabkan telur itu masuk lebih jauh ke dalam tube, dan akhirnya sampai ke dalam rahim. Setelah sampai pada rahim, telur itu lalu melekat atau membenamkan dirinya, seolah-olah berakar pada lapisan lendir endometrium. Peritstiwa ini dinamakan implantasi atau “nidasi”.
            Jadi setelah pertemuansperma dan ovum (cukla-swanita) sehingga terjadi pembuahan, yang disebut sygote atau telur yang dihamilkan, atau Sang Hyang Antigajati, inilah yang dimaksud dengan manik. Manik ini masuk ke dalam garbha-pradana (perut sang ibu), dan akhirnya nidasi (mengendap) di dalam kunda cacupu manik itu mengalami proses pertumbuhan, semakin hari semakin besar, dan mengubah dirinya sehingga nantinya berbentuk seorang bayi (rare).
            Masih menurut lontar Aggastyaprana, pertumbuhan embrio atau Sang Antigajati hingga nantinya mencapai kesatuan tubuh yang lengkap, adalah berkat para Dewa yang asih dan memberikan berkah, agar embrio atau Sang Antigajati, maka datanglah para Dewa, antara lain : Sang Hyang Murcohaya, Sang Hyang Taya, Sang Hyang Ngalengis, Sang Hyang Rajatangi, Sang Hyang Murtining Luwih. Selain itu, datangjuga para Dewa Nawasanga, Sapta Rsi, Panca Rai, dan Sang Hyang Tiga Wisesa, lalu mewujudkan Sang Antigajti dari manic menjadi janin (bayi). Pada saat embrio atau Sang Antigajati diwujudkan sebagai bayi (janin) dinamakan Sang Pratimajati. Jadi, yang dinamakan Sang Pratimajati tiada lain adalah janin itu sendiri, yaitu embrio atau Sang Antigajati setelah berumur 2 bulan kandungan.
            Selanjutnya para Dewa pun bergotong royong merampungkan proyek tersebut, merampungkan si jabang byi dari manik hingga menjadi bayi, antara lain : Sang Hyang Akasa memberikan kepala, Sang Hyang Ajining Akasa memberikan rambut, Sang Hyang Surya-Candra memberikan mata kiri dan mata kanan, Sang Hyang Baruna dan Sang Hyang Margalaya memberikan hidung, Sang Hyang Margacraya memberikan kedua lubang telinga, Sang Hyang Yama memberikan mulut, Sang Hyang Margayama memberikan lubang mulut, Sang Hyang Parigimanik memberikan gigi, Sang Hyang Rijasi memberikan gusi, Sang Hyang Maneptan memberikan bibir, Sang Hyang Madulatha memberikan pantat, Sang Hyang Cittawawaca memberikan perasaan, Sang Hyang Lape memberikan pipi, Sang Hyang Ngelaning memberikan dagu, Sang Hyang Atunggal memberikan leher, Sang Hyang Watu Gumulung memberikan “batun salakan”, Sang Hyang Taya memberikan tangan dan kaki, Sang Hyang Rontek memberikan jeriji, Sang Hyng Pancanaka memberikan kuku, Sang Hyang Munyang memberikan usehan (pusaran pada kepala) dan pungsed (pusar pada perut), Sang Hyang Angantala memberikan hulu hati.
            Begitu pula Panca Rsi, turut ambil bagian dalam membentuk si jabang bayi seperti : Sang Korsika memberikan kulit, Sang Garga memberikan daging, Sang Metri memberikan otot, Sang Purusa memberikan sum-sum. Dan ternyata Dewa Nawasangha pun tak mau ketinggalan, beramai-ramai menyempurnakan wujud si jabang bayi, seperti : Sang Hyang Iswara memberikan papusuh (jantung), Sang Hyang Maheswara memberikan paru-paru, Sang Hyang Brahma memberikan hati, Sang Hyang Ludra memberikan usus, Sang Hyang Mahadewa memberikan ungsilan(buah pinggang), Sang Hyang Sangkara memberikan limpa, Sang Hyang Wisnu memberikan ampru (empedu), Sang Hyang Sambu memberikan ineban (ubun-ubun), Sang Hyang Siewa memberikan tumpuking hati. Yangbernama tumpuking hati adalah bhayu, yang bernma bhayu adalah atma, dan atma itulah berwujud “Sang Hyang Urip”, yaitu Dewa yang memberikan kehidupan pada semua mahluk di dunia ini.
e. Panca mahabutha membentuk bayi
            Mengenai proses terjadinya janin (bayi) sebagaimana di paparkan tadi, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa, kejadian jasmaniah janin (bayi) itu berasal dari unsure-unsur Panca Mahabutha, dan inti sari dari Panca Mahabutha disebut Panca Tanmatra. Adapun perwujudan janin (bayi) yang tersisa dari unsur-unsur Panca Tanmatra dan Panca Mahabhuta adalah sebagai berikut. Panca Mahabutha yang membentuk bayi : 1. Pertiwi, menjadi serba padat, misalnya : kulit, daging, otot-otot, lemak dan sebagainya. 2. Apah, menjadi serba cair, misalnya : darah, keringat, air kencing dan sebagainya. 3. Teja, menjadi serba bercahaya, misalnya : mata, panas badan dan sebagainya. 4. Bayu, menjadi serba bergerak, misalnya : bernafas, berjalan, makan dan sebagainya. 5. Akasa, menjadi serba berlubang, misalnya : lubang hidung, lubang telinga, lobang pantat dan sebagainya.
f. Panca tanmatra yang membentuk bayi
1. Sabda Tanmatra menjadi telinga
2. Sparsa Tanmatra menjadi kulit
3. Rupa Tanmatra menjadi mata
4. Rasa Tanmatra menjadi lidah
5. Ganda Tanmatra menjadi hidung
            Mengenai umur berapa sebenarnya manik dalam kandungan berubah enjadi bayi, menurut beberapa catatan, baik berupa lontar maupun buku, menerangkan secara berbeda-beda. Cecangkriman Kanda Pat, menyebutkan bahwa setelah kandungan itu berumur 2 bulan (karongulan suba meraka manusa). Sedangkan lontar Kanda Pat Rare, menyebutkan setelah berumur 5 bulan. Begitu pula keterangan dalam buku Manusa Yadnya, menyebutkan kira-kira 3 bulan (sawatara tigang sasih). Sedangkan menurut buku upacara Manusa Yadnya, menyebutkan kira-kira berumur 5 bulan (lebih kurang 6 bulan kalender). Proses perkembangan dan pertumbuhan manik hingga akhirnya menjadi bayi sempurna, hingga siap dilahirkan, itu disebut Kama-reka. Sebagaimana diungkapkan dalam buku Manusa Yajna. Begitu pula menurut Drs. I Gusti Ketut Adia Wiratmaja, bahwa manik yang mengalami pertumbuhan disebut kama-reka.
f. Kama Reka
            Menurut salinan lontar Kanda Pat Rare, proses pertumbuhan manik hingga menjadi janin (bayi) adalah sebagai berikut : pada saat itu terjadi pertemuan ayah dan ibu (bersenggama). Ketika itu, benih laki-laki keluar dari ayah dan benih perempuan keluar dari ibu. Setelah sebulan pertemuan itu berlalu, aka tibul pancaran matahari dan bulan. Dua bulan pertemuan berlalu, maka timbulah suara, pikiran dan tenaga. Tiga bulan pertemuan berlalu, maka terbentuklah pancawarna (lima warna). Empat bulan pertemuan berlalu, maka terbentuklah Dewata Nawasanga (Sembilan Dewa). Lima bulan pertemuan itu berlalu, terbentklah bumi dan langit, kemudian bersatu membentuk manusia, bermata, bertelinga, berhidung, bermulut, bertangan, berkaki, berkemaluan, berpantat, dan pada saat ini si jabang bayi bernama Sang Hyang Putih Majati.
            Enam bulan ada di dalam kandungan, maka ada saudara dari jabang bayi, yang keluar dari ayah disebut Babu Lembana.Tujuh bulan di dalam kandungan, maka ada saudara jabang bayi, yang keluar dari ibu, bernama Babu Abra. Delapan bulan ada di dalam kandungan, lagi ada saudara jabang bayi, yang keluar dari ayah bernama BabuUgian. Sembilan bulan ada di dalam kandungan, keluar lagi saudara si bayi dari ibu, bernama Babu Kadered. Setelah sepuluh bulan ada didalam kandungan, maka bayi sudah siap untuk dilahirkan.
g. Merawat kehamilan
            Bila seorang istri mulai mengandung, hamil, maka banyak hal yang perlu menjadi perhatian. Baik oleh si istri yang bersangkutan, maupun oleh sang suami. Terutama sekali tatkala si istri itu, baru untuk pertma kalinya mengandung. Artinya hamil baru pertama kali. Diawali dengan nyidam, istri nyidam akan banyak sekali permintaannya, yang kadang-kadang terasa aneh dan mengada-ada. Permintaan itu sedapat mungkin dipenuhi. Sebab, jika tidak terpenuhi dapat membawa efek yang kurang baik terhadap bayi yang sedang dikandungan. Karena permintaan istri yang nyidam, merupakan reproduksi keinginan si bayi, akan suatu makanan (zat), demi kelangsungan hidup dan perkembangan di dalam kandungan.
            Dalam kenyataannya, hidup dan perkembngan seorang bayi selama dalam kandungan, sangat tergantung dari sikapibunya (orang tuanya). Baik masalah makanan, kesehatan, maupun dari segi watak atau kejiwaannya. Karena itu, baik fisik maupun kejiwaan seorang bayi, sangat ditentukan oleh sifat, watak kejiwaan seorang ibu waktu mengandung.
h. Perawatan sekala
            Untuk mendapatkan seorang bayi yang baik, seorang ibu secara umum dapatlah disarankan, agar mendapat perawatan dan pelayanan yang cukup baik, antara lain : perawatan kesehatan dari paramedis, pemenuhan makanan bergizibagi ibu dan bayinya, serta perawatan mental dan psikologi seperti ajaran-ajaran agama dan kejiwaan. Sikap lain yang patut diperhatikan tatkala istri sedang hamil antara lain : Tidak membangunkan istri yang sedang tidur. Kedua, tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur. Sebab pada saat istri tidur, ia mendapat hubungan pemeliharaan secara gaib dari para Dewa, kala dan pitara (roh leluhur), agar bayi yang dikandungnya itu dapat hidup dan selamat.
            Adapun Dewa yang memberikan kekuatan gaib antara lain : Sang Hyang Sukana, Sang Hyang Mertyu Jiwa, Sang Hyang Prama Wisesa, Pitara (roh leluhur), baik dari garis laki-laki maupun perempuan. Selain itu, dikatakan pula, pada saat si istri yang sedang hamil itu makan, dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya. Apa sangsinya, jika larangan itu dilanggar? Kalau suami melanggar larangan tersebut, maka akan mendapat kutuk para Dewa, Kala dan Pitara. Si istribisa mengalami keguguran, bayinya mati dalam kandungan, sulit waktu melahirkan, lahir uda dan sebagainya. Disamping itu, pada saat istri hamil, bila ia sedang makan, hendaknya jangan diajak bicara, apalagi diberi kata-kata kotor, kasar, keras yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena, Sang Hyang Urip sedangbersemayam pada orang yang sedang makan.
           Itulah sebabnya kemudian muncul mitos yang mengatakan, tidak boleh membunuh orang yang sedang makan, walaupun dia seorang penjahat atau musuh sekalipun. Maka dari itu, bagi suami-istri agar semua pikiran, perkataan dan perbuatan, diarahkan pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma), agar terhindar dari malapetaka, baik bagi mereka berdua, maupun anak yang dikandungnya. Kepada istri yang sedang hamil, agar suka mendengarkan sekaligus melaksanakan nasehat-nasehat, membaca kitab-kitab bertuah seperti cerita kepahlawanan, bermacam-macam sesana (peraturan tingkah laku), memeriksakan kesehatan jasmaninya, memperhatikan makanan yang sehat dan bergizi dan sebagainya. Semua aktivitas itu akan berpengaruh, dan menurun pada anak atau karakteristik bayinya nanti. Demikian pula, si suami hendaknya ikut pula menjaga kedamaian dan kerukunan rumah tangga, terutama terhadap istrinya yang sedang mengandung.
            Ada lagi, beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian, dari suami yang istrinya hamil. Khususnya mengenai aktivitas yang hendaknya tidak dilakukan selama istrinya hamil. Seperti, jangan mencambuk sapi tatkala bekerja di sawah. Tidak boleh ngetok lait, atau menyumbat segala bentuk lubang (sombah), karena menurut kepercayaan, semua perbuatan itu akan membawa efek yang kurang baik bagi calon anaknya.
Dalam salinan lontar Eka Pertama, disebutkan beberapa sikap bagi suami, sebagai kepala rumah tangga pada waktu istri hamil. Seorang suami hendaknya melakukan swadharma agar menurunkan anak yang baik (dharma putra), yaitu tidak diperkenankan memotong rambut, membangun rumah, menyelenggarakan pengangkatan anak, membuat tambak (empang) membuat pagar rumah atau pagar ladang, memperistri wanita lain, selingkuh. Larangan-larangan berlaku bagi suami tersebut, konon merupakan petuah dari Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu.
i. Perawatan niskala
            Disamping perawatan secara niskala tadi, maka di dalam usaha memelihara keselamatan bayi selama ada dalam kandungan, perlu adanya perawatan secara niskala, yaitu lewat beberapa upacara yang dilakukan. Dan salah satu usaha ke arah itu, adalah upacara nyidam yang disebut upacara “Pangrujakan”. Maksud dan tujuan upacara ini adalah, supaya kandungan si ibu itu, supaya bayi (manik)yang sedang memproses dirinya di dalam kandungan, menjadi waras, sehat atau terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Didalam buku Manusa Yajna menyebutkan bahwa, supaya bayi yang ada dalam kandungan menjadi waras, kuat dan dirgayua (panjang umur), artinya tumbuh dengan normal, perlu ditolong dengan sarana sadrasa yang disebut rerujakan. Gunanya adalah memberikan alat perekat terhadap manik dalam rahim, yaitu pada saat si ibu hamil sedang nyidam.
            Rujak yang telah selesai dibuat, lalu dimohonkan restu ke hadapan para Dewa dan roh leluhur, dengan harapan agar ibu dan bayi yang sedang dikandungnya menjadi selamat. Selanjutnya adalah upacara “pagedong-gedongan”, upacara ini baru dapat dilakukan setelah umur kandungan mencapai 5 bulan ke atas, dimana wujud bayi pada saat itu dianggap sudah sempurna. Upacara pagedong-gedongan, secara rohaniah adalah suatu usaha pembersihan dan pemeliharaan atas keselamatan si anak dan ibunya. Yang disertai pula dengan suatu pengharapan, agar anak yang lahir kelak menjadi orang yang berguna di masyarakat, dan dapat memenuhi harapan orang tuanya.
            Adapun upacara pagedong-gedongan itu pada pokoknya terdiri atas : byakala, peras, daksina, ajuman, prayascita, pagedong-gedongan (gedong), sayut pengambean atau sesayut pemahayu tuwuh.Pagedong-gedongan (gedong) itu sendiri, adalah sejenis sesajen yang berbentuk sebuh gedong (rumah-rumahan), yang didalamnya dimasukkan beberapa perlengkapan, seperti misalnya : beras, sebutir telur ayam, nyuh gading, segulung benang, uang kepeng 225 butir, dilengkapi dengan beberapa jenis banten lainnya, seperti canang tubungan, dan beberapa jenis rempah-rempah.
            Banten pagedong-gedongan ini merupakan simbolik dari perut ibu, yang menggambarkan si bayi beserta saudara-saudaranya (Sang Catur Sanak). Tujuan banten ini adalah mengandung arti simbolik, agar kandungan si ibu menjadi selamat, dan peliharaan keselamatan si bayi agar kuat nidasi, serta selamat ada dalam kandungan, dapat berproses dengan sempurna sampai pada saat kelahirannya nanti. Dan terakhir adalah upacara Ngelukat Bobotan. Upacara ini agak jarang dilakukan masyarakat. Namun, tetap saja saya tulis disini, karena masih berhubungan dengan bayi dalam kandungan.
            Menurut Ida Padanda Oka Kanitan, kata Ngelukat Bobotan itu mengandung pengertian, peleburan segala dosa, dan korotan (ngelukat) dari kandungan (bobotan) seorang ibu. Jadi upacara Ngelukat-Bobotan ini, adalah suatu upacara yang bertujuan melenyapkan atau melebur segala noda kotoran (leteh) suatu kandungan dengan sarana bebantenan, sesajen. Adapun sesajen (banten) yang digunakan dalam upacara ngelukat bobotan ini, antara lain yang terpenting adalah : air (tirta) penglukatan, canang, peras, daksina, lis, isuh-isuh, serta banten penglukatan di paon (dapur), biasanya berupa peras pengambeyan. Di haturkan kehadapan Bhatara Brahma, agar beliau berkenan untuk melebur kotoran, leteh si ibu hamil. Pengelukatan tersebut secara rohaniah dianggap mengandung suatu mujijat, yang dapat melebur atau melenyapkan segala noda kotoran, yang mungkin masih melekat pada ibu yang sedan mengandung. Dengan demikian, diharapkan agar ibu yang mengandung beserta bayinya itu menjadi bersih dan suci.
            Sekarang, perhatikanlah mantra yang biasa digunakan oleh para pendeta, untuk memuja Tirtha penglukatan tersebut : “Om Sang Hyang Ayu munggah pritiwi, pritiwi melomba-lomba, angebeking bwana, om pengelukatan dacamala, kalukat metu sira anadi dewa, kalukat metu anadi bhujangga, kalukat metu sira anadi jadma manusa, kalukat mameneng kapanggih sukha sugih, saisining rat bwana kabeh, sapangangoning bumi, kelod kauh yeh minagaken, cudha dewa, cudavmanusa. Om sa bata a I n ma ci wa ya”.
            Dari makna mantra tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa, tujuannya adalah memohon keselamatan dan kesucian agar ibu beserta bayinya menjadi selamat, dan bersih lahir batin. Ucapan mantra itu mengandung pengertian dan pengharapan, agar ibu dan bayi yang dikandungnya itu mempunyai sifat-sifat Dewa (kebaikan), Bhujangga (orang yang memiliki ilmu pengetahuan, sastra dan ilmu agama), dan juga memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Disamping juga bertujuan agar hidupnya nanti memperoleh kesenangan, kekayaan, dengan berbagai isi dunia dan lain-lainnya. Upacara Ngelukat bobotan ini biasanya dilakukan bila suatu kehamilan itu mengenai wuku wayang, khususnya Tumpek wayang. Karena hariyang berwuku wayang di anggap sebagai hari yang jelek, kotor, leteh. Dan merupakan hari (wuku)nya Bhuta Kala, yang mempunyai pengaruh-pengaruh negative terhadap kehidupan manusia di Dunia.

j. Kanda empat rare
            Yang dimaksud dengan Kanda Empat Rare disini tidak lain adalah Sang Catur Sanak dan bayi. Catur Sanak berarti saudara empat. Rare sama dengan bayi. Setiap diri manusia mempunyai saudara empat. Ketika manusia masih berupa janin di dalam perut ibunya, ke empat saudara ini nyata. Kasat mata. Bisal dilihat dengan mata telanjang. Adapun yang tergolong saudara empat, atau Kanda Empat Rare antara lain : 1. Yeh Nyom (air ketuban), 2. Getih atau rah (darah), 3. Banah/lamas (bungkus atau lemak pada kulit) dan 4. Ari-ari (uri/placenta). Itulah nama-nama saudara empat yang menyertai bayi selama dalam kandungan. Keempatnya itu merupakan wujud nyata, dapat dilihat pada saatseorang ibu melahirkan bayinya. Akan tetapi dalam wujud abstrak, keempat saudara ini tidak dapat dilihat. Namanya pun berubah-ubah, sesuai dengan pertumbuhan si bayi.
            Melihat fungsinya, keempat saudara itu besar sekali jasanya, dalam menjaga serta memelihara si bayi, selama ada dalam kandungan, sampai saatnya ia lahir ke Dunia. Maka dari itu, tidak salah kalau mereka disebut Catur Sanak atau Nyama Catur (saudara empat) si bayi, istilah Balinya Kanda Empat Rare, terhadap Yeh Nyom, Getih, Ari-ari dan Lamas, karena merekalah yang selalu menemani dan merawat si bayi. Bahkan menurut mitologi, si bayi telah berjanji tidak akan melupakan keempat saudaranya itu. Kalau sampai lupa, maka keempat saudaranya itu tidak akan menjaganya lagi. Janji itu diberikan dengan harapan, pada saat si bayi lahir agar di tolong mencari jalan keluar, yaitu ada yang membukakan pintu (yeh nyom), ada yang memapah dari kiri dan kanan (getih, lamas) dan ada pula yang mengantar dari belakang (ari-ari).
1.      Yeh nyom (air ketuban)
Sejak hamil muda, kira-kira 3 bulan lamanya, sel-sel lapisan amnion, terutama yang meliputi bagian placenta, sudah mengeluarkan sedikit cairan jernih, yang berkumpul di ruangan amnion di mana janin itu berada. Bertambah tua kehamilan itu, maka bertambah banyak pula cairan amnion, sehingga pada bulan ke 10, janin seolah-olah terbenam dalam cairan tersebut. Cairan itulah yang disebut air tuban atau Yeh nyom. Fungsi yeh nyom antara lain : pertama, menjaga supaya jangan sampai da perlekatan antara amnion dengan janin, jika janin tumbuh menjadi besar. Kedua, menjamin tumbuhnya janin dengan sempurna, dengan tidak ada rintangan. Ketiga, menjaga agar tali pusar tidak mudah tertekan oleh janin. Misalnya, kalau perut perempuan hamil itu terbentur, atau mendapat pukulan dari luar, sehingga janin tidak mendapat kerusakan atau gangguan.
Dan bila bayi akan lahir, maka lapisan amnion itu lebih dulu pecah. Bila belum pecah, maka bayi tidak dapat lahir. Itulah sebabnya, kenapa Yeh Nyom disebut sebagai pembuka jalan bagi kelahiran seorang bayi.Sehubungan dengan itu, seorang bidan sering membantu seorang ibu, yang melahirkan, dengan merobek lapisan amnion, dengan maksud mempercepat kelahiran bayinya. Disamping itu Yeh Nyom juga berguna untuk melicinkan jalannya bayi keluar dari vagina seorang ibu. Jadi begitu besar jasa Yeh Nyom terhadap bayi, baik semasih dalam kandungan, maupun saat kelahirannya ke Dunia.
2.      Getih (darah)
Didalam rahim seorang ibu, ada ruangan-ruangan berisi darah yang berasal dari si ibu.Ruangan-ruangan itu kemudian disebut intervillair. Di tengah-tengahintervillair ini terdapat jonjot-jonjot chorion, yang tumbuh terus menerus dan bercabang-cabang, seakan-akan sebuah pohon. Sementara itu, pada tiap-tiap pohon dan cabang, tumbuhlah pembuluh darah, yaitu pembuluh darah vena dan arteri yang dapat mengalirkan darah janin. Darah vena berguna untuk mengangkat zat makanan ke dalam tubuh janin (bayi), dan darah arteri adalah untuk mengeluarkan ampas pertukaran zat dari tubuh janin (bayi). Kedua macam darah itu hanya terpisah oleh dinding villus (jonjot-jonjot), dan melalui dinding inilah terjadi pertukaran zat-zat makanan dari darah si ibu ke darah janin (bayi).
Ruangan Itervillair itu berada pada placenta. Dengan demikian, di dalam placenta itu sendiri terdapat beberapa macam peredaran darah, yaitu melalui pohon dan cabang dari jonjot-jonjot chorion tadi. Darah arteri dari dinding uterus (rahim), amat banyak melalui deciduas basalis (lapisan pembungkus telur). Dengan demikian, melalui arteriitu mengalir darah si ibu, ke dalam ruangan intervellair yang luas, pada bagian pinggir dari sekeliling placenta. Dan ruangan vena ini disebut“sinus circularis”.Oleh karena banyaknya terdapat jonjot-jonjot horion, maka pembuluh-pembuluh darah dalam jonjot-jonjot itu, berkumpul pada bagian placenta di bawah lapisan amnion. Pembuluh-pembuluh venaakhirnya meenjadi satu vena yang besar (vena umbilicalis). Dan pembuluh-pembuluh arteriberkumpul menjadi dua pembuluh, yaitu 2 arteri umbilicalis. Ketiga pembuluh darah ini (1 vena umbilicalis dan 2 arteri umbilicalis) akhirnya berpisah dengan placenta dan menyatu dengan tali pusar.
Jadi, begitu besar jasa getih terhadap kelangsungan hidup janin di dalam kandungan ibunya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pembuluh-pembuluh darah, seperti vena umbilicalis yang mengalirkan darah dari placentake tubuh janin, melalui tali pusat (pusar) dengan membawa zat-zat makanan. Dan 2 pembuluh arteri umbilicalis berfungsi mengalirkan darah dari janin kejurusan placenta, dan di dalam darah ini terdapat ampas-ampas yang akan dibuang oleh janin ke dalam darah si ibu. Tanpa darah (getih) manusia takkan bisa hidup.

3.      Ari-ari (uri/placenta)
Ari-ari (uri/placenta) ini tidak kalah pentingnya dari saudara-saudaranya yang lain. Sebagaimana diuraikan I K. Kanta, bahwajanin itu hidup di dalam zat hormone dalam placenta (ari-ari). Zat hormon ini, disamping berfungsi schokbeaker, sehingga si bayi tetap aman, selamat bila misalnya si ibu jatuh, juga berfungsi sebagai pengatur suhu disekeliling janin (bayi) agar tetap konstan. Placenta dapat dianggap sebagai stasiun pembantu, penyalur sari-sari makanan dan o2 dari si ibu kepada bayinya, dan juga sebagai penampung sisa-sisa makan serta CO2 dari bayi untuk diserahkan kepada darah si ibu. Dalam hal ini tali pusat (pusar) adalah sebagai jembatan penghubung. Proses inilah yang menyebabkan bayi bias tumbuh dan berkembang, sehingga akhirnya menjadi sempurna bentuk tubuhnya serta siap untuk lahir.
Kira-kira akhir bulan keempat, maka sejak itu terbentuklah uri atau placenta(ari-ari) yang tetap. Mula-mula bentuknya tentu kecil, akan tetapi seiring dengan tumbuhnya janin, uri itupun tumbuh menjadi besar. Jika diperhatikan, nyatalah bahwa uri (ari-ari) itu sebetulnya terdiri dari 2 macam jaringan, yaitu jaringan yang berasal dari telur (janin), yakni jonjot-jonjot dan chorion frondosum, dan jaringan yang berasal dari si ibu, yaitu deci dua basalis. Kedua jaringan itu tumbuh menjadi satu, tak dapat di pisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu benda yang tebal dan bundar bentuknya. Inilah yang kemudian dinamakan uri. Nama lainnya adalah placenta, dan di Bali disebut ari-ari.
Demikian ari-ari itu terbentuk dan berkembang di dalam rahim ibu, bersama-sama tumbuh mengikuti pertumbuhan janin itusendiri. Disamping kegunaan yang telah di uraikan tadi, ari-ari juga berguna sebagai alat pertahanan. Misal, si ibu menderita suatu penyakit, maka kuman-kuman penyakit di dalam darah si ibu tadi, tidak mudah masuk kedalam darah anak (bayi). Kecuali untuk penyakittertentu, umpamanya syphilis, maka ari-ari pun tidak berdaya. Jadi, kalau orang tuanya syphilis, anaknya pasti syphilis.
4.      Banah/Lamas (lemak pasa kulit/ cermix caseosa)
Pada akhir bulan ke lima, sejak terjadinya suatu pembuahan atau penghamilan, maka di bawah kulit janin, tumbuhlah jaringan lemak (gemuk), sedangkan kulit itu sendiri, pada bagian atasnya menjadi mati, dan bercampur dengan air tuban (yeh nyom), menjadi semacam gemuk yang melekat pada badan janin. Dengan adanya jaringan lemak di bawah kulit, maka janin dapat tumbuh dengan cepat, termasuk pertumbuhan tulang-tulang dan otot-ototnya. Melihat ajaran kejawen, maka posisi banah/lamas ini diganti oleh tali pusar (puser). Dalam pandangan jawa : pusar atau wudel. Bahasa Balinya pungsed. Menurut bahasa jawa kuno, istilah untuk pusar adalah nabi. Sedangkan pusar sendiri sebenarnya hanya bekas menempelnya tali pusar pada perut, ya tali pusarlah yang menghubungkan antara perut bayi dalam rahim dengan ari-ari. Ia sebagai alat untuk menyalurkan makanan dari ibu ke bayi dalam kandungan. Dengan tali pusar itu bayi mendapatkan pasokan makanan dari ibunya.
Jadi, bisa dimengerti kenapa kemudian yeh nyom, getih, ari-ari, dan lamas disebut saudara empat si bayi. Istilah jawanya, kakang kwah, adi ari-ari, getih dan puser. Karena amatlah besar jasanya dalam rangka menjaga dan memelihara ke selamatan serta pertumbuhan janin. Dalam lontar Madu Kama ada di sebutkan perilaku seorang ibu yang baru nyidam, dengan adanya manik di dalam kandungan yang makan sari-sari makanan. Manik ini adalah hasil persenggamaan bapak-ibu, yang bersemayam di dalam rahim. Manik itu membentuk huruf wong (Ong), bagaikan kanu, maka keluarlah “Catur Kanu”. Catur artinya empat, Kanu artinya saudara. Jadi Catur Kanu artinya saudara empat. Nama-nama saudara ini antara lain : Abra, Kered, Ugyan dan Lemana.
Sedangkan menurut buku Upacaran Manusa Yajna, nama-nama tersebut sedikit berbeda, akan tetapi pada dasarnya sama saja, yaitu : Babu Abra, Babu Kakere, Babu Sugian dan Babu Lembana. Selanjutnya, setelah janin itu berumur 20 hari, nama Catur Kanu itu berubah yaitu : Anta, Preta, Kala dan Dengen. Yang bernama Anta adalah ari-ari, yang bernama Preta adalah banah/lamas, yang bernama Dengen adalah yeh nyom (air ketuban). Sedangkan bayi itu sendiri bernama I Pung. Setelah bayi itu lahir. Maka nama-nama itu berubah lagi, yaitu : I Makair, I Mokair, I Jelair/Salahir dan Salabir, itu diberikan pada saat kepus pungsed (lepasnya tali pusat si bayi). Sedangkan nama si bayi sendiri ialah I Tutur Menget.
Setelah anak itu bisa memanggil bapa dan ibu, bisa berjalan, mulai saat ini mereka melupakan persaudaraan dan saling berpisah. Mereka pergi menuju tempat masing-masing. I Salahir pergi ke timur, I Jelair pergi ke selatan, I Makair pergi ke barat dan I Mokair pergi ke utara. Setelah berada di tempatnya masing-masing mereka kemudian mendapat anugrah bhetara, sehingga menjadi sakti dan namanya pun berganti. Yang di timur bernama I Anggapati, yang di selatan bernama I Mrajapati, yang di barat bernama I Banaspati, dan yang di utara bernama I Banaspati Raja.
Sesudah itu Ida Bhatara bersabda, “wahai kamu sekalian pulanglah kamu ke dalam diri saudaramu I Legaprana. I Anggapati masuk lewat mata, bertempat di pepusuh (jantung). I Mrajapati masuk lewat telinga, bertempat di hati, I Banaspati kembali lewat hidung, bertempat di limpa. I Banaspati raja kembali lewat mulut bertempt di empedu”. Maka dari itu, seseorang hendaknya tidak melupakan Sang Catur Sanak: “Yan sira lali asanak ring sanakta, sanakta lali asanak lawan kita, ika kengetaken sai-sai”.
Artinya : Jika seseorang lupa bersaudara kepada saudara empatnya (Sang Catur Sanak), saudara-saudaranya itu lupa pula bersaudara kepada dia, itu hendaknya di ingat terus menerus. Pada hakekatnya, Sang Catur Sanak itu tidak lain adalah kekuatan-kekuatan gaib panca mahabhuta, sebagai bahan dasar pembentukan tubuh manusia. Seperti kekuatan gaib angin, kekuatan gaib api, kekuatan gaib tanah, kekuatan gaib air, dan kekuatan gaib angkasa. Bila itu tidak di pahami, kita pun tidak akan mendapatkan kegaibannya.
k. Menanti kelahiran
            Setelah umur kandungan mencapai 9-10 bulan, maka sudah saatnya bayi lahir ke Dunia. Kelahiran ini bisa berjalan dengan baik, bila mendapat pertolongan dari Sang Catur Sanak. Seperti yeh nyom sebagai pembuka jalan, getih dan lamas/puser, yang memapah dari kiri dan kanan, serta ari-ari yang mengantar dengan sedikit dorongan dari belakang. Bila tidak begitu, maka seorang bayi akan sulit dilahirkan. Terkecuali lewat operasi sesar. Tapi, itu bukan tujuan ajaran Kanda Empat Rare. Ajaran ini menginginkan seorang bayi bisa lahir normal. Selain itu, menurut kitab Primbon Betaljamur Adammakna, kelahiran seorang bayi bisa diperkirakan berdasarkan hari nyakitnya. Pada saat perut si ibu mulai teras sakit, seperti mau ke WC, seolah-olah mau buang air besar. Sebagaimana cirri-ciri orang mau melahirkan maka bisa diprediksi berdasarkan tabel berikut ini :
l. Perhitungan bayi lahir
            Minggu = kemungkinan lahir jam : 6,7,11,1 atau jam 5. Senin = kemungkinan lahir jam : 8,10,1,3 atau jam 5. Selasa = kemungkinan lahir jam : 7,10,12,2 atau jam 5. Rabu = kemungkinan lahir jam : 7,9,11,2 atau jam 4. Kamis = kemungkinan lahir jam : 8,11,1,3 atau jam 4. Jum’at = kemungkinan lahir jam : 8,10,12,3 atau jam 4. Sabtu = kemungkinan lahir jam : 7,9,12,2 atau jam 2.
            Perhitungan ini berlaku untuk hitungan waktu pagi, siang, sore dan malam. Artinya kalau tidak jam 1 pagi, berarti jam 1 siang. Kalau tidak jam 8 pagi berarti jam 8 malam, segitu seterusnya. Dihitung mulai jam sakit perutnya si ibu hamil. Ingat, perhitungan ini berlaku untuk situasi normal, artinya kondisi bayi dalam perut tidak bermasalah, baik menyangkut posisi bayi maupun kesehatannya. Baik-baik saja. Normal. Perhitungan itupun tidak ketat, tidak saklek, dia punya batasan toleransi yang benar. Misalnya, menurut perhitungan anak itu lahir jam 1 siang, maka jam 1 siang itu berlaku mulai 5 menit setelah jam 12, dan berakhir 5 menit sebelu jam 2 siang. Begitu juga untuk jam-jam yang lainnya.
m. Jata karma
            Jatakarma disebut juga tutug sasihan antara umur kandungan 9 sampai 10 bulan, Sang Kamareka dengan kesaktian Dewa Ciwa, akan lahir melalui Bhagamandala rahasia Sang Kamareka. Istilah jawanya disebut margahina (jalan yang hina/vagina). Dan saat ini, bayi tersebut bernama Sang Hyang Kawaspadan. Waktu sang bayi lahir diikuti atau diprakarsai oleh nyamane catur (saudara empatnya) yang terdiri dari : yeh nyom, getih, ari-ari, lamas/puser. Pada saat kelahiran bayi ini, dibuatkan suatu upacara kecil seperti : banten pemagpag rare dan dapetan.
            Hal lain yang perlu di perhatikan bagi suami atau bapak si bayi adalah : membersihkan semua kotoran yang diakibatkan oleh persalinan tersebut. Seperti darah-darah yang melekat pada kain, yang di pakai untuk melahirkan. Sebaiknya di cuci oleh suami atau bapak si bayi. Dalam hal ini termasuk juga ari-arinya. Dan pada saat melakukan itu, tidak boleh ada perasaan jijik di dalam hati. Lakukan dengan penuh kasih dan sukacita. Walaupun pada kenyataannya, ari-ari itu sudah dibersihkan oleh dokter atau bidan yang membantu persalinan itu. Tapi sampai dirumah, sebelum di tanam, sebaiknya dilakukan pembersihan ulang. Ini untuk menunjukkan rasa kasih dan suka cita anda, kepada anak dan saudaranya itu.
m. Menanam ari-ari
            Ari-ari yang sudah dibersihkan di masukkan ke dalam kelapa yang sudah dibelah dua. Sekarang peranan kelapa ini sudah diganti oleh payuk tanah, yang biasanya langsung anda dapatkan pada dokter atau bidan di tempat persalinan itu. Atau boleh juga anda gunakan keduanya. Artinya, ari-ari yang sudah di tutup payuk itu, dibungkus lagi dengan kelapa yang dibelah dua, dan ditulis dengan rerajahan, yang disebelah atasnya dengan : “ongkara”, dan yang sebelah bawah di rajah dengan tulisan : “Ongkara-Angkara-Ahkara”. Kemudian diisi duri-duri, isin caeraken anget-anget, wangi-wangian dan sedah selasih. Semua itu kemudian di bungkus dengan kain kasa (kain putih), lalu di tanam dihalaman depan rumah di samping pintu, bila laki-laki di samping kanan, bila perempuan disamping kiri. Ingat pengertian samping kanan-kiri ini dilihat dari dalam rumah.
            Sebelum ditanam ucapkan mantra ini terlebih dahulu, mantra : “Om ibu pertiwi rumahga bayu, rumaga amwerta sanjiwani, amertani ikang sarwa tunuwuh, si moga-moga dirgahayusa. Pomo-pomo-pomo”. Setelah itu baru ditimbun (urug) dengan tanah. Diatas timbunan tanah di taruh batu pipih, dan ditancapkan pohon pandan wong. Di atas batu tersebut, disajikan nasi kepelan dengan alas don dadap, sedikit lauk-pauk, garam dan arang, lalu disiram air. Jangan lupa, tancapkan juga kelangsah dan sanggah cucuk (hiasi dengan bunga merah), serta baleman dan lampu. Selama 42 hari, tiap malam lampu dinyalakan.
            Terhadap bayi dan Sang Catur Sanak buatkan banten dapetan. Ari-ari itu diumpamakan layon (panca mahabhuta). Sanggah Cucuk adalah linggih Sang Hyang Bhuta-Bhuti/ Bhuta Pati. Sanggah itu setiap hari dibanteni. Canang sari munggah di sanggah, di bawahnya nasi empat kepel, warna putih, merah, kuning, dan hitam, atau segehan mancawarna. Dan juga banten saiban. Maksud dan tujuannya, mendoakan agar sang bayi kedirgayusan, selamat dan panjang umur.
l. Kepus udel
            Kurang lebih berumur 1 minggu, maka sisa tali pusat yang menempel pada bayi akan lepas. Ini disebut kepus udel-pungsed-puser. Lalu di buatkan upacara kekambuhan, dan jugapelangkiran tempat Ida Hyang Kumara. Digantungkan di atas tempat tidur si rare atau bayi. Sisa tali pusatnya di simpan dalam tipat kukur, diisi anget-anget di gantungkan dibagian teben, atau kaki tempat tidur rare atau bayi dengan disangsang kain, gelang, cincin, mirah, kembang emas. Dibuatkan banten canang sari.
            Sumber lain menyebutkan, upacara kepus udel/puser sering juga disebut dengan “mepenelahan” atau upacara penelahan. Dari akar kata telah yang berarti habis. Seperti telah disebut sebelumnya, bahwa bayi dalam kandungan di jaga oleh empat unsure, yang di sebut Catur Sanak seperti, yeh nyom, ari-ari, getih, lamad/puser/pungsed. Tiga saudaranya yeh nyom, ari-ari dan getih, sudah lepas duluan pada saat bayi dilahirkan. Dan hanya puser/udel yang masih menempel pada bayi. Maka dengan lepasnya sisa tali pusat/pusar/udel dari si bayi, berarti habislah bagian-bagian dari Sang Catur Sanak yang melekat pada bayi. Dari sinilah timbul istilah “mapenelahan” yang berakar dari kata “telah” yang berarti habis.
            Upacara “kepus puser” dilaksanakan pada dasarnya adalah untuk membersihkan jiwa dan raga si bayi. Dengan lepasnya tali pusar secara jasmaniah si bayi sudah dianggap bersih, dan secara rohaniah si bayi sudah bebas dari pengaruh Sang Catur Sanak. Jadi upacara ini berfungsi untuk membersihkan. Mengenai sisa tali pusatnya itu, menurut saya berdasarkan pengalaman, lebih baik disimpan di satu tempat khusus, yang banyak di jual dipasaran. Diisi anget-anget, serbuk kemenyan, dan dimantrai mantra pengraksa jiwa. Sperti yang termuat di buku kanda empat lainnya. Setelah itu di pakai kalung di bayi atau rare. Cara ini, lebih menjamin keamanan dan keselamatan si bayi atau rare. Karena bayi yang belum berumur 42 hari, akan banyak sekali mendapat godaan. Baik oleh para Dewa, para lelembut, para saudara maupun manusia sakti lainnya.
m. Godaan bayi
            Begitu bayi lahir, maka umur satu minggu pertama akan datang para Dewa, yang diutus Sang Hyang Siwa untuk menggoda bayi. Malam pertama yang datang adalah Batara Kala, berwujud Asu Ajag. Datangnya pada saat matahari terbenam, sandy kala. Datang menjilat-jilati si bayi, bila bayi terkejut maka dia akan menangis enggak karuan alias kakab-kakab. Malam kedua, datang Bhatara Brahma, berwujud sapi, menggoda dan menjilat-jilati bayi pada saat semua orang tidur. Bila bayi terkejut maka dia akan menangis enggak karuan alias kakab-kakab.
            Malam ketiga, datang Bhatara Wisnu, berwujud celeng menggoda bayi. Datangnya pada saat tengah malam, lalu ia menjilati si bayi. Bila si bayi terkejut dan takut dia akan menangis awur-awuran-kakab-kakab. Malam keempat -petang bengi- datang Bhetare Guru berwujud burung perkutut. Selanjutnya secara berturut-turut datang Bhatara Mahadewa berwujud kambing. Bhatara Yama berwujud Sanggira. Bhatara Kuwera berupa tikur. Bhatara Pritanjala berupa burung emprit. Bhatara Langsur berupa menjangan. Bhatara Ludra berupa sapi Handini. Bhatara Surya berupa ular. Bhatara Candra berupa kucing.
            Tapi bila si bayi tidak takut, tidak terkejut, atau malah senang di goda dan dijilati oleh binatang-binatang itu tadi, maka dia akan tersenyum-senyum, tertawa-tawa, atau berbicara sendirian. Setelah kepus udel, kepus puser atau seminggu setelah kelahirannya si bayi, akan lebih besar lagi godaannya.. Karena bukan para Dewa lagi yang datang, melainkan para lelembut, roh halus, wong samar dan gumatap-gumitip. Tapi, jangan takut karena yang datang itu, tidak lain adalah perwujudan dari Sang Catur Sanak si bayi sendiri. Seperti : 1. Kutilapas Kethek (lutung) perwujudan dari bungkus/lamas. 2. Celeng Demalung perwujudan dari yeh nyom/ketuban.3. Asu Ajeg perwujudan ari-ari.4.Kalasrenggi (banteng) perwujudan dari getih/darah. 5. Kalamurti (kebo) perwujudan dari puser/udel. 6. Kalaranding (menjangan) perwujudan dari ilu/idu/air liur. 7. Kalawelakas (kidang) perwujudan dari kunir/kunyit. 8. Tikus Jinada perwujudan dari ceplekaning ari-ari. 9. Taliwangke perwujudan dari ususing ari-ari.
            Begitulah adanya seorang bayi atau rare, mulai kelahirannya sampai tutug kambuhan, bulan pitung dina atau 42 hari, akan selalu di goda oleh para Dewa serta saudara-saudaranya. Hal ini hendaknya tidak membuat bingung dan takut.
n. Nama karma
            Bila si bayi berumur 12 hari, roras lemeng, maka di buatkan upacara yang disebut “ngelepas hawon”. Fungsi upacara ini juga untuk melukat, membersihkan si bayi dari kotoran baik sekala maupun niskala. Upakaranya pun sangat sederhana, yaitu membuatkan si bayi pengelukatan, membuat banten kumara, banten ari-ari (disanggahnya), dan juga membuat benten tataban yang di tujukan untuk sang numadi. Banten kumara ditaruh di pelangkiran. Banten untuk sang numadi, yang ditatab di bayi, ditaruh di tempat tidur. Banten nunas tirta penglukatan di dapur/paon, ada pula yang nunas tirta di sumur/semer. Banten nunas tirta penglukatan ini juga dihaturkan di Bhatara Hyang Guru.
            Upakara/banten nunas tirta ini sangat bervariasi, tergantung desa kala patra. Bahkan ada yang hanya dengan canang sari saja, dengan gelas berisi air dan didoakan dengan bahasa sendiri. Contoh : nunas tirta di paon, “Ratu Ida Bethare Brahma, titiyang nunas tirta panglukakatan mangda rare titiyang rahajeng, selamat lan dirgayusa”. Dan banten itu, boleh dihaturkan oleh siapa saja yang dituakan dirumah itu, kecuali ibu-bapak yang masih dianggap leteh. Kemudian bayi dilukat dengan tirta tersebut.
            Selain itu upacara roras lemeng ini juga disebut “nama karma”. Karena pada saat ini si bayi dianggap sudah melewati masa-masa kritis. Berarti jivatman sudah teguh menyatu dengan badan, maka si bayi lalu di beri nama. Dan pada saat seperti ini, biasanya keluarga si bayi akan mencari balian, nunas baos, bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan si bayi. Siapa, apa dan bagaimana si bayi itu. Biasanya ditanyakan, siapakah sang numadi yang bereinkarnasi itu. Pekak, kumpi, dadong dan sebagainya. Apakah masih punya tunggakan utang pada kehidupan sebelumnya? Atau apakah permintaannya? Dan pada kelahirannya yang sekarang ini, apakah sudah membawa nama? Memberi nama seorang anak tidak boleh sembarangan. Nama adalah doa keselamatan bagi sang anak, memanggil anak berarti mendoakan keselamatannya. Maka dari itu, nama selain indah juga harus bermakna.
o. Upacara macolongan
            Pada saat umur bayi satu bulan tujuh hari (42 hari) maka akan dibuatkan suatu upacara yang disebut “upacara macolongan”. Seperti telah diuraikan, bahwa bayi dalam pertumbuhannya di dalam kandungan, sangat dibantu oleh empat unsur berdasarkan fungsinya masing-masing. Keempat unsur itu kemudian disebut“Catur Sanak”berarti empat saudara, meliputi yeh nyom, getih, lamad/puser dan ari-ari. Dalam ajaran Kanda Empat Rare nama saudara empat ini, akan berganti-ganti sesuai dengan pertumbuhan si bayi, sehingga akan terdapat banyak nama untuk mereka. Disini, di dalam upacara mecolongan ini Sang Catur Sanak di panggil dengan sebutan “nyama bajang”.
            Yang dimaksud “nyama bajang” adalah semua kekuatan-kekuatan yang membantu Sang Catur Sanak di dalam kandungan. Menurut penjelasan beberapa sulinggih “nyama bajang” ada sebanyak 108, dan salah satu diantaranya bernama “bajang colong”. Nama Bajang Colong inilah yang mungkin kemudian dijadikan nama upacara tersebut, sehingga disebut “upacara macolongan”.
            Setelah bayi berumur 42 hari (satu bulan tujuh hari sejak kelahirannya), maka dianggap sudah waktunya untuk mengembalikan si “nyama bajang” itu ke tempat asalnya, karena dianggap tidak mempunyai tugas lagi, bahkan kadang-kadang malah sering mengganggu si bayi. Dan sebagai pengganti nyama bajang tersebut adalah dua ekor ayam, satu jantan dan satu betina. Ayam ini pada umumnya disebut “pitik”. Dan pitik ini biasanya tidak boleh disembelih, karena dianggap sebagai pengasuh si bayi.
p. Banten pecolongan
            Banten pecolongan ini pada dasarnya dipersembahkan kepada “nyama bajang”. Nama bajang adalah kekuatan yang dianggap membantu Sang Catur Sanak dalam mewujudkan pertumbuhan si bayi di dalam kandungan. Atas semua jasanya itu, agar tidak ngerubeda (merusak), maka perlu diberikan labaan/lelabaan berupa banten pecolongan. Sedangkan sebagai symbol bentuk perwujudan Nyama Bajang adalah : 1. Sebuah buki (periuk tanah yang bagian bawahnya bolong) diberikan kalung tapis. Disebut sebagai bajang telebingkah. 2. Sebuah pusuh biu (jantung pisang) diisi pis bolong (uang kepeng) sebanyak 3 kepeng. Disebut Bajang Pusuh. Papah Nyuh (pelepah kelapa) yang berlubang diisi secarik kain (putih – kuning) dan ditandai tapak dara dengan kapur sirih. Disebut Bajang Papah. 4. Dilengkapi sebuah genjer yang dibuat dari pelepah jaka, dihiasi bunga berwarna merah/bunga kembang sepatu (Pucuk Bang) disebut Bajang Raregek. 5. “Pitik” yaitu dua anak ayam laki-perempuan yang disebut dengan Bajang Colong.
            Dan masih banyak bajang-bajang yang lainnya. Tujuan upacara ini adalah untuk mengucapkan terima kasih kepada bajang-bajang tersebut, karena telah membantu merawat si bayi selama di dalam kandungan, sampai kemudian lahir dan berumur 42 hari. Dan sekarang tugas mereka telah selesai, maka setelah diberikan lelabaan (upacara pecolongan), mereka dipersilahkan kembali ke asal masing-masing.
q. Melukat di Brahma
            Upacara macolongan ini biasanya tidak berdiri sendiri, dia merupakan rangkaian upacara yang bertujuan untuk membersihkan si bayi dan ibunya dan juga bapaknya, dari segala leteh, sebel Kendal/cuntaka papa petaka yang diakibatkan oleh adanya kelahiran si bayi. Menurut Kanda Empat Rare setelah bayi berumur 42 hari, maka disebut tutug Akambuh. Maka sudah saatnya untuk mengadakan pembersihan lahir dan batin bagi si ibu dan anaknya, juga bapaknya. Agar terbebas dari sebel-kendel, cuntaka papa-petaka. Prosesi ini pada umumnya dilakukan di dapur, dengan istilah “melukat di Brahma”. Kalau tidak di dapur maka boleh di halaman rumah menghadap ke selatan. Upakaranya, tentu menurut desa kala-patra yang ada.
            Diawali dari upacara mebyakala, prayascita, natab, mebakti, metirta, yang mengandung makna pembersihan secara sekala-niskala, dan mohon keselamatan agar si bayi dan orang tuanya terhindar dari berbagai gangguan sekala-niskala. Di sisi lain, sebagai ungkapan rasa syukur kepada sang numadi, khususnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar senantiasa memberikan keselamatan kepada umatnya. Dan sebagai symbol para “nyama bajang” ini tidak lagi menunggui si bayi, maka sehabis upacara macolongan ini, sanggah cucuk, kelangsah dan segala atribut yang ada di tempat menanam ari-ari boleh dibongkar, boleh dibersihkan.
r. Upacara tiga bulanan
            Setelah bayi berumur 105 hari (kurang lebih 3 bulan) maka dibuatkanlah upacara “nelu bulanin”. Si bayi dan bapak ibunya menghadap para Dewa di Hyang Kemulan atau merajan. Memohon kepada Betara Siwa Adidaya, agar si bayi bebas dari segala malapetaka. Secara sederhana upakara tiga bulanan ini biasanya berupa : banten penglepas awon/pebyakaonan, banten penyambutan, prayascita, peras seda, pejati, jejanganan, banten kumara, tataban dan banten tebasan pengambyean.
1. Tata cara pelaksanaan
            Pertama, pandita/pinandita nuhur Ida Betara. Kedua, memuja memohon tirta penglukatan. Ketiga, pandita/pinandita memerciki tirta pada sesajen dan juga si bayi. Lalu dilanjutkan dengan natab penyambutan, penyeneng dan ditutup dengan nunas tirta betara. Mantra-mantranya : 1. Mantra penglepas awon = “pukulun bhatara brahma, bhatara wisnu, bhatara iswara, manusanira si angelepas awon ipun, bhatara tiga pakulun anyuda leteh ipun, teka sudha, teka sudha, teka sudha, sudha lepas malanipun”. Artinya = Om hyang Widhi wasa dalam manifestasi sebagai Bhatara Brahma, wisnu, iswara. Hamba-Mu si, memohon kepada Bhatara tiga agar membersihkan kekotorannya, sehingga menjadi suci dan bebas dari kesengsaraan atau penderitaan.
            2. Mantra Penyambutan = “pukulun kaki sambut, nini sambut, tanedahan sambut agung, tanedahan sambut alit, yen lunge mangetan, mangidul, mangulon, mangalor, mwang maring tengah atmane si jabang bayi, tinututan dening pewatek dewata, pinayungan kala cakra. Pinageran wesi, sambut ulihakena atma bayu premanane si jabang bayi, amepeki raga sariranipun”. Artinya : Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai kaki sambut, nini sambut, tanpa kecuali sambut besar dan kecil, perkenankanlah hamba memohon mengenai roh si bayi, barangkali ia pergi ke timur, ke selatan, ke barat, ke utara atau ke tengah agar selalu mendapat perlindungan dari para Dewata, dipayungi oleh Kala Cakra dan berpagarkan besi. Selanjutnya, kembalikanlah kesempurnaan roh bayi ke badannya.
            3. Mantra natab = “Pukulun kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri, ingsun aneda sih nugraha ring kita sambuta, ulapi atmane si. Menawi wenten ang ati-ati ring pinggiring samudra, ring tengahing udadi, kategak ring sarwa baksa, kakurung ring sumur agung, ndawag ulibakena ring awaknia si. Mogi-mogi dipun tetap medal kukuh, pageh, urip waras lan dirgayusa. Om ayu werdhi, yasa werdhi, werdhi pradnyan suka sriyem, dharma sentana wredisea. Santute sapta wredhayah”. Artinya = Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sang Catur Sanak, seperti kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri (nama lain dari yeh nyom, ari-ari, getih, lamad/puser), hamba mohon kepada-Mu agar si bayi menemukan kehidupan yang sejahtera lahir batin, diberikan panjang umur dan dijauhkan dari penyakit dan mara bahaya.
s. Upacara satu oton
            Ketika bayi menginjak usia 210 hari atau enam bulan pawukon, maka dibuatkan upacara otonan. Upacara ini bertujuan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan terdahulu, sehingga dalam kehidupan yang sekarang mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mulai saat ini bayi boleh memakai perhiasan emas, perak atau ratna mutu manikan. Kalau anak belum punya nama, maka pada saat ini adalah saat terakhir untuk member nama. Atau kalau mau mengganti nama anak pada saat ini juga dilukat dan diberi nama baru, yaitu : yeh nyom disebut Anggapati, Getih/darah disebut Mrajapati, Ari-ari disebut Banaspasi, dan Lamad/puser disebut Banaspati Raja.
            Karena tugas mereka untuk mengemban rare sudah selesai, maka Sang Catur Sanak kembali ke kahyangannya masing-masing. Antara lain : 1. Sang Anggapati pergi ke timur. 2. Sang Mrajapati pergi ke selatan. 3. Sang Banaspati pergi ke barat. 4. Sang Banaspati raja pergi ke utara. Banten yang dipergunakan biasanya : peras sedan tumpeng 11, dapetan, pengambyean, canang daksina, suci, banten permarisuda rare dan Sang Catur Sanak, Byakawon, prayascita, banten turun ke tanah, tedak siten, banten kumara, dan pengempug atau banten tumbuh gigi.
            Pada saat otonan ini juga dilakukan acara menggunting rambut si bayi, sebagai simbul menghilangkan dasa mala yang ada pada bayi tersebut. Untuk selanjutnya bayi boleh digundul kuncung, artinya tidak plontos, rambut disisakan sedikit sebagai penutup ubun-ubunnya. Pada saat satu oton ini si bayi juga diperkenankan untuk menginjak tanah, agar mendapat berkah dari Sang Hyang Pertiwi. Dengan banten tuwun tanah atau tedak siten. Oleh karena itu, mulai saat ini si anak boleh menginjak tanah, dan mulai saat ini si anak boleh menginjak tanah, dan mulai saat ini juga si anak boleh diberi makan nasi.
            Selanjutnya si bayi natab banten ngempugin agar segera tumbuh gigi. Lalu kelapa dan telur yang ada di banten pengempug itu dipecahkan. Kemudian gusi si bayi digosok-gosokkan dengan air kelapa dan putih telur tersebut. Ini adalah salah satu mantra ngempugin. Mantra : “Om Sang Hyang Surya, Brahma endi empug seka wetan untune si. Wesi kari pinaka untune, bumi kari pinaka gusine, arata jajare kaya walandingan sinigar, sira bhetari sri angelukata untune si. Tan keneng jamuran, tan keneng subatahan, munggah untune, Om Maha Bhatari Siwa Bumi Maha Sidhi”. Artinya = Om Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Sang Hyang Surya, semoga gigi si. Tumbuh sehat dan kuat. Mohon Bhatari Sri berkenan mensucikan sehingga giginya terhindar dari penyakit.
            Sedangkan untuk upacara turun tanah, salah satu bait mantranya berbunyi sebagai berikut : “Turun-turun si jabang bayi, turun maring lemah, katutan mas picis raja brana”. Artinya = Maka turunlah si anak menginjak tanah, diikuti oleh segala kebutuhan hidupnya, berupa mas pipis raja brama, semoga hidupnya selamat dan makmur sentosa.
2). Kanda Empat Bhuta
a. Misteri Dunia Siluman
            Yang dimaksud dengan siluman disini adalah, semua makhluk halus yang hidup dan berada di alam maya, di dunia niskala. Baik berupa bebatuan, tumbuh-tumbuhan, binatang, bhuta kala dan wong samar. Semuanya siluman. Siluman apapun wujudnya, bisa berubah menjadi wujud-wujud lainnya. Umpamanya siluman manusia bisa berubah wujud menjadi binatang-binatang, atau sebaliknya. Siluman binatang bisa berubah wujud menjadi manusia. Namanya juga siluman. Tapi perubahan itu bersifat sementara, paling lama satu atau dua jam, dia akan kembali ke wujud aslinya. Memang begitulah sifat siluman.
            Siluman juga memiliki komunitas tertentu, seperti manusia. Mereka memang diciptakan sebagai makhluk halus. Jadi bukan arwah gentayangan atau setan yang sedang berpura-pura. Walaupun arwah gentayangan, bisa dikategorikan sebagai siluman. Kalau dia mengganggu manusia. Tapi, dia bukanlah siluman ciptaan. Ia adalah siluman migrasi, dari roh manusia yang mati secara tidak wajar. Atau manusia yang semasa hidupnya memuja siluman, sehingga setelah mati roh-nya menjadi siluman, atau menjadi budak siluman.
            Ada bermacam jenis siluman. Diantaranya siluman air, siluman pohon, siluman gunung, siluman batu, siluman binatang, atau siluman gelandangan. Menurut Ki Agung Pranoto. Suku Kubu di pedalaman Muara Bungo Jambi, dikenal sebagai suku yang sangat menghargai komunitas siluman dalam lingku kesehariannya. Mereka memelihara bermacam-macam jimat, dari kulit macan sampai helai bulu burung, yang diawetkan dalam minyak tertentu. Juga mebunuh binatang, seperti macan, beruang atau babi hutan dengan pertolongan roh-roh siluman dan bambu runcing panjang.
            Konon, Siluman Gunung Merapi di Yogyakarta sering sekali beranjangsana, (medharma shanty), ke laut selatan. Menyusuri sungai boyong di kaki merapi yang melintas di kabupaten Sleman, Sungai Code yang membelah kota Yogyakarta, lalu menyusuri sungai opak di Kabupaten Bantul. Ketiganya masuk wilayah daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah itu, mereka cerai-berai di Parangtritis. Nyai Gadhung Melati, penguasa tanah pertanian Merapi akan duduk di atas tandu, di tempat VIP, diiringi oleh pasukan silumannya, yang berbaris bersap-sap di belakang, sesuai pangkat dan kedudukannya. Mereka sedang menghadap Kanjeng Ratu Kidul, Ratu Siluman Laut Selatan.
            Sering terdengar alunan gendhing Jawa dari perangkat gamelan yang tidak lengkap jumlahnya. Jika pasukan siluman itu sedang menyusuri ketiga sungai tersebut, menuju Parangtritis. Begitu pula sebaliknya, jika ada utusan dari Laut Selatan menemui Eyang Merapi, penguasa seluruh wilayah Gunung Merapi. Secara supranatural, perjalanan mereka terlihat seperti barisan api (endihan) memanjang, berkelak-kelok dinamis sekali. Mereka biasanya, bergerak jam 18.00 WIB atau jam 02.00 pagi. Bentuknya mirip orang pawai obor, atau barisan kunang-kunang. “Mereka disebut lampor”, demikian ungkap Ki Agung Pranoto.
            Di dalam Agama Hindu, khususnya di Bali. Kunjung mengunjungi di dunia siluman itu, diterjemahkan dengan istilah meajar-meajar untuk Bhetara. Makanya, bila di sebuah pura ada upacara besar : Dewa yadnya ngenteg linggih lan pedudusan agung, demikian umpamanya salah satu judul upacara tersebut. Maka, sehabis upakara Bhetara di Pura tersebut akan meajar-ajar ke pura A, pura B dan sebagainya. Sungguh, betapa tipisnya beda antara Bhetara dan siluman. Sma dengan beda antara bhuta, manusa dan dewa (bhuta ya, manusa ya, dewa ya) di dalam diri manusia.
b. Perdagangan siluman
            Masih menurut Ki Agung Pranoto, infrastruktur negeri siluman tidak hanya pasukan siluman semata, atau bangsawan siluman dan upacara ritual para siluman. Mereka juga mengenal dunia perdagangan. Membuka pasar-pasar kebutuhan sembako dan kebutuhan mereka sendiri. Setiap pendaki gunung yang pernah naik ke Merapi, pasti tahu persis posisi pasar bubrah atau disebut juga pasar setan, yang dibangun dan ditempatkan secara gaib oleh siluman Merapi, di salah satu pos pendakian dari arah Kinahrejo, Cangkringan Sleman-DIY. Acapkali pendaki disergap halusinasi, jika sudah menapakkan kaki di pos tersebut. Letaknya, di jalan menuju puncak Merapi, setelah kendit Merapi. Mimpi buruk dan rasa cemas yang berlebihan, atau rasa riang yang luar biasa akan dialami oleh mereka yang melewati, atau beristirahat di pasar setan tersebut.
            Terlepas dari sudut pandang ilmiah bahwa tingkat oksigen memang menipis di daerah-daerah sekitar puncak gunung, sehingga mengakibatkan halusinasi dan mimpi-mimpi sejenisnya. Pura-pura Pasar Agung yang ada di dekat pura-pura puncak di Bali, dilator belakangi oleh adanya pasar-pasar siluman tersebut. Pada suatu hari pernah ada pemangku bermimpi masuk ke negeri siluman. Di dalam mimpiseperti melihat Pura Pulaki Singaraja. Di sekitar pura ada banyak perkampungan siluman. Kehidupan di negeri siluman sama dengan kehidupan di sekala, dunia nyata. Pasar salah satunya yang ada di dunia nyata, ada pula di negeri siluman. Dan pasar siluman yang saya lihat posisinya persis di Pura Pasar Agung Pulaki Singaraja. Hanya saja kondisi pasar tersebut masih bersifat tradisional.
c. Bergerak secepat kilat
            Selanjutnya Ki Agung Pranoto berkisah. Syahdan, Panembahan Senopati Ing Mentaram, ketika sering melatihpasukannya di Pantai Parangkusumo, Bantul-Yogyakarta, juga sering dianggap melibatkan pasukan siluman. Konon berasal dari pasukannya Kanjeng Ratu Kidul. Kekasih Ratu Pantai Selatan ini, berlatih silat ketika hari menjelang senja. Dari jauh, batas antara laut dan pantai memang jadi tidak jelas. Percik air laut dan lembayung senja, mengubah daya pandang orang terhadap benda bergerak, jadi bayang-bayangan. Sehingga mirip gerakan siluman.
            Rotasi jagat siluman memang bergerak lebih cepat dari rotasi Bumi kita. Pernah ada kejadian, ada orang yang hilang selama tiga bulan, lalu kemudian muncul dan bercerita, bahwa dia selama ini hidup didunia siluman (wong samar). Menurut penuturannya, dia sudah tinggal selama tiga tahun di Dunia silumang (wong samar), dan sudah memiliki istri dan anak. Kemunculannya itupun hanya untuk berpamitan kepada keluarganya, agar tidakbingung mencarinya lagi. Akhirnya, dia kembali menghilang sampai sekarang.
            Tiga tahun berbanding tiga bulan, berarti berapa cepatnya pergerakan Dunia siluman. Ini baru salah satu contoh. Siluman memang bergerak cepat seperti bayangan, karena dia bergerak pada dimensi Dunia yang lain. Dia tidak mengenal dimensi ruang dan waktu. Berpindah-pindah secepat kilat. Tapi secepat-cepatnya gerak siluman, masih lebih cepat pikiran manusia.
d. Siluman Raksasa
            Bahwa wujud siluman itu bermacam-macam. Dan selain yang sudah disebutkan itu, siluman juga ada yang berwujud raksasa (bhuta). Disebut siluman raksasa. Pengaruh siluman di Dunia manusia, dari waktu ke waktu agaknya semakin membius jiwa, membuatorang semakin terlena terhadap jati dirinya. Manusia jadi lupa kepada Sangkan Paraning Dumadi. Terhadap hakekat kodrati yang diberikan penguasa alam semesta, seperti cara berpikir dan rasionalitasnya.
            Siluman sudah menyeret manusia kembali ke alam animisme dan dinamisme. Mereka percaya, pohon, sungai, batu, gunung, laut, permata, tanah pertanian, tanah tegalan, hutan, pasti ada makhluk halus yang menunggu. Masing-masing benda itu, jenis makhluk halusnya, maka dirasa perlu diciptakan sedemikian banyak pula symbol keselarasan. Simbol itu biasanya, diwujudkan dalam bentuk patung, pretima, topeng serta upakaranya.
            Seperti halnya siluman raksasa, dia pun dibuatkan symbol-simbol dalam wujud Rangda, Rarung, Lenda, Lendi dan sebagainya. Kemudian dimohonkan pengurip-urip, kesaktian atau kekuatan gaib di kuburan. Atau tempat-tempat keramat, angker lainnya. Kegiatan ini biasanya disebut ngerehin. Dilakukan pada suatu hari tertentu di tengah malam bhuta, atau gelap –gulita. Dalam kiwah pewayangan, tidak hanya siluman yang mampu berubah wujud jadi manusia. Tapi manusia juga bisa menjelma jadi siluman raksasa. Buktinya, Begawan Wisrawa ketika mesuraga mencari ilmu sejati, melakukan analisis rahasia filsafat Sastra Jendra Hayuningrat, yang artinya ajaran suci dari Hyang Maha Tinggi, demi keselamatan seluruh umat manusia, Wisrawa berubah menjadi raksasa. Gara-garanya, ia tergelincir kecantikan Dewi Sukesi, calon mantunya sendiri. Dan melahirkan anak-anak raksasa.
e. Warisan zaman primitif
            Leluhur kita pernah hidup dalam suatu kebiasaan primitif. Diantaranya melakukan suatu rangkaian upacara magis, mempercayai mitos-mitos tentang keperkasaan leluhur terdahulu, atau kesaktian para pendiri sebuah desa, tempat dimana mereka tinggal kala itu. Wujud mitologi itu, sekarang masih dijumpai dalam bentuk petilasan keramat atau pundhen pada sebuah desa tertentu. Disamping penghormatan kepada arwah leluhur, mereka juga mempercayai adanya makhluk halus, yang memiliki daya kekuatan sehingga dapat dijadikan tempat berkeluh-kesah.
            Menurut ilmu pengetahuan, tradisi budaya semacam itu disebut animisme atau budaya animis, kepercayaan terhadap roh-roh. Animisme berasal dari bahasa latin Anima, artinya nyawa. Budaya ini mengakui adanya kepribadian tertentu dalam bentuk symbol kekuatan tertentu. Misal seekor macan yang selama ini dimitoskan sebagai penguasa hutan belantara, jika sudah mati maka kulit, taring, kuku bahkan kumisnya, diyakini masih mengandung aura keperkasaan. Karena itu dianggap perlu disimpan, diawetkan dan dimanterai dan dijadikan simbol keperkasaan bagi pemiliknya. Simbol ini diyakini memiliki sebentuk kepribadian. Dalam arti mengandung kekuasaan tertentu bila dipuja dan dirawat sedemikian rupa. Dipercaya, bakal member tuah sakti bagi pemiliknya.
            Fenomena di atas, sesungguhnya berangkat dari rasa rendah diri manusia itu sendiri terhadap binatang, yang dalam hal tertentu memang memiliki kelincahan bergerak, daya tahan fisik dan kekuatan ajaib yang mustahil dilakukan manusia. Ini terlihat dari tiap pertarungan yang dilakukannya. Contohnya, dalam pandangan awam, pertarungan antara Gajah dengan Macan adalah bentuk pertarungan yang fantastis dan sulit disamai. Pada saat binatang itu sudah mati, maka anggota tubuhnya buru-buru diambil lalu disakralkan.
            Demikian pula dengan makhluk halus yang menguasai tempat tertentu, yang sering dijuluki sebagai siluman. Dalam prilaku kesehariannya, manusia primitif berusaha melakukan hubungan dengan daya kekuasaannya tersebut. Mereka menjalin hubungan mistis, semata-mata demi terciptanya keselarasan dengan makhluk tanpa bentuk itu. Jadi, siluman betul-betul ada. Dia warisan nenek moyang pada zaman primitif, ketika semua orang menganut animisme dan dinamisme. Jauh hari sebelum munculnya pengertian tentang Sang Hyang Widhi Wasa. Sang Hyang Jagat Pratingkah. Gusti Kang Murbeng Dumadi, Tuhan Yang Maha Esa.
            Pada saat kebudayaan manusia masih sedemikian primitif. Ketika orang memuja pohon agar tidak marah karena buahnya dipetikin. Ketika orang memuja arwah leluhur, mewariskan harta pusaka jimat dan tosan aji secara turun-temurun. Ketika zaman masih sedemikian kleniknya. Sampai-sampai, jika kala itu menular wabah penyakit grubug istilah zaman sekarang fluburung, maka semua orang tergopoh-gopoh menyogok para siluman yang dianggap sedang tidak berkenan. Atau marah kepada manusia. Demikian tulis Ki Ageng Pranoto.
f. Mithologi kanda pat bhuta
            Kanda Pat Bhuta adalah ajaran pengiwa. Karena dia pengiwa, tentu saja bersifat wingit, tersembunyi, tenget, angker, misterius, aja wera dan rahasia. Itu pula yang menyebabkan sangat sulit mencari lontar atau buku yang mengulas tentang Kanda Pat Bhuta ini. Ajaran Kanda Pat Bhuta bisa populer justru karena ada banyak mitos yang bercerita tentang itu. Dan oleh para budayawan, mitos-mitos tersebut diwujudkan dalam bentuk pagelaran seni tari, seperti tari Barong Ket, tari Barong Landung, tari Calonarang dan sebagainya. Dari mitologi-mitologi itu. Kalau seorang budayawan bisa mewujudkan ajaran Kanda Pat Bhuta, menjadi sebuah drama tari atau seni tari.
            Yang pertama dipakai acuan adalah babad Rangda. Babad Rangda ini ceritanya nyaris sama dengan naskah lontar Tanting mas dan Tanting rat, atau Calonarang versi Bali. Dari babad Rangda itulah kemudian muncul nama Kanda Pat Bhuta, yaitu : 1. Anggapati tempatnya di timur. 2. Mrajapati tempatnya di selatan. 3. Banaspati tempatnya di barat. 4. Banaspati raja tempatnya di utara. Manurut Gd. Bandesa, keempat bhuta tersebut dilogikakan menjadi perwujudan sebagai berikut : 1. Anggapati berarti kala, atau nafsu di badan sendiri. (Raga di musuh maparo, ringati ya tonggwanya tan madoh ri awak). 2. Mrajapati berarti penguasa kuburan (Setra ganda mayu), Durga. 3. Banaspati diwujudkan berupa jin, setan, Tonya (Barong landung), penjaga sungai atau pangkung tempat keramat dan sebagainya. 4. Banaspati raja diwujudkan Barong ket, merupakan penjaga kayu atau pohon besar dan hutan belantara.
            Sumber lain menyebutkan ajaran Kanda Pat Bhutamuncul sesudah riwayat sudamala, yaitu sesudah Dewi Durga diruwat menjadi Bhetari Uma, dan kembali ke Siwa Loka. Maka tinggalah jasad beliau dengan segala sifat, tabiat, dan wataknya dahulu di Dunia ini. Oleh Sang Hyang Brahma, jasad itu kemudian dihidupkan kembali menjadi Catur Sanak, bernama Kanda Pat Bhuta.
            Setelah itu, mereka kemudian msaing-masing diberikan tempt serta caranya mempertahankan hidup : Anggapati = Menghuni badan manusia dan makhluk lainnya, sebagai makanannya, dia boleh memakan, mengganggu manusia, bila keadaannya sedang lemah dan dipenuhi oleh nafsu-nafsu angkara murka. Mrajapati = Menghuni kuburan dan perempatan agung. Sebagai makanannya ialah bangkai, mayat yang ditanam melanggar waktu, hari-hari yang terlarang oleh kala dan kecaping aksara, padewasan. Banaspati = Menghuni sungai-sungai, batu-batu besar. Sebagai makanannya, ialah orang yang lewat atau berjalan atau pun tidur pada waktu-waktu yang terlarang oleh Kala, misalnya tengah hari (kalitepet)  atau sadikala. Banaspati raja = menghuni kayu-kayu besar, misalnya kepuh rangdu, dan terutama kayu-kayu yang dipandang angker. Sebagai makanannya, dia boleh memakan orang yang menebang kayu, atau naik pohon, padawaktu yang terlarang oleh kala atau kecaping aksara, padewasan.
            Keempatnya ini dinamakan Catur Sanak menurut kitab Kanda Pat, dan diberi nama Kanda Pat Bhuta. Semua siluman, jin, setan, memedi, tonya, gumatat-gumitit, dan yang lainnya, dibawah kekuasaannya.
g. Mitologi barong ket.
            Alkisah, Sang Hyang Siwa sedang menderita gering yang parah. Bhetari uma istrinya, diminta untuk mencari obat-obatan ke mayapada. Maka turunlah beliau ke dunia ini. Tepat pada tengah hari (kalitepet), sampailah Bhetari uma di Setra Gandamayu (kuburan), pada sebuah pohon randu beliau berhenti. Dan, karena ada sedikit kesalahan teknis, membuat pendaratan beliau menjadi tidak mulus, sehingga menimbulkan suara gaduh dan berisik.
            Kebetulan pada saat itu, adalah merupakan waktu yang terlarang bagi Banaspati Raja, yang kala itu sedang tidur mendengkur di bawah pohon rangdu. Mendengar suara rebut-ribut dan pada waktu yang salah lagi, waktu terlarang (nyalah masa), dia bangun dan merasa wajib untuk nadah, atau memangsa orang yang dihadapannya. Lalu dengan garang menyerang Bhetari Uma. Pertempuran pun terjadi dengan sengitnya. Merasa kewalahan Bhetri pun mengeluarkan ilmunya, nyuti rupa, berubah wujud menjadi Bhetari Durga, dengan segala kesaktiannya dia menggempur balik Banaspati Raja.
            Di dalam pagelaran drama tari barong, kisah ini dilukiskan dengan masuknya pemeran Bhetari Uma ke dalam rangki, diganti dengan munculnya Bhetari Durga atau Dewi Durga, lalu menyerang Barong ket, dan dipaksa masuk ke dalam rangki. Itu artinya bahwa, merasa kalah sakti dengan Bhetari Durga, Banaspati Raja pun melarikan diri. Tidak terima dengan kekalahan tuannya, maka rakyat atau pendukung Banaspati Raja pun mengamuk, mengeroyok Bhetari Durga, membuat rusuh, menghancurkan segala yang ada disekitarnya. Masih belum puas juga, diapun menyiksa dirinya sendiri. Menusuk-nusuk diri dengan keris, ngurek atau ngunying (keris dance, kata orang inggris). Mereka akan sadar kembali setelah puas melampiaskan amarahnya, atau ditenangkan oleh tuannya. Kisah ini dipentaskan dengan munculnya kembali Banaspati Raja, Barong Ket yang diiringi oleh para pemangku, kemudian memercikkan tirta sehingga mereka yang kesurupan menjadi sadar.
h. Wujud dan warna
            Di dalam mitologi Barong Landung disebutkan bahwa Banaspati adalah siluman sungai (Tonya raksasa), bernama Bhuta Awu-awu diusir dari Bali. Tentusaja melalui pertempuran yang dahsyat dan sengit, dengan melibatkan berbagai kekuatan ilmu dan ngelmu, sekala-niskala. Akhirnya BhutaAwu-awu kewalahan dan lari ke Nusa Penida (Dalem Ped) dan menjadi pepatih bergelar I Ratu Gede Mecaling. Sumber lain mengatakan bahwa, Banaspati adalah jelmaan roh manusia yang mati penasaran. Mati secara tidak wajar. Apakah karena dibunuh, bunuh diri, kecelakaan, mati muda (mati sebelum waktunya) dan sebagainya. Akan menjadi roh penasaran dan bergentayangan mencari mangsa.
            Sebentuk mahluk yang muncul dari kuburan, antara 1 sampai 40 hari kematian seseorang, berwujud sinar kehijauan, endihan gadang, melayang-layang seirama desiran angin. Dari semua mitologi tersebut menyatakan bahwa wujud Banaspati itu berbeda-beda. Ada yang mengatakan seperti Barong Ket. Yang lain bilang seperti Barong Landung. Ada juga yang bilang berwujud Endihan Gadang, sinar kehijauan. Tapi ada satu hal yang bisa mempersatukan persepsi kita yaitu : Anggapati warnanya putih tempatnya di timur. Mrajapati warnanya merah tempatnya di selatan. Banaspati warnanya kuning tempatnya di barat. Banaspati raja warnanya hitam tempatnya di utara. Warna merujuk kepada symbol sifat dan karakter dari masing-masing bhuta tersebut. Filosofi empat warna ini juga ada dalam ajaran lain, missal : tanah, air, udara dan api dalam filosofi Buddha Zen.
            Untuk mewujudkan keberadaannya secara fisik, maka Kanda Pat dianggap bertahta dalam darah, oksigen, tulang sum-sum dan kulit daging manusia. Namun, walaupun demikian, tetap saja ada pendapat yang berbeda. Seperti ada yang mengatakan bahwa Kanda Pat Bhuta terdiri atas dengen, yang berasal dari yeh nyom, air ketuban. Kemudian kala, yang berasal dari darah, getih, rah. Bhuta yang berasal dari lamas dan preta (Anta-preta) yang berasal dari ari-ari. Dan, masih ada yang lain lagi. Karena ada pula yang menyebutkan, bahwa Kanda Pat Bhuta itu terdiri dari Bhuta petak, putih berwujud dengen (raksasa) bhuta bang, merah yang berwujud macan, harimau. Bhuta kuning yang berwjud Naga, dan Bhuta ireng, selem, hitam yang berwujud buaya. Bila dapat mengendalikan, kita akan memiliki kekuatan dan kesaktian dari makhluk-makhluk itu tadi. Itu kata mitos.
i. Ajaran kanda pat bhuta
            Ajaran Kanda Pat Bhuta berasal dari ajaran yang terdapat di dalam lontar Catur Sanak. Catur berarti empat dan Sanak berarti saudara. Jadi Catur Sanak berarti saudara empat, atau ajaran yang mengungkap tentang keberadaan, kawisesaan, dan kesaktian saudara empat. Beginilah ceritanya, pada waktu manusia lahir ke Dunia ini, pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Tiga Sakti. Beliau Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau berstana di Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Lalu, disusul dengan lahirnya si jabang bayi yang diiringi oleh Sang Hyang Panca Mahabhuta.
            Sehingga pengertian dari Kanda Pat Bhuta menjadi sebagai berikut : Kanda = tutur = petuah = tetingkah = kesaktian = kawisesan = kasidian. Pat = empat/ Dan Bhuta = denawa = raksasa. Disebutkan dalam seratkidungan jiwa wedha, bahwa pada saat manusia lahir ke dunia ini, maka pada saat yang sama lahir pula para Dewa dan siluman, binatang serta tumbuh-tumbuhan. Dan ereka semua adalah saudara. Jadi Kanda Pat Bhuta disini berarti empat macam ajaran, kawisesan, kesaktian, kasidian dari para siluman raksasa. Sehingga barang siapa yang dapat memahami ajaran ini, akan memiliki kesaktian, kawisesan, dan kasidian dari para siluman raksasa. Sehingga barang siapa yang dapat memahami ajaran ini, akan memiliki kesaktian, kawisesan, dan kasidian dari para siluman tersebut. Akan menjadi sakti seperti siluman.
            Selain pengertian tersebut di atas, bhuta juga bisa diartikan sebagai daya, tenaga, atau kekuatan. Jadi bhuta = daya = tenaga = kekuatan yang besar. Sebesar daya tenaga raksasa. Itulah sebabnya mereka yang kerangsukan atau kesurupan bhuta, akan memiliki daya atau tenaga kekuatan raksasa, atau daya kekuatan yang besar. Hanya saja daya atau tenaga yang besar ini sering tidak terkendali, tidak terarah. Karena sedang tidak sadarkan diri. Apabila tenaga atau daya kekuatan yang besar itu bisa dibangkitkan dengan ajaran Kanda Pat ini, denganpenuh kesadaran,sehingga bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik. Dengan pengertian seperti ini, maka ajaran Kanda Pat Bhuta adalah penengen.
            Inilah ajarannya, ajaran pengiwa dan penengen, rahasiakanlah, jangan dibicarakan sembarang orang. Ila-ila dahat, berbahaya. Jangan dilecehkan, bila dilecehkan, musnahlah segala kegunaannya, dan menjadi bumerang bagi penganutnya. Dan kemudian menyakiti diri sendiri, seperti gila, marah-marah, boros, sakit mendadak, sakit lepra, buta serta pendek umur. Demikianlah akibat dari orang yang mempermainkan ajaran ini.
j. Katatwan kanda pat bhuta
            Ketahuilah adanya ketatwan kanda pat bhuta, pada saat manusia masih berupa janin, mayoga ring gua garban ibunta. Tatwan ika Sang Hyang Rare, nyelang linggih ring Sang Ibunta, Ibu Pertiwi. Mengandung pengertian bahwa urip itu nyilih ring pertiwi, hidup baan nyilih. Karena itu apa yang ada di Buwana Agung ada juga di Buwana Alit, ring angga sariranta seperti : Kulit kabeh nyilih saking pertiwi, bulun mata nyilih ring pada, tulangta kabeh nyilih ring kayu, dagingta kabeh nyilih ring paras, mulukta kabeh nyilin ring endut, rambut ta kabeh nyilih ring gule mwang ring awun-awun, cangkemta nyilih ring gua, giginta nyilih ring suket jurang, matanta nyilih ring surya candra, cunguhta nyilih ring semer, karnanta nyilih ring jurang rejeng, kejepanta nyilih ring tatit, ambekta nyilih ring bintang, sabdanta nyilih ring ketug lindu prakasa, angkihanta nyilih ring anggun kabeh.
            Begitulah adanya ketatwan hidup menjadi manusia. Barang siapa yang tidak memahami akan kerberadaan tersebtu, akan menjadi musuhlah dia. Bisa menjadi penyakit, mendatangkan bencana, hidup menjadi susah, banyak masalah.Karena itu, menjadi orang hidup janganlah sombong, jangan besar mulut, jika berbicara jangan sembarangan, perkataan terhadap sesame jangan curang-bog-bog-membohongi orang. Jangan pula jail, angkuh, congkak dan takabur. Hindari semua itu, karena hidup cuma baan nyilih, hanya pinjaman, hanya sementara.
            Beginilah keberadaan beliau Sanghyang Panca Mahabhuta : Ring purwa, ngaran aprag, yeh nyom dadi kulit, ngaran ibuk, dadi bhuta putih, dadi anggapati, mekrane bayuni mawisesa, dadi sang kursika, dadi bhatara iswara, sweta warna, magenah ring pepusuhan, mekarana ada panes-tis. Ring daksina, ngaran getih dadi isi, ngaran I bodo, dadi bhuta abang, dadi mrajapati, mekrane wanen, dadi sang garga, dadi bhatara Brahma, merah rupanya, mesuang geni ring irung kiwe-tengen, magenah ring hati, ento mekarana ada jele-melah.
            Ring pascima, ngaran sugian, mawak ari-ari dadi bhuta kuning, dadi banaspati, mekrana pageh, dadi sang metri, ring urat dadi bhatara mahadewa, warnanya kuning, megenah ring karna, ngerungu sabda ala-ayu. Ring utara, malih puser dadi tulang, ngaran Ibaka, dadi bhuta ireng, ngaran sang basukih, dadi banaspati raja, dadi sang kursia, ring tulang dadi bhatara wisnu, hitam warnanya, magenah ring ampru, mesuang yeh ring tinggal, ngawas jele-melah. Ring tengah, raganta ngaran I bagia, dadi sang pretanjala, dadi bhuta mancawarna, dadi dengen, dadi bhatara siwa magenah ring jaja, rupanya mancawarna, magenah ring lidah, dadi sabda-sidi ngucap.
k. Mangeregep kanda pat bhuta
            Pangeregepe neher sira mamusti mangeranaksika tur masila marep purwa mwah maduluran : 1. Pejati + toya anyar 1 gelas. 2. Canang burat wangi. 3. Asep menyan. 4. Segehan mancawarna. 5. Tetabuhan arak berem. Kadi iki reregepane : “I anggapati regep manjing ring cangkem, terusang  ring papusuhan, jantung, rumaksa jiwa apang pageh. I mrajapati regep manjing ring irung, terusang maring hati, ati, rumaksa bayu apang kukuh. I banaspati regep manjing ring tingal, terusang ring ampru atau limpa, rumaksa idep apang tan obah. I banaspati raja regep manjing ring karna, terusang sakna maring ungsilan atau empedu, rumaksa sabda apang dadi sidi ngucap”. Ika kaweruhe pasuk-wetun sanakta kabeh rinegep sapalakun rahina wengi.
            Demikianlah cara angrasuk kanda pat bhuta, sebisa-bisanya dilakukan pada malam hari. Dan setelah menghaturkan banten atau sesaji yang disebutkan di muka, serta mantra reregepane juga sudah diucapkan, maka selanjutanya adalah : lemaskan badan anda, jangan tegang, santai saja, atur pernafasan yang aris, panjang dan pendeknya satukan pikiran, jangan bimbang, jangan ragu dan jangan takut. Kalau masih dihantui perasaan bimbang ragu dan takut, maka anda tidak akan berhasil. Kalau memang belum yakin, belum percaya diri, sebaiknya memang tidak usah dilakukan. Karena apapun yang dikerjakan dengan pikiran ragu dan bimbang disamping tidak ada hasil juga bias menimbulkan penyakit di dalam jiwa anda.
            Makanya, barang siapa ingin menyatukan kanda pat bhuta dengan dirinya, caranya : “Sambat aranta kabeh, incepang ring hulu angen, kumpulang ditu rasayang. Suba ditu terusang kuncita, ngaran cekokan sirahe ring ungkur, beneng ring lelata, ditu cipatyang kayunta, sakeweh ajak arep-sakeneh sida, dadi pangeraksa jiwa, kasidian, kateguhan, kesaktian, lan matetamban wenang”. Artinya : Panggil namanya semua, tempatkan di ujung angen-angen, cipta dan rasakan sendiri disana. Setelah itu jalankan ke kuncita, kecekokan kepala belakang yang lurus dengan selaning lelata, ditengahnya alis kanan kiri. Menciptalah disana apa yang diinginkan, dimohonkan, segalanya bias. Untuk pengeraksa jiwa raga, kasidian, kateguhan, kesaktian, dan pengobatan, semuanya bisa.
            Setelah itu genahang ring raga, tempatkan di dalam badan, seperti ini mantranya “Ih I anggapati, manjengakena sira ring cangkem, anerus ring papusuh. I merajapati, manjingakena sira ring irung, anerus ring ampru. I banaspati, manjingakena sira ring soca, anerus ring hati. I banaspati raja, manjingakena sira ring karna, anerus ring ungsilan”. Dan diteruskan dengan mantra berikut : “I anggapati mungguh ring pempatan, dada, putih rupanira, I merajapati mungguh ring bahu kiwa, abang rupanira. I banaspati mungguh ring bahu tengen, ireng rupanira I banaspati raja mungguh ring ungkur, rupanya kuning.
            Lagi ada mantra : “Ih sanakta kabeh aja sira anglaranira, ingsun aweha mreta ring dyun manic, ameta mangke amreta saking ibunira, syamukanku mijil ikang mreta. Iki mangke tadah sajinira, hana kita amreta iki, anahan ajak sanakta kabeh.Mangke alungguha sira ring ragan ingsun, aja sira papacuhan, pomo-pomo-pomo”. Seperti contoh berikut yang termuat dalam sebuah lontar, disebutkan bahwa, barang siapa yang sudah bisa merasakan kehadiran atau kemanunggalannya dengan Sang Catur Sanak, maka dia wajib melakukan “pebresihan” diri, dengan cara mandi di sungai setiap purnama dan tilem. Lakukanlah ini pada malam hari.
            Caranya : duduk bersila di tengah sungai dengan air sebatas leher, sikap tangan amustikaranamenghadap keluwan dan terus mengucapakan mantra : “Ih eling Sang Hyang Dharma, idih larankune ring pekarangan awak sarirankune, eling Bhatara Catur Buwana, idih larankune ring awak sarirankune, wastu aku bersih hening, hening, hening, hening. Eling sang buana sakti. Reksanen awak sarirankune, pomo raksa, pomo raksa, pomo raksa”. Itulah pebersihan Sang Catur Sanak, dan kalu sudah mebersih dengan mantra tersebut diatas, lagi mengucapakn mantra dengan posisi tangan menempel di pusar. Ini mantranya : “Om am ratna pradipta jagra agni ramaya, surya teja mahateja rakta warna brahma-rupi. Om bam hredaya swahana ya namo. Om am caturmuka dadi kunda namo. Om hrang hring nadi saramaya kala ya namo, prameya karang. Om trigama dupa dipa tayo namah swaha”.
            Setelah selesai mengucapkan mantra tersebut, lalu dilanjutkan dengan mandi keramas yang bersih. sepulangnya dari sungai, sampai di rumah jangan makan sirih, karena ada pebersihansekali lagi. Sarananya : yeh, mawadah sibuh, bungan jepun apasang, setelah dipuja, maketis ring awakta, ring bunbunanta, raris minum, sugyang, pada ping telu. Inilah mantranya : “Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Suba kehaturan pabresihan pengening-ngening raganta sami, ayua kita pepancuhan, rumaksa aku apang pageh, lamun ana wong satru, leak sakti mapagin aku, tulakenta sira ajak makejang” pomo-pomo-pomo”.
            Masalah pebersihanini, melukat atau mandi keramas, barang kali ada sedikit pertanyaan. Bagaimana kalau di sekitar tempat tinggal tidak ada sungai?
            Jawabannya adalah : pebersihan, melukat atau mandi keramas itu dapat dilakukan pada sumber atau mata air yang lain. seperti pancoran, bulakan atau sendang, tempat-tempat permandian umum, di danau atau di segara (laut). Dan bila inipun tidak ada, maka dapat dilakukan di kamar mandi. Tentunya car mandinya juga disesuaikan. Kalau tidak bisa kumkum ya, jangan kungkum. kalau tidak bisa berendam, jangan berendam. Cukup ucapkan mantranya saja, setelah itu menghening sejenak, lalu mandi seperti biasa.
           Tidak hanya purnama-tilem. Cara mandi seperti ini dapat dilakukan bilamana anda merasa kesebelan, cuntaka. Pulang dari melayat, menengok orang meninggal. Melihat sesuatu yang tidak mengenakkan atau mengalami kesialan. Misalnya baru sembuh dari sakit, habis kecelakaan dan sebagainya.
l. Kesaktian kanda pat bhuta
            Kesaktian Kanda pat bhuta ini berkaitan dengan fungsinya. Artinya mau digunakan untuk apa? Mohon keselamatan, kerejekian, kewisesan, keteguhan, pengobatan, atau kesembuhan dan sebagainya. Seorang pemangku di Bali, sebelum melakukan puja astawa ke Widhi, biasanya memagar dirinya terlebih dahulu dengan kekuatan mantra-mantra khusus. Biasanya dikenal dengan istilah mantra tan kodar, artinya mantra tak terdengar, karena diucapkan di dalam batin.
            Berikut adalah beberapa contoh mantra-mantra kesaktian yang biasa digunakan dalam kanda pat bhuta. Mantra : “Om A Ta Sa Ba I Na Ma Si Wa Ya. Ang Ung Mang. Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Aja sira lali asanak ring ingsun, apan ingsun juga tan lali asanak ring sarira. Reksanan jiwa raganku den becik”. Sesudah itu regep sanakta apang memurti ring awakta, ini mantranya : “Ih anggapati, mijil sira saking pepusuh, anerus sira ring soca, alungguh ta sira ring pempatan, dada, merupa putih. Ih I mrajapati. mijil sira saking ati, anerus sira ring irung, alungguh ta sira ring bahu tengen, marupa abang. Ih banaspati, mijil sira saking ampru, anerus ring sira ring cangkem, alungguh ta sira ring bahu kiwa, marupa ireng. Ih banaspati raja, mijil sira saking ungsilan, anerus sira ring karna, alungguh ta sira ungkur pamanggahan, merupa kuning. Om siwa. Om sa, ba, ta, a, I”.
            Inilah yang disebut dengan darma idep pageh terus. Dan kalau sudah bisa merasakan seperti itu, itulah manusia sakti-sakti luwih, semua musuh akan bakti ring awakta. Ika regeep den pingit, itu adalah perwujudan Hyang Sada Siwa, Siwa Agung Wisesa, gegelaran manusia sakti. Dan ini adalah pemnatukan buwana agung ring buwana alit, ring awak sariranta. Ini wajib diketahui, karena ini adalah dasar menglesakang salwiring guna pangwisesan. Inilah mantranya : “Ih sang ibu pertiwi, mantuk ring kulit. Paras mantuk ring daging. Embun mantuk ring otot. Endut mantuk ring muluk. Kayu mantuk ring tulang. Padang mantuk ring bulu. Gulem mantuk ring rambut. Gowa mantuk ring cangkem. Sumur, tukad, Sang Hkyang Surya Candra, kabeh pada mantuk ring netra kalih. Suket-suket mantuk ring gigi. Tatit mantuk ring kejapan. Iding, parang, rejeng, jurang, pada mantuk ring karma. Teja mantuk ring alis. Ambara mantuk ring bahu. Akasa mantuk ring usehan”. Ika wenang kaweruhan makadasar pangregep sekala.
            Dan ketahuilah pula bahwa pada sanakta juga bisa berwujud api. Berwujud gni pangesengan. Bisa digunakan untuk membakar lara petaka, mangeseng salwiring bayu.Karena itu, ika wenang murtyang den pageh, ika maka dasar sakti mawisesa. Beginilah adanya : “Gni mahabara ring rambut. Gni jayengrat ring tinggal kalih. Gni rasyamuka ring cangkem. Ika regepan denira, menadi sanunggal, tunggalakena maring pukuhing jiwanta. Kalau sudah merasa di situ, regep mijil murub makatar-kataran ring arepanta, mijil paketel-tel masusun, matumpang siyu. Kalau sudah begitu, geseng salwiring kanga rep kageseng”.
            Beginilah cara pangeregepannya : teher ta sira asila, mamusti mangranaksika, tur marep purwa, dulurang canang burat wangi, daksina pejatian, asep menyan, tetabuhan arak berem. Lelangunin Sang Hyang Mantra, tuntun deninig idep pageh terus. Bila sudah bisa pageh terus rig paglekase ika, katon rog aprenta kadi gni angabar-abar matumpang siyu. Begitulah penampakannya bila sudah dapat menghidupkan Sang Hyang Agni dari Sang Catur Sanak ini. Kalau menghadapi musuh sakti, maka panggil sanakta kabeh. Mantra : “Ih Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja, apang prayetna, sira angarepin satru sakti, aja pepancuhan kengetakena”.
            Dan kalau mengobati orang yang sakit, maka sarananya adalah : yeh anyar mewadah sibuh, sekar putih, barak, kuning, selem pada mekatih. Mantra : “Ih Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja, sira apang preyatna, tohan kawisesan nirane, anambani gering si apang seger waras, aja sira pepancuhan, pomo, pomo, pomo”. Kemudian tarik nafas dan tahan sekuatnya, lalu tiupkan ke air tersebut, untuk maketis, minum, sugyan, masing-masing tiga kali. Selanjutnya ketahuilah adanya pemurtian beliau, sanak tane patpat same pad sareng mamurti, termasuk iraga juga mamurti menjadi bhuta, bergelar Panca Mahabhuta. Dengan perwujudan beliau adalah beruap : pertiwi, apah, teja, bayu, akasa. Dan ari pamurtian ini lahir Sang Hyang Dasaksara seperti : Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya. Dari Dasaksara lahir Sang Hyang tiga, Sang Hyang Tri Aksara : Ang, Ung, ang. Dan dari Tri aksara ini lahirlah Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Ongkara : Om. Itu semua kemudian menjadi linggan Bhuta, Bhetara dan Dewa.
            Dari situlah kemudian lahir mantra : “Om, sa, ba, ta, a, I, na, ma, si, wa, ya, ang, ung, mang. Om aku mawak Sang Hyang Tunggal, sakti aku tan kahungkulan, tan keneng tulah mwang pawastu, tan kena aku aceping Bhutakala, Bhuta dengen, mwang desti, tuju, teluh, terangjana, guna lanang, guna istri, aku tan kena guna pekaryaning manusa sakti wisesa, wastu sakuwuning gumi lemah sengit, tela campuh sumpah supata punah, punah, punah. Om namo namah swaha”.
            Dalam sumber lain yaitu di dalam lontar Kanda Pat Rare ada disebutkan mantra yang berkaitan dengan Kanda Pat Bhuta ini, secara lebih lengkap sebagai berikut : bila terjadi perang, kerusuhan, atau perkelahian, maka untuk keselamatan diri dapat diucapkan mantra ini : “Ih anggapati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, teumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo”. “Ih Mrajapati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo”. “Ih banaspati, iling sira asanak lan ingsun, ingsun tan lali asanak ring sir, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo”. “Ih banaspati raja, iling sira asanak lan ingsun-ingsun tan lali asanak ring sira, reksanen ingsun, yan ana senjata lelandep, tumepeking awak sariran ingsun, ampehang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo”.
            Lalu menoleh kiri-kanan, kemuka dan kebelakang, pada saat mengucapkan mantra ini, nafas ditahan. Kemudian keluarkan perlahan dari lubang hidung, sambil memperhatikan lubang hidung mana yang lebih lancar, kanan atau kiri? Kalau yang lancar itu lubang hidung kanan, maka kaki kanan yang lebih dulu dijalankan, begitu juga sebaliknya. Dan bila lancar dua-duanya berjalanlah tanpa ragu, tan pejah sira ring payudan, doh ikang agering, tan wania durga amarani sira. Dan kalau mau tidur, agar bisa tidur dengan baik, tidak gelisah, tidak terganggu. Bisa tidur dengan selamat dan bangun pun dengan selamat, sehingga badan menjadi sehat. Maka ucapkan mantra berikut : “Ih I anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja, ajak panakta kabeh, ingsun arep turu, sira atangia, reksanen jiwa ragaku, yan ana wong ala paksa, leak mawisesa, upassasab, merana gerubug, tulaken ta sira ajak makejang aja lali, lah pomo, lah pomo, lah pomo”.
            Atau kalau ingin dibangunkan pada jam-jam tertentu disisipkan kalimat, “gugahan aku jam”, sebelum kata “aja lali” di atas. Dan berikut adalah ajian pamungkas dari Kanda Pat Bhuta. Tapi ingat jangan dilecehkan, jangan disebarluaskan kepada mereka yang tidak sepatutnya. Sebab, kalau dilecehkan hilanglah kegaibannya. Ini adalah ajaran rahasia, ilmu yang dirahasiakan oleh seorang guru. Tidak mudah seorang guru untuk menurunkan ilmu ini, kecuali beliau sudah paham dan yakin betul akan sifat dan watak muridnya.
            Gunakan ilmu ini hanya bilamana diperlukan, atau dalam keadaan terpaksa, karena dipaksa oleh suatu keadaan. Inilah ajian I Bhuta Siu. Mantranya : “Ih anggapati, mrajapati, banaspati, banaspati raja. Ingsun matek ajian I bhuta siyu, bhuta siyu kangtapa ing guwargar-bane I bagaspati. Sakehing samar, bhuta-bhuti, kala-kali, luluh mesarira tunggal ring ingsun. Seakehing satru, leak sakti, mawises, desti, tuju, teluh, aneranjana. Teka wetan, kulon, kidul lan lor. Pada kamigilan, keprabawan ajianku I bhuta siyu, kang mrumbul metu maewu-ewu, pake bles-bles tan keni pati. Temah pada giris lumayu bubar sar-saran. Ya ingsun atining bumi”.
            Selain itu, kesaktian dari Kanda Pat Bhuta ini, juga bisa dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus. Seperti contoh berikut ini : apabila ingin sakti dan dicintai oleh sesame maka siapkan saran banten : rayunan mancawarna, 1 pajeg, dengan ikan ayam brumbun, nasi tulung 125 tanding, nasi takilan 216 tanding, dijadikan masing-masing satu tamas, suci atau soroh, pras ajuman, canang pasucian, daksina gede sarwa 3 satu, pemanisan, satu dulang, segehan cacan satu tanding, segehan agung satu tanding, penyambleh ayam brumbun, tetabuhan arak berem.
            Apabila akan bertempur, mesiat lemah, mesiat peteng, bertempur sekala maupun niskala, baik secara nyata maupun tidak nyata, maka bantennya sama dengan di atas. Dihaturkan dahulu kepada Sang Hyang Panca Mahabhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali, atau bahasa mantra anda sendiri. Mohon diberikan kesaktian, prajurit siluman dan atau yang lainnya. Setelah dihaturkan, kemudian sisa dari semua banten dan segehan ditatab. Jangan terkejut, jangan kaget, dan jangan pula anda menjadi takut. Bila tiba-tiba merasakan suasana yang berbeda, suasana yang mencekam, yang membuat bulu kuduk anda merinding. Atau tiba-tiba seolah-olah melihat penampakan yang menyeramkan, baik suaranya maupun perwujudannya yang aeng. Itu berarti bahwa permohonan anda telah diterima. Dan anda telah siap untuk menjadi seorang yang sakti seperti siluman.
            Dan bilamana anda berkeinginan untuk nerang hujan, maka siapkan saran bantennya : Ajuman pelung 3 tanding, ajuman selem 1 tanding, canang segenep, peras ajengan, canang daksina gede sarwa 4 satu, suci satu soroh, rayunan pajegan satu tanding,penyambleh ayam samalulung, tetabuhan arak-berem, dengan sarananya dupa.Caranya : semua banten dihaturkan dahulu kepada Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali atau bahasa mantra anda sendiri. Memohon agar terjadi hujan, agar turun hujan. Setelah itu anda mandi basah kuyup seluruh badan, sambil menyembur-nyemburkan air. Dengan menggunakan air kelebutan, atau air sumur.
            Selanjutnya, bila adna berharap bisa mengikat leak atau bebai dari rumah anda. Maka dapat dilakukan dengan menyiapkana sarana banten sebagai berikut : ajuman berbentuk ular, dengan ikannya telur mentah, peras ajuman, canang daksina. Atau anda ingin membingungkan leak, membuat leak menjadi bingung. Maka dapat dilakukan dengan sarana banten sebagai berikut : Nasi naga ikannya telur mentah, lima butir, peras ajengan, canang daksina. Caranya : haturkan terlebih dahulu semua banten kepada Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali atau bahasa mantra anda sendiri. Mohonlah sesuai dengan harapan dan tujuan anda.
m. Kanda pat bhuta siluman
            Di dalam ajaran kanda pat bhuta melakukan barter dengan siluman yang memberikan kesaktian, baik dengan nyawa anda sendiri atau sogokan-sogokan lainnya, seperti darah binatang misalnya, atau sejenis upakara tertentu yang dihaturkan pada hari tertentu pula. Itu biasanya tergantung tinggi-rendahnya kesaktian yang diinginkan. Cara ini kalau di Jawa disebut dengan prewangan. Dalam anggapan sebagian masyarakat, mereka yang berhasil menempuh cara ini, biasanya dijuluki dukun sihir atau ahli nujum. Ilmu gendam, sihir merupakan salah satu contoh kekuatan siluman. Salah satu jenisnya sering dipraktekan di jalanan, di pasar-pasar, atau terminal-terminal. Sehingga keeseokan harinya, termuat di oran atau di televise, ibu ini dan ibu itu, tertipu habis-habisan, tanpa sadar memberikan perhiasannya dan uangnya kepada si anu, yang sama sekali tidak dikenalnya. Karena baru ketemu kali itu.
            Siluman mengacaukan kesadaran seseorang dan mendungukan hak asasinya, sehingga korban tidak menolak jika diminta. Tidak marah walau ditipu. Ketika kesadarannya pulih muncul penyesalan luar biasa. Namun segalanya sudah terjadi. Kekuatan siluman tidak abadi. Ia berhasil mengikat kesadaran seseorang hanya untuk beberapa saat. Bisa dihitung dengan jarak dan waktu. Ketika korban sadar, biasanya pelaku sudah berjalan ratusan meter. Jarak tertentu ini membuat kuasa siluman tercabut dari korban. Karena siluman yang tadi menyekap korban harus segera kembali mengikuti si pelaku kejahatan itu lagi. Karena sudah oncat maka kesadaran korban kembali pulih. Tidak linglung lagi.
            Begitu pula karakter lain dengan persyaratan waktu. Kesadaran kembali pulih jika kejadiannya sudah berlangsung beberapa saat, paling lama satu jam. Diantara radius jarak dan waktu itulah, pengguna ilmu siluman menyelamatkan dirinya dan menghapus jejaknya. Sehingga mempersulit semua pihak untuk menyelesaikannya. Disamping korban juga sudah kehilangan memorinya atas kejadian tersebut. Siluman merampas hak memori kita. Daya ingat kita dan indera penalaran kita. Itulah sebabnya, mereka yang kesurupan siluman akan kehilangan kesadarannya, dan bertingkah laku seperti siluman. Kalau yang nyurup itu siluman celeng, maka dia akan bertingkah seperti celeng. Dan kalau yang nyurup itu siluman monyet, maka dia akan bertingkah laku layaknya seekor monyet. Begitu seterusnya. Maka itu, janganlah bangga bila anda bisa kerauhan. Itu tandanya betapa rapuhnya jiwa anda, karena bisa dengan mudah dikuasai siluman.
            Di Bali kekuatan siluman ini biasanya dimanfaatkan oleh mereka yang belajar ilmu pengiwa, termasuk Kanda Pat Bhuta ini. Upacara ilmu pengiwa, biasanya juga diselubungi kengerian sebagaimana persyaratannya. Persyaratan ilmu pengiwa sangat akrab dengan dunia kematian. Tidak sekedar canang dan dupa, atau kembang menyan, tapi minimal ada pejatian, segehan agung, bene jejeron celeng (seperti ati, darah, jantung, usus dan lain-lain semuanya seba sedikit), juga tetabuhan arak-berem. Jika ilmu pengiwa yang dipelajarinya itu lebih ekslusif, maka persyaratannya pun menjadi lebih ekstrim. Umpamanya : darah tidak boleh lagi dara binatang, melainkan tetesan darahnya sendiri, juga tetabuhannya tidak lagi arak-berem biasa, melainkan arak-berem yang beralkohol tinggi, seperti arak api misalnya.
            Pemuja Bhetari Durga pada umumnya juga belajar ilmu pengiwa dalam kelompok yang sangat eksklusif, yang umum dikenal dengan istilah leak ugig, leak wegig, leak pemaron, leak selem, harus berkelana, bergentayangan berselubung kekuatan gaib saat malam menyelimuti bumi, biasanya pada saat-saat menjelang rerahinan kajeng kliwon, untuk memburu darah segar manusia, yang mengalir di tubuh bayi yang baru lahir. Tujuannya merebut hak hidup anak itu menjadi hak dia. Dalam perburuannya itu, ia akan merubah wujudnya menjadi api, endihan, terbang ke sana kemari, menembus langit kelam. Terbang dari rumah yang satu ke rumah yang lainnya. Dan akhirnya menukik pada sebuah rumah, lalu besoknya terdenga berita, “yee pianak si anune sube sing nu”, padahal kemarin masih sehat walafiat, masih segar bugar.
            Begitu rentannya seorang bayi terhadap ilmu hitam, kekuatan hitam. Begitu mudahnya seorang bayi menjadi korban ilmu hitam, kekuatan hitam. Pemuja Bhetari Durga, atau kekuatan hitam berbah sakti mandraguna. Jika mati hidup lagi. Karena sudah merebut hak hidup orang lain lebih dari sekali. Semakin banyak korban, nyawanya semakin rangkap-rangkap. Itulah sebabnya, bila ada orang terkenal sakti, bisa ngeleak, pasti akan susah mati. Walaupun sudah jompo, sudah terbaring di tempat tidur, tetap saja tidak mati-mati. Mengapa demikian? Karena dia sudah tidak murni manusia lagi, dia sudah merupakan “Manusia setengah siluman”.
            Nah, orang-orang itu hanya bisa mati bila tubuhnya, khususnya organ vital di dalam tubuhnya sudah benar-benar rusak, tidak berfungsi lagi, maka roh siluman yang bersemayam di dalam dirinya akan pergi meninggalkannya, maka matilah dia. Yang kedua adalah dia akan mati bila dalam suatuproses perebutan kekuasaan, dalam perang antar leak, dia dikalahkan oleh leak lainnya, maka matilah dia. Dan yang ketiga, dia akan mati bila dikalahkan oleh Balian Penengen, dalam usaha merampas dan mempertahankan hak hidup orang lain. Tapi untuk kasus ketiga ini, sangat jarang terjadi. Yang sering terjadi justru Balianlah yang dikalahkan oleh leak.
            Para pemuja Bhetari Durga ini seolah-olah bisa hidup abadi. Namun sesungguhnya tidak. Manteranya yang abadi, ajarannya yang abadi. Dari satu generasi ke generasi berikutnya tetap sama. Baik format maupun bahasanya. Mencari orang yang berminat membaca dan mempelajarinya. Menunggu dengan penuh kesabaran di balik pintu dan jendela. Beredar tanpa kasak-kusuk, bergerak di bawah tanah. Suatu saat kembali dianut seseorang, secara sengaja ataupun tidak. “Semakin jumawa, semakin sombong, iri, dan dengki, semakin melekat ilmu hitamnya. Semakin orang tergoda untuk melawan semakin kokoh pertahanannya”.
            Walaupun ajaran kanda pat bhuta termasuk pengiwa, juga pemuja siluman. Namun tidaklah dalam kategori berbhaya. Karena itu persyaratannya tidak sangat berat. Tetapi konsekuensinya, ilmu yang didapat pun tidaklah terlalu tinggi. Inilah salah satu sebab, kenapa Balian yang mengandalkan ajian Kanda Pat Bhuta ini, selalu kalah dengan leak. Kanda Pat Bhuta adalah ajaran pembukaan, ajaran permulaan, sebagai langkah awal,untuk melangkah ke ajaran yang lebih tinggi, yaitu Kanda Pat Sari dan Kanda Pat Dewa. Adapun cara untuk mendapatkan kekuatan gaib ini adalah dengan melakukan paserayan, nyeraye, dengan mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat, tenget,angker. Pada malam hari menjelang rerahinan kajeng kliwon, dengan membawa upakara seperti yang telah disebutkan di muka, dan setelah upakaradihaturkan sebagaimana mestinya, lalu dilanjutkan dengan memohon panugrahan berupa kawisesan atau kesaktian. Bisa jadi cara ini tidak cukup hanya sekali, sehingga harus diulang beberapa kali, sampai mendapatkan apa yang diinginkan.
            Kalau diterima anda akan mendapatkan sesuatu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang langsung biasanya berupa benda, bisa berwujud batu permata, taring binatang, keris kecil, atau sebuah benda yang berbentuk aneh. Kadangkala juga bisa berupa makanan, kalau dia makanan biasanya berupa manisan, permen. Ada malahan yang berupa binatang seperti kucing, burung, anjing atau binatang lainnya, yang diterima pada saat itu juga. Sedangkan yang tidak langsung, biasanya didahului dengan mimpi-mimpi. Di dalam mimpinya dijelaskan tentang tempat benda tersebut dan kegunaannya. Kalau dia binatang biasanya akan datang sendiri, atau dijemput di suatu tempat. Benda inilah yang umum dikenal dengan nama paica, pica.
            Agar khasiat atau tuah pica itu tetap manjur, maka pica harus ditempatkan pada tempat yang layak. Biasanya di pelangkiran, di sanggah keumulan, pelinggih atau tempat khusus yang dibuat disertai upacara. Pica ini harus selalu diberikan sajen, dan pada hari suci tertentu dikeluarkan untuk dimandikan atau disucikan. Kelemahan dari pica-pica seperti ini adalah sifatnya tidak langgeng. Kesaktiannya pun tidaklah tinggi benar, sehingga pada kasus-kasus tertentu kadang tidak dapat diandalkan. Disamping juga menciptakan ketergantungan, dan merepotkan diri anda sendiri. Untuk jelasnya adalah sebagai berikut : Sarana upacaranya = Pejati+toya anyar 1 gelas Canang Burat Wangi + permen asep, kemenyan atau dupa wangi Segehan mancawarna + be jejeron celeng tetabuhan arak, berem. Dalam situasi tertentu, agar tidak terlalu mencolok, maka sarana di atas bisa dikurangi, yaitu anda cukup membawa : Canang burat wangi atau canang ajuman diisi permen dan sedikit jajan dupa waing, dan tetabuhan arak-berem.
            Di tempat yang sudah ditetapkan, atau dipilih haturkan upakara yang dibawa, dengan menggunakan bahasa mantra anda sendiri. Sesuai dengan harapan, tujuan dan keinginan anda. Setelah itu lalu ucapkan mantra di bawah ini sebanyak 9 x (Sembilan kali). Mantranya : Om awignamastu nama sidyam, Ong pengenteg bayu dadi langgeng ta sira angalih pala boga angati-ngati sabda rahayu mangda molih merta kencana, Ong, ang, ah perama siwa ya namah swaha”. Ingat, mengucapkan mantra sambil bermeditasi, laksanakan sampai anda menemukan cihna, tanda-tanda atau paica, pica sesuai dengan harapan atau tujuan anda.
            Pada suatu malam, di sebuah desa di Bangli, ada seseorang kakek yang menceritakan riwayat hidupnya. Konon pada masa mudanya beliau adalah keluarga miskin. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka dia harus keluar masuk hutan, untuk sekedar mencari baha makan, umbi-umbian, buah-buahan, atau kayu bakar. Sampai pada suatu hari dia tidak menemukan bahan makanan, dan tidak ada sesuatu yang bisa dimakan. Maka tiba-tiba muncul pikiran aneh di dalam otaknya. Dengan membawa dupa wangi, canang burat wangi, sedikit permen dan jajan, tetabuhan arak-berem, diapun kembali masuk hutan. Tujuannya adalah mencari wangsit, mencari petunjuk hidup agar bisa hidup layak, dan cukup sandang pangan. Bila tidak mendapatkan wangsit atau petunjuk gaib, biarlah mati saja di hutan, begitulah tekad beliau. Ibarat orang bertapa sampai mati. Itulah yang dilakukan.
            Singkat cerita, setelah menghaturkan upakara yang dibawanya, diapun mulai bertapa. Rupanya tapa beliau tidak sia-sia, karena pada malam ketiga, sayup-sayup terdengar suara dentingan genta. Tapi tidak jelas darimana datangnya suara itu. Karena seolah-olah berputar-putar, dan semakin lama semakin keras. Akhirnya, percaya-tidak percaya, beliau kemudian melihat penampakan tujuh Rsi. Semuanya ngangem genta serta nguncarang weda. Dalam hati beliau bertanya-tanya, “Inikah yang disebut dengan Sanak Sapta Rsi itu?”. Dan beliaupun bersujud menghaturkan sembah, serta menyampaikan tujuannya.
            Tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh dihadapannya, konon bentuknya seperti permen, tapi bukan permen. Beliau menganggap itu paica, pica. Karena takut benda paica, pica itu hilang. Makan benda paica, pica itu hilang. Maka benda paica, pica itupun ditelannya bulat-bulat. Sialnya, setelah menelan benda paica, pica itu dia malah jatuh pingsan. Tak sadarkan diri. Anehnya, justru di dalam keadaan pingsan itulah dia menerima petunjuk gaib, terutama hidup dan kehidupan yang harus dijalaninya. Setelah menjalani kehidupan sesuai dengan arahan yang diterimanya secara gaib itu, maka kehidupan keluarganya mulai membaik. Artinya sebagai seorang petani kebun, hasil kebunnya tidak lagi merugi. Melainkan mulai menguntungkan sehingga dia kemudian bisa memperbaiki rumah, menyekolahkan anak dan sebagainya. Sejak saat itu kehidupan keluarganya menjadi baik sampai sekarang. Walaupun tidak kaya tapi tidak pernah kekurangan makan.
            Seorang pemangku dari Gianyar, mendapatkan pica di Pura Giri Putri di Nusa Penida. Dan setelah itu, dia memang memiliki kekuatan gaib. Yaitu bisa mengobati berbagai penyakit gaib, penyakit yang tidak terdeteksi oleh dunia kedokteran. Banyak orang yang sudah disembuhkan. Tapi ternyata kesaktian pica itu pun terbatas, karena kemudian anaknya sendiri sakit-sakitan, dan dia tidak mampu mengobatinya. Sampai akhirnya anaknya itu yang wanita dan masih gadis, kawin atau menikah dengan adik misannya, penyakitnya itu pun turut dibawa serta. Seminggu setelah hari pernikahan, penyakitnya itu kumat. Adik misannya minta tolong agar penyakitnya diobati ke balian. Sehingga sembuh sampai sekarang.
            Kesembuhan anaknya itu membuat orang tuanya yang pemangku dan juga Balian itu penasaran. Diapun minta diperkenalkan dengan seorang balian. Setelah berkenalan, dia lalu bercerita tentang picanya itu. Yang sebelumnya selalu memperhatikan keampuhannya, entah kenapa terhadap anak sendiri malah tidak berfungsi. Dia lalu berterima kasih kepada balianitu dan mengangkat menjadi kakaknya. Pada tanggal 24 November 2007, pemangku ini pun jatuh sakit. Seminggu kemudian di rumah sakit tanpa ada perubahan yang berarti, dia pun menyuruh anaknya memanggil balian. Dia mengeluh dan tidak tahan dengan penyakitnya itu, yang seolah-olah makpak, menggigit-gigit dirinya. Dia menjadi lumpuh bahkan makan pun susah, kemudian diobati oleh balian dan akhirnya sembuh. Karena sudah tidak terlalu sakit lagi, walaupun masih dalam keadaan lumpuh dia minta pulang paksa dari rumah sakit.
            Akhirnya balian itupun diminta kerumahnya, dimana dia dibaringkan balian itu melakukan meditasi. Menghayati apa yang sebenarnya terjadi, dan juga memohon kesembuhan buat mangku tersebut. Pulang dari sana, malamnya balian itu bermimpi bertarung dengan seekor macan. Besoknya balian itu bertanya kepada anaknya, apakah pica bapaknya seekor macan? Anaknya menjawab ya. Ada dua kemungkinan kenapa pica macan itu bisa menggigit tuannya. Kemungkinan yang pertama adalah si pemangku tanpa disadarinya telah melanggar perjanjian, atau pantangan, atau terlambat dalam member “makan” pica tersebut. Dan kemungkinan kedua adalah pica macan itu, telah dikalahkan oleh manusa sakti, lalu kemudian diperintah untuk memakan si pemangku. Di dalam hutan seekor macan boleh bangga karena bisa merajai seluruh binatang hutan, tapi berhadapan dengan manusia, macan bukanlah apa-apa. Inilah salah satu sebab, kenapa balian pica selalu dikalahkan oleh leak.
            Ibarat ilmu, paica, pica pun perlu disempurnakan, dikumpulkan, disatukan agar menjadi kuat dan sakti mawisesa. Dia sudah menerima pica, pica macan siluman, yang merupakan salah satu wujud sakti Bhuta Mrajapati. Seharusnya dia tidak berhenti di situ. Dia harus mencari wujud-wujud sakti lainnya, seperti siluman raksasa, detya, denawa. Yang di Bali popular dengan gelar I Ratu Gede Mecaling. Adalah merupakan wujud sakti dari Bhuta Banaspati. Kemudian siluman buaya, yang merupakan wujud sakti dari Bhuta Banaspati Raja. Dan siluman Naga, atau ular yangmerupakanwujud sakti dari Bhuta Anggapati.
            Maka, barang siapa yang dapat mengumpulkan, menyatukan, nyungsung keempat paica, pica tersebut, akan menjadi Balian sakti mandraguna, sakti mawisesa. Menjadi Balian yang amat sakti yang didalam lontar di sebutkan sebagai : “Ati anta kasub kajana lumraha pria, pageh kukuhing sandi sakti, weruh ta kia ring sidi ngucap, weruh tegesing lara muang pati urip, satitah basa batita, weruh ring ngsatawa sidi”. Tapi kebanyakan Balian di Bali tidaklah begitu. Baru dapat satu paica, pica saja sudah sombong, sudah ajum, sudah jadi Balian.
            “Ketahuilah anakku, bahwa kesempurnaan itu adalah penyatuan, bukan pemisahan. Seperti kau anaaku, yang akan menjadi semprna justru karena berkumpul kembali, dengan saudara-saudaramu yang belum sempurna. Seperti Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja. Unsur-unsur ini tersebar di empat penjuru Dunia, menjadi makhluk tanpa rupa, yang menunggu penyempurnaannya. Panggilah mereka kembali nak, agar segera bisa menyatu dengan dirimu. Sudah lama mereka mengharapkan kesempurnaan, supaya ebur wujud mereka yang tidak sempurna itu. Cintailah mereka nak, karena sudah lama mereka ingin bersatu dengan jagadmu. Pada jagadnya sendiri, mereka tidak berdaya apa-apa, malah makin hari makin sengsara mereka, karena diperalat oleh kejahatan yang memeliharanya. Mereka adalah kekuatan alam anakku, angin, api, tanah, air, cintailah alam, maka kekuatan empat saudara alammu akan benar-benar rumangsuk, masuk ke dalam jagadmu. Mengertikah kau anakku?”.
n. Sakti seperti siluman
            Bila anda sudah bisa mendapatkan panugrahan, berupa paica, pica dari siluman, maka anda pun akan menjadi sakti seperti siluman. Di Jawa kesaktian siluman ini sering dipertontonkan lewat pertunjukkan kuda lumping. Dimana setelah disurupi oleh siluman, si pemeran kuda lumping akan kehilangan control dirinya lalu memakan pecahan-pecahan beling, kaca, tanpa cidera sedikitpun. Di daerah Banten, Jawa Barat, para seniman debus juga kerap menggunakan kesaktian siluman ini dalam pertunjukkannya. Sehingga dia menjadi kebal senjata, ora tedas tapak palune pande. Tidak terluka oleh senjata buatan pande, walau pedang itu setajam silet sekalipun.
            Siluman memang akrab dengan kanuragan. Setiap perguruan ilmu kanuragan, yang mempertontonkan kesaktian, kekebalan, pasti menggunakan siluman untuk kesaktiannya. Bila tidak deimikian, maka pertunjukkan itu hanyalah sekedar permainan. Tidak sungguhan. Hanya pura-pura. Sekarang perhatikanlah kutipan salah satu mantra yang sering digunakan pada pertunjukkan-pertunjukkan seperti itu : “Kaki Durga, nini durga surupana dolananku iki yen ora kok surupake tak tuturake sang hyang wenang bel-robel setan gundul dadia dolananku iki”. Dari mantra tersebut di atas, dapat dipastikan bahwa pertunjukan-pertunjukan seperti itu jelas menggunakan kesaktian siluman, yang di dalam mantra tersebut disebut sebagai setan gundul. Dimana setan gundul merupakan sisya dari Nini Bhetari Durga.
            Seorang teman mengaku pernah mempelajari ajaran Kanda Pat Bhuta ini. Pada saat menjelang ujian akhir, untuk menuntaskan pelajarannya. Dia diwajibkan untuk bertapa selama tiga malam di kuburan, di tempat pemuhunan tempat pembakaran mayat. Setelah malam terakhir, dia merasa ada sesuatu yang jatuh dihadapannya itu. Tanpa berfikir panjang permen, manisan itu pun langsung dimakannya. Dan tiba-tiba saja badannya terasa panas, dadanya berdebaran, keringat dingin membasahi dirinya. Pada saat itu, gurunya yang memantau dari kejauhan melihat dirinya telah berubah menjadi wujud api. Oleh gurunya dia dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude (lulus dengan sangat memuaskan).
            Sejak saat hari itu diapun menjadi sakti mandraguna. Bisa berubah wujud, bisa bergerak cepat. Dengan merubah wujudnya menjadi raksasa, jarak yang jauhnya empat puluh kilo meter, bisa ditempuh hanya dengan tujuh langkah kaki saja. Kalau dia ingin berubah wujud menjadi Jaka Tunggul, cukup hanya dengan mengangkat lurus satu tangan, mencipta dan merapal mantra, maka kakinya akan terangkat sejengkal dari atas tanah. Berarti dia sudah berubah wujud. Disini hendaknya para pembaca bisa maklum yang melihat perubahan itu bukan dia, melainkan orang lain. Menurutnya, dia sendiri tetap merasa seperti biasa. Hanya badan terasa panas dan kaki seperti mengambang. Itu saja, katanya.
            Tapi kebanggaannya menjadi orang sakti mandraguna itu, tidaklah berlangsung lama, mungkin sekitar satu atau dua tahunan. Dia pun mulai bosan, mulai jenuh. Karena ilmu ini mulai tidak terkontrol, mulai mengganggu dirinya. Karena setiap malam dia diajak gentayangan, kesana kemari tanpa tujuan. Kalau tidak dituruti, maka dia akan gelisah, sampai pagi nggak bisa tidur. Sehingga keesokan harinya menjadi lemas, capai dan loyo. Oleh orang tuanya, dia disarankan untuk melepaskan ilmu itu. “mumpung belum terlanjur”, katanya. Sebab kalau ilmu itu sampai menyatu dengan hidupmu, maka kau sudah bukan manusia lagi. Kau sudah menjadi manusia setengah siluman, sudah menjadi leak wegig. Dan kalau sudah begitu hidupmu menjadi sia-sia. Bila nanti kau mati, rohmu akan terjebak di alam siluman, menjadi bdak siluman. Kalau sudah begitu, biarpun nanti diaben dengan usungan bade setinggi langit, dengan upakara yang sangat besar, serta memukur dengan meru tumpang selikur, tetap saja sia-sia, tidak ada gunanya. Karena tidak akanmembebaskan rohmu dari sekapan para siluman, dan tidak bisa lagi reinkarnasi jadi manusia lagi. Pada akhirnya dia memang melepaskan ilmunya itu.
            Seorang maling di Jawa, yang mengerti ilmu hitam, juga akan melibatkan siluman untuk melancarkan aksinya. Dia akan mengambil tanah kuburan pada hari tertentu, jam tertentu dan doa-doa tertentu, agar berhasil melakukan pencurian di daerah tertentu pula. Jika harus melakukan di wilayah lain untuk kesempatan berikutnya, ia tentu akan mengulang persyaratan yang kemarin. Tanah kuburan lebih berfungsi sebagai prasarana ajian sirep. Aji sirep yang paling tersohor adalah aji sirep begananda, yang dikenal mampu melelapkan seisi rumah, bleksek turu kepati, tidur seperti orang mati, sehingga pencuri leluasa bergerak. Kekuatan ilmu ini hanya berlaku sampai sebelum fajar menyingsing. “sadurunge ana lintang rahina metu sakeng wetan”.
            Kelemahan lainnya adalah si maling tidak boleh terangsang, melihat anak atau istri si empunya rumah, yang tidur terlentang nyaris tanpa busana. Kalau terangsang, apalagi sampai menggagahinya, maka pengaruh sirepnya akan punah, dan akhirnya tertangkap basah. Dengan cepat dia bisa berubah wujud, sehingga sulit dikenali. Karena mukanya sudah bonyok dikeroyok masa. Seorang pemuda dari Tabanan, mengaku pernah belajar ilmu kanuragan, yang menggunakan siluman untuk kesaktiannya. Pada tahap akhir ilmunya, dia diwajibkan mengadakan semacam ritual, dengan menelan pelor sepeda serta meminum darah kambing hitam. Dan setelah itu dia memang sakti mandraguna dan kebal senjata.
            Dia tidak tahu, bahwa ilmu ini sebenarnya lebih cocok bagi para petarung, para preman atau manusia yang berwatak brangasan. Karena itu, ilmu ini harus selalu digunakan, artinya dicarikan musuh lewat pertarungan, untuk membuktikan siapa yang lebih unggul. Bila tidak, maka ilmu ini akan menjadi musuh bagi pemiliknya. Dan itulah yang dialaminya. Dua tahun setelah merasa hebat, dia pun mulai sekarat, mulai sakit-sakitan. Seorang temannya seangkatan dia, sudah mati duluan karena gurunya sendiri tidak mampu mengobatinya. Dengan gejala sakit yang sama, dia kemudian mencari pengobatan di beberapa dukun dan balian, juga tidak berhasil. Diapun pasrah menjemput maut.
            Sampai akhirnya bertemu dengan pemangku di desanya yang kebetulan siswa dari Padepokan Sastra Jendra. Oleh jero mangku itu, dia diantar ketempat gurunya untuk berobat. Waktu itu gurunya bilang “tidak ada orang yang bisa mengobati penyakit bapak, kecuali babak sendiri. Di sini saya hanya memberitahu caranya dan menuntun bapak agar tidak salah jalan”. Dan dia setuju dengan cara itu. Akhirnya setelah satu bulan dibina, diapun sembuh tanpa obat apapun. Diapun akhirnya juga menjadi siswa siswa Padepokan Sastra Jendra. Kemudian ada cerita seseorang dari singaraja. Konon dia pernah membeli sesabukan untuk kekebalan dari seorang balian. Dengan sebuah upacara tertentu sabuk itu pun siap dipakai. Dan di rumah balian itu langsung diuji coba. Jro Balian kemudian mengasah sebuah pedang, setelah dirasa cukup tajam pedang itu pun ditebaskan ke tubuhnya. Bug-bug-bug, tan kerasa apa-apa, kadi kapuk tibaning wesi, tiga kali tebasan pedang tidak terasa apa-apa, seperti kapuk dipukul besi.
            Dengan perasaan bangga yang berlebihan diapun cepat-cepat pulang kerumah. Maksud hati ingin segera memperlihatkan kehebatannya dihadapan teman-temannya. Sepeda motor berlari dengan kecepatan tinggi, mungkin karena terlalu “pede” sehingga kurang waspada dan hati-hati. Sehingga akhirnya, sepeda motor menabrak pohon. Dia terlempar di atas aspal dan tidak bisa bangun. Kelihatannya tidak apa-apa. Kesadarannya masih utuh, kulit dagingnya memang kelihatan tidak apa-apa, tapi tulang kakinya patah. Itulah yang menyebabkan dia tidak bisa bangun.
            Wedhatama menyebutkan sebagai berikut : “Kekerane ngelu karang kakarangan saking bangsaning gaib iku boreh peminipun tan rumasuk ing jasad among aneng sajabaning daging kulup yen kapengkok pancabaya ubayane mblaenjani”. Artinya : “Mereka yang mengandalkan ilmu gaib, magis dan lain sebagainya, ibarat menggunakan bedak saja. Bedak hanya memperindah dan melindungi kulit, dan tidak dapat berbuat lebih dari itu. Ilmu-ilmu tersebut tidak dapat diandalkan. Karena tidak dapat membantu, pada saat-saat kritis”.
            Ilmu-ilmu magis, klenik dan lain sebagainya oleh Wedhatama disebut ngelmu-karang- ilmu yang hanya dikarang-karang, tidak menuntun kepada kesejatian. Ilmu-ilmu itu hanya seperti mainan, kadang tepat kadang tidak. Jangan terlalu mengandalkannya. Pada saat-saat yang kritis anda akan kecewa. Mereka yang memperlihatkan mujijat-mujijat itu tidak dapat membantu anda. Anda harus belajar hidup mandiri. Tapi bilamana and masih bengkung juga, masih penasaran juga. Dan tetap ingin memiliki kesaktian siluman, ingin sakti seperti siluman. Maka akan dikutipkan tiga cara yang dapat anda praktekkan. Pertama adalah cara Bali, kedua adalah cara Jawa dan yang ketiga adalah cara Padepokan Sastra Jendra.
            Cara Bali : di dalam lontar disebutkan sebagai berikut. Bila berkehendak mengundang siluman, wong samar dan menyuruh mereka membantu anda, memberikan kesaktiannya kepada anda, sehingga anda bisa memiliki kesaktian siluman. Bisa sakti seperti siluman. Maka dapat dilakukan dengan menyiapkan sarana banten sebagai berikut : ajuman putih, nasi gibungan 2 gibung, be mejangan, nasi takilan 216 tanding, peras ajuman, canang daksina, tetabuhan arak berem. Caranya : haturkan dahulu semua upakara kepada Sang Hyang Panca Mahabhuta. Dengan menggunakan bahasa Bali, atau bahasa mantra anda sendiri. Sesuai dengan permohonan, harapan dan tujuan anda. Setelah itu panggilan semua makhluk siluman, wong samar, laki dan perempuan agar datang membantu anda. Lakukan pemanggilan itusecara berulang-ulang. Sampai anda mendapatkan cihna, atau tanda-tanda kedatangannya.
            Cara Jawa : Bambang Harsrinuksmo, di dalam bukunya yang berjudul “mengenal dan menangkal makhluk halus:, menyebutkan sebagai berikut: Pada garis besarnya ; untuk dapat berhubungan dengan makhluk halus, siluman, wong samar itu, minimal harus dipenuhi 2 syarat. Yaitu, syarat materi atau sarana yang digunakan dan syarat psikologis, termasuk di dalam keteguhan iman dan penguasaan mantra. Namun, yang penting anda perhatikan adalah syarat psikologisnya. Orang yang hendak berhubungan atau berdialog dengan makhluk halus, siluman, wong samar. Hendaknyapunyai keteguhan iman yang tak goyah oleh kemungkinan adanya bujukan, rayuan, bahkan juga tipu muslihat makhluk halus, siluman, wong samar yang diajak berhubungan atau berdialog.
            Jelasnya begini : Kalau anda seorang yang penakut, sebaiknya tidak usah mencoba-coba atau berpura-pura memberanikan diri. Sebab, banyak di antara makhluk halus, siluman, wong samar yang sukaiseng, suka nakal. Bisa saja si makhluk halus, siluman, wong samar itu, tanpa anda duga atau anda harapkan tiba-tiba menampakkan diri dalam wujud yang menyeramkan. Jika anda memang seorang penakut, apalagi punya penyakit jantungan, akibatnya bisa fatal.
            Kalau anda seorang yang kurang teguh imannya, dalam kontak, atau dialog itu tanpa anda sadari anda sudah dikelabui olehnya. Banyak cara yang dapat mereka pergunakan untuk mengelabui anda. Misalnya, dalam suasana dialog itu, sering kali terjadi percakapan yang mengasyikkan. Karena makhluk halus, siluman, wong samar akan dengan mudah membaca pikiran anda, harapan dan tujuan anda. Sehingga tanpa anda sadari, anda sudah berada di bawah angin, “diatur” olehnya. Disinilah mereka kemudian akan menawarkan berbagai kesaktian kepada anda. Bila anda menerimanya secara otomatis anda sudah masuk kedalam perangkapnya. Karena selanjutnya anda akan memuja atau nyungsung si makhluk halus, siluman, wong samar yang member anda paica, pica kesaktian itu. Dan hal seperti inilah yang umum terjadi di Bali.
o. Materi dan manra
            Materi atau sarana yang paling umum digunakan di Jawa, bila ingin melakukan kontak, atau berdialog dengan makhluk halus, siluman, atau wong samar adalah wangi-wangian, kembang talon, asap kemenyan, dupa. Mungkin juga sedikit jajan, permen, atau kopi. Fungsi utama wewangian itu adalah untuk membuka kontak atau mencari hubungan dengan makhluk halus, siluman, wong samar. Setelah kontak didapatkan, maka untuk “mengikatnya”, sering kali digunakan daun sirih yang ruasnya saling bertemu. Orang Jawa menyebutnya, sirih temu rose. Ikatan dengan sirih temu rose ini penting, karena jika idak, kontak dengan makhluk halus, siluman, wong samar itu akan mudah lepas lagi.
            Selain itu, anda juga harus menguasai mantra-mantra pengundang makhluk halus, siluman, wong samar. Salah satu mantra yang biasa digunakan oelh masyarakat Jawa Tengah untuk mengundang dan mengadakan kontak dengan makhluk halus, siluman, wong samar, adalah sebagai berikut : Badan halus Dewa alus, Dewane badan alus mara seboa ing nagrsaningsun mara seba mara sabda mara alus mawar melati kenanga minangka sarana ber-ber ingsun bakal wawan sabda ber-ber wangsulana pandanginsun. Badan alus Dewa alus, Dewane badan alus mara eka mara seba ber-ber seba ing ngarsaningsun.
p. Beberapa petunjuk praktis
            Pertama, anda harus lebih dulu yakin bahwa apa pun yang terjadi, apa pun yang anda alami, tak akan membuat anda goyah iman. Tidak akan membuat ana “tinggal glanggang colong payu”. Melarikan diri. Kedua, siapkan sarana dan prasarana, lalu bulatkan niat, niat untuk memanggil makhluk halus, siluman, wong samar dan mengajaknya bekerja sama. Setelah itu, barulah membaca mantra. Ketiga, sekali lagi, jangan anda goyah bila tiba-tiba melihat suatubentuk samar-samar (mulanya, bentuk itu agak goyang-goyang, seperti gambr televise yang kacau, lalu makin lama makin stabil), atau sesuatu yang seperti asap, atau mendengar suara tanpa wujud. Jangan andatakut, dan jangan pula gugup, karena itu sebagai tanda, antara anda dengan makhluk halus, siluman, wong samar telah terjadi kontak. Kalau anda takut atau gugup, maka kontak itu akan segera hilang lagi.
            Agar kontak yang telah terjalin tidak terlepas lagi, maka taruhlah selembar daun sirih yang “temu rose” di antara kedua telapak tangan anda, dengan bagian ujung daun mengarah ke pangkal telapak tangan. Bila kontak sudah terbina, maka anda sudah bisa berdialog dengan akhluk halus, siluman wong samar.utarakanlah apa maksud dan tujuan anda mengadakan kontak dengannya. Inginkaya, ingin sakti, ingin naik pangkat dan sebagainya. Jawaban dari pihak makhluk halus, siluman, wong samar biasanya akan terdengar melalui telinga batin anda.Itu kalau anda termasuk orang yang memiliki bakat ketajaman pendengaran batin. Tetapi, kalau anda termasuk orang yang tajam penglihatan batinnya, maka anda lebih mudah melihat bentuk, wujud makhluk halus, siluman, wong samar itu, dan ia akan memberikan jawaban melalui berbagai isyarat yang dapat anda lihat denga mata bathin.
            Cara Padepokan Sastra Jendra : Mendapatkan kesaktian dari para makhluk halus, siluman atau wong samar, tidaklah susah. Hanya dengan sedikit keberanian dan sedikit nekat. Anda sudah bisa mendapatkan kesaktian dari makhluk halus, siluman atau wong samar. Contoh : Ada seseorang dari Belimbing sari, Melaya, Jembrana, Negara, Bali. Walaupun dia orang Bali, tapi sejak kakek buyutnya katanya keluarganya sudah memeluk agama Kristen. Dan mayoritas penduduk di sana memang beragama Kristen. Bahkan ada sebuah Gereja yang cukup besar berdiri megah di sana. Sebagai seorang Kristen tentu saja masyarakat di sana, tidak mengenal apaitu yang namanya upakara apalagi banten.
            Kemudian dia berkisah, pada suatu hari karena ada sedikit kesalahan yang dibuatnya. Dia dimarahi orang tuanya, dan ada kata-kata dari orang tuanya yang membuatnya sakit hati. Karena itu diapun ingin mati. Kira-kira jam 11 malam dia pergi ke dalam hutan untuk mati. Sampai di dalam hutan dia malah menjadi bingung. Cara mati yang bagaimana akan dilakukannya, karena tidak menemukan jawabannya, dia pun nangis sesenggukan sapai air matanya menjadi kering. Tiba-tiba saja dia baru menyadari ada sesuatu yang aneh dihadapannya. Ada sosok tinggi besar dan sangat menyeramkan berdiri di hadapannya. Di kaget dan mau melarikan diri, tapi kemudian dia sadar, bukankah dia ingin mati? Maka dipasrahkanlah dirinya kepada makhluk raksasa yang tinggi besar dan menyeramkan itu. Siap untuk dimakan.
            Anehnya raksasa itu tidak memakannya, malah menyuruhnya duduk. Dan raksasa itu pun berkata, “aku tahu kesusahanmu, aku tahu perasaanmu. Tapi mulai sekarang jangan takut, ambilah ini”, kata si raksasa sambil memberikan sesuatu kepada teman tersebut. Bentuknya seperti batu kecil hitam mengkilat. Si raksasa itu kembali berkata, “ekarang pulanglah bila nanti ada yang menyakitimu, genggam erat-erat batu itu, sambil membayangkan wajah orang tersebut, maka orang itu akan celaka dan tidak berani lagi menyakitimu. Dan sejak itu dia memang menjadi orang sakti, sakti seperti siluman. Karena setiap orang yang diacep pasti celaka.
            Tetapi beberapa bulan kemudian keluarganya mulai sial. Pertama neneknya yang tiba-tiba menjadi buta tanpa sebab. Kedua, ibunya yang kemudian sakit-sakitan da akhirnya meninggal. Setelah ituadiknya yang paling kecil menjadi idiot. Dan kejadian terakhir yang paling menyedihkan dirinya, adalah ayahnya yang kedapatan terkapar, bersimbah darah, tertimpa pohon yang ditebangnya sendiri, dan akhirnya meninggal. Karena sudah tidak kuat mendapatkan kesialan seperti itu. Orangitu pun meminta tolong balian agar bisa lepas dari kesialan itu. Maka balian itu pun menyarankan agar dia mengembalikan paica, pica batu yang didapatnya di dalam hutan itu. Dia menyanggupinya, dengan catatan diantar oleh balian tersebut. Kemudian balian itu mengantarnya sampai ke hutan tempat dimana dia mendapatkan paica,pica tersebut. Setelah itu dia kembali menjadi manusia biasa, tidak sakti lagi. Tapi keluarganya tidak lagi mengalami kesialan-kesialan yang tidak masuk akal.
Mengakses kesaktian siluman tidaklah sukar. Tanpa sarana pun sudah bisa, apalagi ada sedikit sarana dan prasarana yang memadai. Kemudian ada lagi sebuah kisah di taman beji yang terkenal angker,tenget. Pada suatu malam Sesepuh Padepokan Sastra Jendra pergi mendatangi tempat tersebut. Dengan sarana canang dan dupa wangi ia pergi sendiri. Di jaba pura tamanitu ada serumpun pohon bambu, dan sewaktu melintas di bawah pohon bambu itu, tiba-tiba ada suara-suara aneh, seperti batang bamboo yang dipukul-pukul dalam irama yang tidak teratur. Waktu itu ia menoleh sebentar lalu melanjutkan berjalan menuju pintu gerbang pura.
Di depan pintu gerbang pura taman itu, lagi ada kejadian. Seekor kelawar menyambar-nyambar dirinya, seolah-olah melarangnya asuk ke dalam pura. Pura taman itu terletak di bawah tebing, di pinggir kali. Setelah sampai did ala pura ia pun mulai menyiapkan diri, untuk sembahyang dan bermeditasi. Pada saat mulai sembahyang dengan mata terpejam. Tiba-tiba tebing yang ada di atas pura itu meledak! Terdengar suara ledakan diiringi dengan guguran batu-batu besar dan kecil, berjatuhan dikitarnya. Kemudian dia mendengar banyak suara langkah kaki mengelilingi, tapi ia tetap bermeditasi. Sampai akhirnya ia mendengar semacam pertanyaan, apa yang ia inginkan? Di dalam batin ia menjawab “Saya tidak ingin apa-apa”. Disambung lagi oleh suara itu, kalau tidak ingin apa-apa pulang saja, jangan di sini, katanya. Akhirnya ia pun menghentikan meditasi dan kembali pulang.
Yang kedua, di daerah Munggu Badung, ada juga sebuah pura taman beji yang angker, tenget, dan dihuni oleh siluman kodok raksasa. Begitu yang tertulis didalam sebuah media. Karena penasaran sesepuh ini pun mencari pura tersebut dan bertemu. Pada hari yang telah ditentukan, dengan membawa sarana banten dua buah sodan kecil, dupa wangi, ia menyambangi pura tersebut. Sekitar jam setengah sebelas malam, ia sampai di sana. Lalu menghaturkan sesaji sodan dan dupa wangi, selanjutnya bermeditasi. Setengah jam kemudian ia mendengar suara mendesis, dari angkasa seperti suara rem angin pada mobil. Dan tiba-tiba dadanya berdebar kencang, napas seakan-akan sesak, dengan bulu kuduk di badan berdiri semua. Baru kali ini ia berhadapan dengan siluman yang begitu sakti.
Untungnya kesadarannya masih terjaga dan pikirannya masih bisa bisa bekerja. Ia lalu merubah pola meditasi yang dilakukan. Tidak cukup hanya dengan meditasi biasa, tapi meditasi khusus yang disebut dengan “meditasi kematian”. Dimana tidak setiap saat boleh dilakukan. Kecuali dalam situasi yang sangat gawat, yang menyangkut hidup dan mati. Setelah melakukan meditasi yang seperti itu, tidak lama kemudian ia mendengar suara, “kuek” yang sangat keras dan panjang memekakan telinga. Seperti suara ular, tapi juga mirip suara kodok. Siapapun yang mendengarnya seakan-akan “bedah kupinge, pecah tendase”.
Anehnya lagi, walaupun telinganya seperti mendengar suara bentakan keras seperti itu, tapi batinnya menerima berbeda. Batinnya mendengar seperti suatu pertanyaan, apa yang kamu inginkan? Kemudian ia menjawab, “Saya tidak ingin apa-apa, saya hanya ingin berkenalan”. Kembali terdengar suara “kuek”. Yang artinya, “Kalau memang tidak ingin apa-apa, cepat tinggalkan tempat ini, rakyatku sudah pada gelisah, karena tidak kuat menahan panas”, katanya. Ia pun kemudian permisi dan meninggalkan tempat tersebut. Kemudian ia sering mendapatkan paica. Yang pertama mengaku utusan dari Bhetara di Besakih, mengantarkan paica, pica berupa dua buah batu permata. Saut berwarna merah dan satunya berwarna kuning. Konon yang merah untuk pengobatan, sedangkan yang kuning untuk rejeki. Yang kedua mengaku utusan-utusan dari Bhetare di Pulai, mengantar satu bendel uang kepeng, pis bolong. Konon berfungsi untuk memperbesar kerejekian. Karena sudah diantar, dan yang mengantar tidak minta imbalan apapun, karena tiba-tiba menghilang begitu saja. Maka diterimanya dan disimpan ditempat yang layak.

3). Kanda Empat Dewa
a. Mitologi 9 Dewa
            Bali, dikenal dengan julukan pulau seribu pura. Dan bila masing-masing pura itu ada satu Dewa yang distanakan, berarti ada seribu Dewa di Bali. Itulah alasannya, kenapa kemudian Bali juga diberi julukan Pulau Dewata. Pulaunya para Dewa. Kalau memang demikian, seharusnya Pulau Bali adalah pulau yang aman tenteram, kerta raharja dan gemah ripah loh jinawi. Di Bali, pura juga disebut kahyangan atau parhyangan. Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu, fungsi purayakni sebagai tempat memuja Hyang Widhi Wasa, dalam setiap Prabawa (manifestasi-Nya) dan Atma Sidha Dewata (roh suci leluhur). Di Bali, puradikeompok-kelompokkan dengan tujuan meningkatkan pengertian dan kesadaran umat terhadap pura, sebagai tempat suci dan menghindari adanya salah tafsir, bahwa dengan adanya banyak pura dan juga banyak pelinggih di suatu pura, agama Hindu dianggap polytheistic.
            Adapun dasar pengelompokkanpura di Bali, yakni : tattwa Agama Hindu yang berpokok pangkal pada konsepsi ketuhanan :”Ekam sat wipra bahudha vadanti” (hanya satu Tuhan Yang Maha Esa orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama), “Brahman Atman Aikyam” (Brahman dan Atman pada hakekatnya adalah tunggal). Karenaitu, bilamanaanda sudah memahami ajaran Kanda Pat Dewa, maka sembahyang di pura ataupun di rumah tidak akan jadi masalah, hasilnya akan sama saja. Artinya bagi anda yang sudah menguasai ajaran ini, dalam melakukan sadhana-sembah-bakti kehadiran ke pura bukanlah persyaratan mutlak.
            Untuk mempermudah pengertian kita, dan berdasarkan arah mata angin, maka ada 9 Dewa yang berkuasa di jagat ini. Yang masing-masing berstana di 8 penjuru mata angin dengan Siwa di tengah sebagai pusatnya. Mereka kemudian disebut Dewata Nawa Sangga. Dewata Nawa Sangga merupakan sembilan Dewa utama dalam agama Hindu. Mereka memiliki peran yang sangat penting di Dunia ini seperti : Menjadi guru Dewa yang telah menurunkan berbagai ilmu pengetahuan kepada manusia, serta akan menuntun kita mencapai moksa. Dewata Nawa Sangga merupakan penguasa di Sembilan penjuru mata angin. Dan menjadi pelindung serta memberikan vibrasi kesucian di setiap hari.
            Dewata Nawa Sangga terdiri dari tiga kata yaitu :Dewa yang berarti sinar suci Tuhan, Nawa yang berarti Sembilan dan Sangga yang berarti kumpulan. Jadi Dewata Nawa Sangga adalah kumpulan Sembilan Dewa utama dalam agama Hindu.


b. Penguasa 8 penjuru mata angin
            Adapun posisi Dewata Nawa Sangga di delapan penjuru mata angin, berdasarkan kekuasaannya, kendaraannya, warna dan senjatanya adalah sebagai berikut : 1. Dewa Iswara merupakan peguasa arah timur berkendaraan gajah, warnanya putih bersenjata Bajra. 2. Dewa Brahma merupakan penguasa arah selatan. Berkendara angsa, warnanya merah, bersenjata gadha. 3. Dewa Mahadewa merupakan penguasa rah barat. Berkendaraan Naga, warnanya kuning, bersenjatakan panah Nagapasa.4. Dewa Wisnu merupakan penguasa arah utara. Berkendaraan Garuda, warnanya hitam, bersenjatakan Cakra. 5. Dewa Sambu merupakan peguasa arah timur laut. Berkendaraan Detya, warnanya abu-abu, bersenjatakan Trisula. 6. Dewa Mahesora merupakan penguasa arah tenggara. Berkendaraan Macan, warnanya merah muda, bersenjatakan Dupa. 7. Dewa Rudra merupakan penguasa arah barat daya. Berkendaraan Lembu, warnanya orange, bersenjatakan Moksala. 8. Dewa Sangkara merupakan penguasa arah barat laut. Berkendaraan Singa, warnanya hijau, bersenjatakan Angkus. 9. Dewa Siwa merupakan penguasa di pusat jagat, berkendaraan Lembu Andini, warnanya manca warna, bersenjatakan Padma Trisula.
            Untuk mewujudkan keberadaan beliau secara sekala, dan demi menjaga keamanan serta kesucian Bali. Maka para leluhur terutama para Maharsi, para Mpu, Dewata Nawa Sangga kemudian distanakan di Sembilan pura, yang dibangun berdasarkan 8 arah mata angin di Bali. Berdasarkan hasil “Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Aspek-Aspek Agama Hindu”, yang berlangsung bulan Mret 1981, dihubungkan dengan konsepsi Padma Bhuwana, maka terdapat Sembilan Kahyangan Jagat (Pura) di Bali. Yang kemudian menjadi stana Dewata Nawa Sangga yaitu : 1. Pura Lempuyang di timur sebagai sthana Dewa Iswara. 2. Pura Andakasa di selatan sebagai sthana Dewa Brahma. 3. Pura Batukaru di barat sebagai sthana Dewa Mahadewa. 4. Pura Ulun Danu Batur di utara sebagai sthana Dewa Wisnu. 5. Pura Besakih di timur laut sebagai sthana Dewa Sambu. 6. Pura Goa Lawah di tenggara sebagai sthana Dewa Mahesora. 7. Pura Uluwatu di barat daya sebagai sthana Dewa Rudra. 8. Pura Pucak Mangu di barat lut sebagai sthana Dewa Sangkara. 9. Pura Pusering Jagat di tengah sebagai sthana Dewa Siwa.
c. Istadewata
            Menurut Ngurah Nala, Istadewatadi dalam Kamus Sansekerta-Indonesia (Astra, 1985), kata ista bermakna mencari, yang diingini, dicintai. Sedangkan kata dewata diartikan sebagai kekuatan, kesadaran. Menurut Apte (1978), istadewata berarti Dewa yang sangat dicintai dan dipuja. Dewa yang sangat didambakan dan sebagai pelindung, yang selalu memberikan pertolongan kepada pemuja-Nya. Jadi, istadewata merupakan istilah untuk Dewa (termasuk Dewi, para Dewa dan para Dewi) yang sangat dipuja, dan dicintai oleh pemujaNya. Selain itu, Dewa ini juga berfungsi sebagai pelindung terhadap umatNya. Dewa ini merupakan Dewa pujaan yang paling diminati, sangat diidam-idamkan sesuai fungsi atau profesinya atau profesi pemujaNya.
            Sedangkan menurut Puja dkk (1982) dalam Siwa Sasana, memberikan makna yang agak berbeda tentang istadewata. Kata dewata diartikan sebagai Dewanya para Dewa. Bukan berarti banyak Dewa Dewata kadang pula disebut dengan istilah istadewa atau istadewata. Yang dimaksudkan dengan Ista Dewata ini adalah Tuhan Yang Maha Pencipta dan Esa, yang tiada lain adalah Dewa Siwa. Dewata sebagai suatu istilah yang keberadaannya selalu tunggal, esa, tidak jamak. Ista Dewata merupakan sumber atau asal dari semua ciptaan, baik alam semesta dengan segala isinya, maupun para Dewa. Ista Dewata adalah titik pusat cakra, yang dikenal dengan nama windu atau bindu. Setiap cakra akan mengelilingi windu sebagai titik pusat putaran.
            Umat Hindu di Bali yang mayoritas menganut ajaran Siwa Sidhanta, menurut mereka yang dimaksud istadewata adalah Dewa Nawasanga (Nawasangga). Kesembilan Dewa ini adalah para Dewa yang melinggih, bersthana, berada di delapan arah penjuru mata angin ditambah satu Dewa berada di tengah-tengah. Kedelapan Dewa sesuai arah mata angin adalah Dewa Iswara malinggih di timur (purwa), Maheswara di tenggara (agneya), Brahma di selatan (daksina), Rudra di baraat daya (neriti), Mahadewa di barat (pascima), Sangkara di barat laut (wayabya), Wisnu di utara (uttara), Sambhu di timur laut (ersania), ditambah Dewa Siwa yang malinggih di tengah-tengah (madya). Seperti yang sudah disebutkan di muka.
            Kesembilan Dewa inilah yang dipercayai dan diyakini oleh umat Hindu di Bali, yang dianggap mampu memberikan kesejahteraan, kedamaian, perlindungan dan pertolongan, serta menjaga keselamatan umat dari mara bahaya, yang selalu datang dari sembilan arah penjuru mata angin. Jadi, wajarlah jika para Dewa ini disebut sebagai istadewata oleh mereka, Dewa yang amat diinginkan serta didambakan keberadaanNya oleh umat Hindu di Bali, yang diyakini akan mampu menentramkan batin mereka.
d. Bhatara dan Bhatari
           Di Bali para Dewa dan Dewi juga sering disebut dengan bhatara dan bhatari. Istilah Dewa yang berarti sinar, kurang akrab di hati masyarakat Bali. Berlainan halnya dengan bhatara. Kata bhatara berasal dari bahasa sansekerta (bhatr), yang bermakna Dewa, raja, yang dipertuan, pelindung, pengayom. Bhatara dan bhatari adalah sosok yang saguna, sekala, tampak, berupa Dewa atau Dewi menjelma ke Dunia berwujud manusia. Bhatara merupakan sosok lambing maskulin, kejantanan, pria, laki-laki, lambing keperkasaan. Bhatari adalah sosok simbol feminism, kebetinaan, perempuan, wanita, symbol keibuan. Tugas penjelmaannya ini adalah untuk melindungi umat manusia dari kehancuran. Itulah yang menyebabkan Dewa Siwa menjadi Bhatara Siwa. Dewa Iswara menjadi Bhatara Iswara. Dewa Brahma disebut Bhatara Brahma. Dewa Mahadewa juga disebut Bhatara Mahadewa. Dewa Wisnu dengan panggilan Bhatara Wisnu, dan seterusnya.
e. Sang Hyang
           Menurut Kamus Kawi-Indonesia (Wojosito, Th,-), kata sang adalah partikel penghormatan, kata tunjuk orang. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1998), kata sang adalah kata penyerta yang menyatakan hormat, dipergunakan di depan nama Dewa, atau di depan nama benda yang dimuliakan. Kata hyang berarti Dewa, bhatara, atau yang dipuja, yang dihormati. Oleh sebab itu kata Sang Hyang sering pula dipergunakan sebagai pengganti kata Dewa atau Bhatara. Contoh, Dewa Siwa disebut Sang Hyang Siwa. Dewa Iswara dihormati sebagai Sang Hyang Iswara. Dewa Brahma dipuja sebagai Sang Hyang Brahma. Dewa Mahadewa disebut Sang Hyang Mahadewa. Dewa Wisnu dengan panggilan Bhatara Wisnu, dan seterusnya.
            Selain itu, dalam bahasa Kawi kata hyang selain identik dengan Dewa, bisa juga berarti suci. Jadi, tak perlu repot atau menjadi bingung. Sebutan manapun yang dipakai atau dipilih semuanya benar. Hal ini berkaitan erat dengan rasa bakti, kemantapan serta penghayatan akan hakekat Brahman, Hyang Widhi atau Tuhan itu sendiri. Tidak tergantung kepada nama atau sebutannya.
f. Perang sepanjang masa
            Mungkin disini ada sedikit pertanyaan. Mengapa para Dewa digambarkan sebagai seorang panglima perang? Apakah mereka akan berperang? Dengan siapa para Dewa berperang? Perhatikanlah kutipan berikut : Dewa Iswara rupanya putih, senjatanya bajra, mengendaraigajah. Dewa Brahma rupanya merah, senjatanya gada, mengendarai Angsa. Dewa Mahadewa rupanya kuning, senjatanya Nagapasah, mengendarai Naga. Dewa Wisnu rupanya hitam, senjatanya Cakra, mengendarai Garuda. Dewa Siwa rupanya mancawarna, senjatanya Padma, mengendarai Lembu. Dan masih banyak Dewa-Dewa lainnya. Semuanya digambarkan membawa senjata dengan pakaian perang, serta mengendarai binatang. Apakah arti semua ini?
            Dalam mitologi Hindu, ada banyak cerita tentang peperangan antara Dewa-Dewa dengan para raksasa. Kelihatannya, seakan-akan para Dewa dengan para raksasa itu, terus-menerus berperang. Bahkan konon, hari raya Galungan dan Kuningan yang merupakan hari raya besar Hindu di Bali, merupakan hasil peperangan antara Dewa Indra dengan raksasa Maya Denawa. Karena itu pulalah hari raya itu, disebut sebagai hari kemenangan dharma melawan adharma.
            Menurut Kena Upanisad, yang diulas oleh Rohit Mehta. Hal ini tidak aneh, karena mereka mewakili dua pihak yang berlawanan dari pikiran. Dan peperangan yang terus menerus – perang sepanjang masa – antara kedua itu, merupakan kehidupan pikiran itu sendiri. Maka dari itu, hendaknya kita tidak lupa bahwa, Dewa-Dewa itu merepresentasikan pikiran – yang oleh buku-buku keagamaan digambarkan sebagai pikiran lebih tinggi, atau pikiran positih. Yang bertentangan dengan pikiran lebih rendah atau pikiran negative, yang direpresentasikan para raksasa. Meskipun Dewa-Dewa itu digambarkan melambangkan pikiran yang lebih tinggi atau pikiran positif – mereka tetap merupakan bagian dari kemasan pikiran dengan segala kemungkinan-kemungkinannya. Artinya tetap ada kemungkinan untuk menjadi sombong dan tersesat.
            Dan contoh cerita berikut bisa dijadikan gambaran. Saya ambil dari cerita pewayangan yang berjudul Wahyu Makutarama. Dikutip dari buku “Wayang dan filsafat Nusantara” tulisan Dalang Ir. Sri Mulyono (Alm.). Alkisah, dalam suatu siding kabinet Astina, Lesmana mendapat perintah dari ayahnya untuk mencari Wahyu Makutarama ke puncak gunung Sewalagiri. Lesmana dikawal pasukan lengkap dalam siaga satu, dibawah pimpinan Panglima perang Basukarna. Namun para Kurawa – pikiran rendah atau negative – tidak mampu menyingkirkan empat Bayusuta bersaudara, yang menjaga Suwelagiri. Mereka itu adalah Anoman (melambangkan nafsu putih), Liman Situbanda (melambangkan nafsu hitam), Garuda Maharimba (melambangkan nafsu kuning) dan Naga Kewara (melambangkan nafsu merah).
            Pendek kata Lesmana gagal. Mengapa ia gagal? Karena barang siapa ingin mencapai ngelmu kesampurnan, haruslah dapat menghancurkan dirinya terlebih dahulu. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya pribadi (egoism), sombong, angkuh, takabur dan masih menyala-nyala nafsu angkaranya, tidak mungkin dapat mencapai tujuan. Termasuk juga dalam memahami ajaran Kanda Pat Dewa ini. Di lain pihak, Arjuna pun mendapat tugas yang sama yaitu mencari Wahyu Makutarama di puncak Gunung Sewalagiri.
            Dikisahkan, Arjuna sedang dalam keadaan sedih dan gelap hatinya. Karena belum menemukan jalan untuk memperoleh wahyu. Kegelapan hati dan ketidaktahuan Arjuna ini disimbolkan dengan adegan Arjuna di tengah hutan lebat belantara. Ia duduk bersila di atas batu gilang, bagaikan permata lepas dari embannya. Tepekur dengan khusuknya, di bawah rindangnya pohon beringin. Ia tenggelam dalam renungan menunggu datangnya terang dan cahaya.
            Tiba-tiba terbangun dan sadar, bahwa ia tidak sendirian. Ia bersama dengan kawan yang bijak; Siapakah mereka itu? Mereka adalah ualen dan Merdah. Dalam kegelapan, Tualen berfungsi sebagai Badranaya, yaitu sebagai tuntunan dan pemberi petunjuk. “O, Tuanku”, Tualen menyapa dengan sopannya : “Dalam mencari wahyu, orang tidak dapat mengandalkan kuatnya otot, kukuhnya badan dan tajamnya nalar belaka. Tetapi bekal yang utama dalam olah ngelmu adalah kesentosaan batin, kemauan dan tekad. Karena itu ikutilah empat petunjukku yaitu, Heneng, Hening, Hawas dan Heling.
            Heneng; artinya mampu mengheningkan dan melawan getaran kehendak yang jahat, karena itu hendaknya tuanku, mampu menghindar dari keinginan-keinginan yang menggoda. Hening; artinya, jernihkan pikiranmu. Jangan sampa dapat dikotori dan bercampur dengan “jlantahnya nafsu angkara”. Hawas; artinya, waspadalah terhadap hambatan, rintangan dan segala sesuatu yang menyebabkan kegagalan. Heling; artinya, ingatlah bahwa manusia itu makhluk diciptakan oleh Sang Pencipta. Manusia memang wajib berusaha sekuat tenaga, namun serahkan hasilnya kepada Sang Pencipta. Karena itu setiap tindakan yang tuanku lakukan hendaknya disertai doa kepada Sang Pencipta, agar tuanku diberi kemudahan, petunjuk dan anugrah-Nya.
            Petuah tualen tersebut bagi Arjuna benar-benar merupakan pelita dalam kegelapan. Maka dalam perjalanan selanjutnya diceritakan, di tengah hutan ang gelap itu Arjuna kemudian dihadang oleh tiga raksasa, yaitu Bhuta Cakil (melambangkan nafsu kuning), Bhuta Rambut Geni (melambangkan nafsu merah), dan Bhuta Pragalbo (melambangkan nafsu hitam). Satu persatu raksasa itu dengan mudah dikalahkan oleh Arjuna. Tingglah raksasa Pragalbo yang kemudian dengan garang menerkam Arjuna. Tanpa beranjak dari tempatnya, Arjuna mengayunkan tangan kanannya, menempeleng kepala raksasa Pragalbo, yang kemudian tersungkur tak berkutik lagi, mati seketika. Kejadian ini membuat Arjuna menjadi sombong, takabur. Ia sesumbar dan menganggap dirinya sebagai manusia paling sakti dan tak terkalahkan. Manusia setengah Dewa sakti manderaguna.
            Namun malang bagi Arjuna, kesombongannya harus dibayar mahal. Karena Betara Guru tidak terima dengan kesombongan Arjuna, lalu “masuk” ke tubuh raksasa Pragalbo. Pragalbo bangkit, langsung menggigit Arjuna hingga tewas. Kejadian ini membuat Tualen marah, maka dihajarlah raksasa Pragalbo habis-habisan, sehingga Bhatara Guru menampakkan diri. “Kakang Tualen” Bhatara Guru mulai memberikan penjelasan. “Ketahuilah bahwa ternyata Arjuna kini masih belum dapat heneng dan hening hatinya. Ia masih diliputi angkara, sifat tergesa-gesa adigang, adigung, adiguna. Kalau sifat ini berkembang tentu akan mendatangkan malapetaka. Jadi jelas, saat itu perlu dipersiapkan. Dan percayalah, bahwa Arjuna akan memperoleh wahyu, asalkan ia sabar, tenang, rela ikhlas dan pasrah”, kata Bhatara Guru.
            Singkat cerita, Arjuna kemudian berhasil mendapatkan Wahyu Makutarama. Untuk merayakan keberhasilannya itu keluarga Pandawa kemudian menggelar upacara Dewa yadnya, “Ngenteg Linggih Padudusan Agung”, sebagai rasa terima kasih atas anugrah yang diberikan Sang Pencipta. Tiba-tiba Tualen bertanya kepada Arjuna, “tuanku berapa banyak Dewa yang harus dimintai pertolongan oleh pendeta untuk melindungi yadnya, agar bisa aman dan selamat? Arjuna berkata, “Hanya satu Dewa yang harus dimintai pertolongan”. Tualen bertanya, “Siapakah Dewa yang satu itu, yang memberikan jaminan perlindungan sepenuhnya apabila dimintai pertolongan?” Arjuna menjawab, “Pikiran saja-karena pikiran sesungguhnya tak terbatas-anantam-vai-manah”. SemuaDewa itu hanyalah merupakan produk-produk pikiran, dan karenanya dengan pertolongan pikiranlah yadnya itu dapat sepenuhnya dilindungi. Ingat, sebagaimana engkau berpikir, begitulah engkau menjadi. Begitu kata kitab suci.
            Dan di dalam kitab-kitab Upanisad pun disebutkan “barang siapa yang dapat membebaskan pikirannya dari pengaruh-pengaruh sattwa, rajas dan tamas. Maka orang itu akan memiliki pikiran terbuka. Pikiran yang terbuka adalah pikiran yang menyadari, yang telah dijelaskan oleh pengetahuan. Ini adalah pikiran sensitif, yang siap menerima bahkan isyarat yang paling samar-samar sekalipun tentang Brahman-ini sesungguhnya adalah pikiran yang dapat memberikan respons kepada suara keheningan”. Pikiran yang bebas dari seluruh atributnya pasti akan berhadapan dengan kekosongan-karena semua proyeksinya telah lenyap. Seluruh kreasi pikiran hilang-pikiran menghadapi kekosongan, artinya pikiran tanpa aktivitas pikiran atau pikiran tanpa berpikir. Pikiran plong, kosong. Dan di dalam kekosongan itulah Brahman bersemayam.
g. Ajaran Kanda Pat Dewa
            Menurut beberapa orang sarjana, para Dewa menyatakan kekuatan-kekuatan alam. Iswara menyatakan angin, Brahma menyatakan api, Mahadewa menyatakan tanah, dan Wisnu menyatakan air. Namun, walaupun di dalam agama Hindu, termasuk di dalam ajaran Kanda Pat Dewa ini. Dikenal banyak Dewa, bukanlah berarti tidak mengakui adanya asas Ketunggalan. Seperti yang sudah dijelaskan dimuka. “Hanya satu Tuhan Yang Maha Esa orang arif bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”.
            Selain itu, di dalam doa-doa para Arya Weda kita menemukan kecenderungan untuk memuliakan Dewa-Dewa yang dipuja. Seperti, bila Dewa Wisnu atau Dewa Brahma yang dipuja, maka Dewa-Dewa tersebut memiliki segala atribut dari Yang Maha Tinggi, atau Tuhan Yang Maha Esa. Pandangan ini jelas menyangkal adanya kejamakan para Dewa. Akan tetapi, walaupun hanya ditekankan satu Ketuhanan, berulang-ulang sejenis trinitas (trimurti) diakui pada Brahma, Wisnu dan Siwa. Sementara Brahman adalah prinsip penciptaan, Wisnu adalah pemelihara dan Siwa pelebur. Diantara para Dewa Weda, Wisnu dan Siwa terus bertahan, dan agama Hindu tanpa Wisnu dan Siwa bukanlah Agama Hindu. Akhirnya, dengan serangkaian perkembangan Wisnu dan Siwa disamakan dengan Brahman dalam kitab-kitab Upanisad.
            Dalam sebuah Upanisad ada suatu kutipan yang menarik perhatian sebagai berikut : “Para Dewa senang tersamar sedemikian rupa dan tidak menyukai yang menonjol”. Banyak sarjana yang tidak memperhatikan kalimat esoterik ini. Dan bila anda memahami makna kalimat tersebut, anda akan menjadi Manusia setengah Dewa sakti manderaguna. Artinya, bila anda ingin berhasil menguasai ajaran Kanda Pat Dewa ini, anda harus memiliki semangat, murah hati, sabar, welas asih, bijaksana memiliki sifat berkeadilan dan bertoleransi. Jauh dari keberadaannya sadhana, dan filsafat merupakan pengalaman spiritual. Dalam Kanda Pat Dewa, simbolis dan kebenaran, esoteris adalah suatu permainan kecerdasan yang sangat indah dan mempesona.
            Pelajaran tentang Kanda Pat Dewa mempunyai kesulitan yang sama seperti pesonanya. Mempesona karena beragam keberadaannya. Sulit karena ia merupakan lambang atau symbol.Inilah ajaran Kanda Pat Dewa yang bermula dari ajaran Kanda Dewa, yang disebut sebagai saudara Dewa, ne melingga ring Gedong Kusuma, Ida meraga Sang Hyang Siwa. Dari Sang Hyang Siwa inilah, kemudian lahir Dewa-Dewa yang lainnya. Seperti, Sang Hyang Rwa Bineda, Sang Hyang Tiga Sakti, Sang Hyang Panca Dewa, Dewa Nawa Sangga dan sebagainya. Semua itu adalah merupakan pamurtian atau manifestasi dari Siwa sendiri.
            Pada waktu kita lahir ke Dunia ini, maka pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Tiga Sakti. Beliau Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau bersthana di Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, dalam konsep Tri Kahyangan Desa. Yang tidak lain adalah Siwa sendiri dalam trinitasnya sebagai Brahma, Wisnu dan Siwa. Bila melayang-layang di ambara beliau berwujud Sang Hyang Agni atau Brahma, dan yan sira amarga ring soring pretiwi, beliau berwujud Sang Hyang Wisnu. Di dalam angga sariranta beliau melingga ring bayu, sabda lan idep.
h. Buwana agung dan Buwana alit
            Ketika anda akan menelusuri ajaran Kanda Pat Dewa, maka yang harus anda pahami lebih dahulu adalah pengertian tentang Buwana agung dan Buwana alit. Buwana agung adalah jagad Dunia, alam semesta raya, dan Buwana alit adalah “hati nurani” yang tersimpan di dalam diri manusia. Namun demikian, walaupun disebut Buwana alit sesungguhnya ia adalah Buwana agung. Mengapa bisa demikian? Karena Buwana Alit, yang berada pada kedalaman hati nurani manusia akan menggenggam Buwana Agung. Sebab, meskipun kelihatan kecil, tetapi hati manusia sebenarnya seluas langit dan Bumi. Dalam istilah Balinya “sing ada gedenan teken keneh”, tidak ada yang lebih besar dari keinginan manusia.
            Termasuk dalam ajaran Kanda Pat Dewa ini. Karena apa yang ada di Buwana agung, akan kita jumpai pula di dalam Buwana alit. Seperti Dewa Nawa Sangga misalnya, ada di Buwana agung, berarti ada juga di Buwana alit. Sebab, pada hakekatnya Buwana agung dan Buwana alit adalah tunggal. Beginilah keberadaan para Dewa di Bhuwana alit, ring angga sariranta, mantra : “Om Bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kayangan nira ring papusuh, senjatanira Bajra. Merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep. Om Bhatara Maheswara (Mahesora), ring Gneyan prenahira, rupanira dadu, kayangan nira ring paparu, senjatanira Dupa, merunira tumpang kutus, babahanira ring kuping kiwa, wetunira ring cita, lintiran tan salah cita. Om Bhatara Brahma, ring Daksina prenahira, rupanira bang, kayangan nira ring ati, senjatanira Danda (Gada), merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon. Om Bhatara Rudra, ring neriti prenahira, rupanira kuning, kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Moksala, merunira tumpang telu, babahanira ring mata kiwa, wetunira ring tutur. Om Bhatara Mahadewa, ring Pascima prehanira, rupanira kuning, kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Nagapasah, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda. Om Bhatara Sangkara, ring wayabya prenahira, kayangan nira ring limpa, senjatanira Angkus, rupanira gadang, merunira tumpang besik, babahanira ring irung kiwa, wetunira ring ambek. Om Bhatara Wisnu, ring utara prehanira, rupanira ireng kahyangan nira ring ampru, senjatanira Cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, wetunira ring pangwangan. Om Bhatara Sambu, ring ersanya prenahira, rupanira biru, kayangan nira ring ineban, senjatanira Trisula, merunira tumpang nem, babahanira ring pamungkar, wetunira ring bayu. Om Bhatara Siwa, ring Madya prenahira, rupanira Mancawarna, kayangan nira ring tumpuking ati, senjatanira Padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah. Om Bhatara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetu nira ring adnyana, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angadegaken adnyana. Hyang Wisesa wetuning angen-angen ring byantara, babahanira ring uneng-unengan, lintiran angen-angen. Om, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Amepeki jagat Buwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, tuju teluh teranjana, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumama ring awak sariranku, apan aku sarining tunjung putih”.
            Bila anda dapat meyakinkan angrangsukin mantra tersebut di atas, maka akan banyak sekali kegunaannya, sakwehing gawenya wenang. Dan bila anda hanya akan angrasukin ajaran Kanda Pat Dewa, maka mantra tersebut diatas menjadi lebih singkat sebagai berikut : “Om Bhatara Iswara, ring purwa prenahira, rupanira putih, kayangan nira ring papusuh, senjatanira Bajra, Merunira tumpang lima, babahanira ring kuping tengen, wetunira ring idep. Om Bhatara Brahma, ring Daksina prenahira, rupanira bang, kayangan nira ring ati, senjatanira Danda (Gada), merunira tumpang siya, babahanira ring mata tengen, wetunira ring panon, lintiran tan salah panon. Om Bhatara Mahadewa, ring Pascima prenahira, rupanira Kuning, Kayangan nira ring ungsilan, senjatanira Nagapasah, merunira tumpang pitu, babahanira ring irung tengen, wetunira ring sabda. Om Bhatara Wisnu,ring utara prenahira, rupanira ireng kahyangan nira ring ampru, senjatanira Cakra, merunira tumpang papat, babahanira ring cangkem, wetunira ring pangwangan. Om Bhatara Siwa, ring madya prenahira, rupanira Mancawarna, kayangan nira ring tumpuking ati, senjatanira Padma, merunira tumpang solas, babahanira ring papusuh, wetunira ring manah, lintiranira tan salah manah. Om Bhatara Guru, haneng madyaning awyakti prenahira, wetu nira ring adnyana, lintiran angen-angen. Om, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Amepeki jagat Buwana kabeh, anilahaken paksane, sakwehing kinaya-upaya, tuju teluh teranjana, desti. Pepasangan, sesawangan, rerajahan, tan tumama ring awak sariranku, apan aku sarining Tunjung Putih”.
h. Dewa, Aksara dan Cakra
            Dan ketahuilah pula kandaning Sang Hyang Aksara, kawruhake na lungguhe, pasurupe, hanaring Buwana Alit, ring angga sariranta. 20 akweh ikang aksara, ane dadi bungkahing sastra, yang kawruhe, away wera, apan mula dahat tutur iki, wenang managa buwana. Iki luwirnya : ha na ca ra ka = ada utusan, da ta sa wa la = pada peperangan, pa dha ja ya nya = sama saktinya, ma gab ha tha nga = sama-sama mati. Disini yang digunakan referensi aksara Jawa. Karena lebih lengkap dan mudah dipahami. Ke 20 aksara itu menggambarkan suatu proses penciptaan Tuhan, yang dilewatkan kepada manusia. Maka penjelasannya sebagai berikut : ha na ca ra ka = Ada utusan, utusan dari Hyang Widhi, dua orang manusia, laki dan perempuan. Yang dalam mitos cerita Aji Saka bernama Dora dan Sembada. Da ta saw a la = Membawa pesan atau tugas yang tidak boleh tidak, harus dilaksanakan. Tugas Dora adalah mempertahankan keris, yang ditipkan Aji Saka kepadanya. Sedangkan tugas Sembada kembali meminta keris tersebut. Pa da ja ya nya = perintahnya pasti, “Dora kutitip keris ini kepadamu, dan tidak boleh siapapun mengambil kembali, selain aku”, kata Aji Saka. Dan setelah itu, Sembada pun diperintah. “Semada ambilah keris yang kutitipkan pada Dora, jangan pernah kembali tanpa keris tersebut”, kata Aji Saka pula. Ma ga bat ha nga = Itulah alasannya, kenapa kedua utusan itu lalu bertempur. Namanya juga murid Aji Saka, pastilah bukan manusia sembarangan. Karena sama-sama saktinya, maka keduanya pun akhirnya sama-sama mengalami kematian.
            Aji Saka melambangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Dora adalah manusia laki-laki dewasa, dan Sembada adalah manusia perempuan dewasa. Keris ini adalah symbol purusha = purus = kemaluan laki-laki. Sedangkan saung keris yang dibawa Sembada, sebagai bukti ia utusan Aji Saka, adalah simbol predana = vagina = kemaluan wanita. Bertempur adalah simbol persetubuhan, senggama antara laki-laki dan perempuan. Sama-sama lelah, karena api asmara yang tadi telah membakar dirinya telah padam, telah mati. Karena itulah kerajaan Aji Saka bernama Medang Kemulan, yang berarti Medal Kemulan atau keluar dari kemaluan lewat pergumulan, persetubuhan.
            Dan karena itu pula, bila tiba-tiba ada seorang wanita remaja ataupun dewasa kedapatan hamil dan tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, maka agar anaknya nanti tidak menjadi anak bebinjat, dia bisa dikawinkan atau dinikahkan dengan sebuah keris. Karena keris dianggap simbol purusha. Selanjutnya dikatakan : ha na ca ra ka, unggwanya Wetan (Timur) adalah kawitan atau wiwitan (permulaan) adanya wujud manusia, pa dha ja ya nya, unggwanya Kulon (barat) berarti bapak-ibu kelonan (tidur bersama), da ta sa wa la, unggwanya kidul (selatan) berarti kemaluan bapak ndudul (menerobos kemaluan ibu), kemudian si ibu menjadi bunting, hamil dan ma ga ba tha nga, unggwanya Lor (utara) artinya lahir, melahirkan anak. Dengan adanya kelahiran manusia inilah ajaran Kanda Pat menjadi ada. Bila tidak ada kelahiran ini, maka ajaran Kanda Pat pun takkan pernah ada.
            Menurut sastra Kejawen, aksara 20 itu, bila diucapkan secara terbalik, akan menjadi ilmu penolak yang sangat ampuh. Bisa menolak segala malapetaka. Termasuk menolak tuju, teluh, teranjana, leak, desti, pepasangan, sesawangan, rerajahan dan sebagainya. Inilah mantranya : “Nga Tha Ba Ga Ma, Nya Ya Ja Dha Pa. La Wa Sa Ta Da, Ka Ra Ca Na Ha”. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Nga Tha Ba Ga Ma = Tidak ada kematian, Nya Ya Ja Dha Pa = Tidak ada kesaktian, La Wa Sa Ta Da = Tidak ada peperangan, Ka Ra Ca Na Ha = Tidak ada utusan. Pokokne, “jeg sing ada apa de”. Mantra ini telah diyakini dan dipraktekkan oleh beberapa teman, dan semuanya mengatkan berhasil.
            Lebih jauh penjabaran aksara 20 dalam kaitannya dengan ajaran Kanda Pat Dewa, adalah begini : Ha Na Ca Ra Ka, Dewanya Bhatara Iswara, rupanya putih, senjatanya Bajra, tunggangannya Gajah. Da Ta Sa Wa La, Dewanya Bhatara Brahma rupanya Abang, senjatanya Danda, tunggangannya Angsa. Pa Dha Ja Ya Nya, Dewanya Bhatara Mahadewa, rupanya kuning, senjatanya Nagapasah, tunggangannya Naga. Ma Ga Ba Tha Nga, Dewanya Bhatara Wisnu, rupanya ireng, senjatanya Cakra, tunggangannya Garuda.
            Dari aksara 20 (dwi aksara) inilah kemudian lahir dari Dasaksara, dadi pancaksara, dadi triaksara, dadi Rwabhineda. Sabdaning Pancaksara adalah Na Ma Si Wa Ya. Catatan : Mang, Ang, Ong, Ung, Yang, Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya. Semua disebutkan Pancaksara. Sabdaning Rwabhineda adalah : Ang Ah, dadi Purusa-Predana, Akasa-Pretiwi, Lemah-Peteng, dan Urip kelawan Pati. Triaksara ring Buwana Alit, Ang ring ati, Ung ring ampru, Mang ring papusuh. Dan juga, Ang ring bayu, Ung ring sabda dan Mang ring idep. Ang berwujud api, Ung berwujud air, dan Mang berwujud angin. Ang Dewanya Brahma, Ung Dewanya Wisnu, dan Mang Dewanya Iswara.
            Bila ingin nerang hujan, ring Buwana Agung, Brahma-Iswara, wetuakena. Apan Trikasara lingganing api, yeh, angina. Ida maraga Brahma, Wisnu, Iswara. Pada hakekatnya Ida meraga Sang Hyang Tunggal, malingga ring patining idepta. Yang sira anunggalan idep, Sang Hyang Triaksara awas ranuhun, apan irika lingganing idep, Sang Hyang Triaksara awas rumuhun, apan irika lingganing idep, beginilah adalnya, Ang = bayu, Ung = sabda, Mang = idep. Ang metu ring irung karo. Ang = Brahmaloka, Ung = Wisnuloka, Mang = Siwaloka. Brahmaloka, tunggalakena ring Wisnuloka, malih Brahmanaloka lan Wisnuloka tunggalakena ring Siwaloka. Sambil aneleng tungtuning irung, aneleng tungtunging pamusti.  Menyatu di dalam idep = pikiran. Ang, Ung, Mang = Bayu, Sabda, idep anunggal, panunggalannya ingaran Sang Hyang Pasupati, sumungsang ring pakukuhing jiwanta.
            Yang sira weruh anipta niki, asing pinuja sidhi palanya, away wera pingita juga. Barang siapa yang memahami pengetahuan ini akan memiliki kesidian serta kesaktian. Ajaran ini oleh masyarakat umum dikenal dengan nama, Yoga, Meditasi dan Samadhi. Namanya berbeda, namun hakekatnya adalah sama saja. Menurut ajaran Yoga di dalam lapisan tubuh eterik Manusia, terdapat tujuh Cakra utama yang merupakan linggan para Dewa yaitu : 1. Cakra Muladara, menjadi linggan Dewa Brahma. 2. Cakra Swadhisthana, menjadi linggan Dewa Wisnu. 3. Cakra Manipura, menjadi linggan Dewa Rudra. 4. Cakra Anahata, menjadi linggan Dewa Iswara. 5. Cakra Wisuda, menjadi linggan Dewa Maheswara. 6. Cakra Ajna, menjadi linggan Dewa Mahadewa. 7. Cakra Sahasara menjadi linggan Dewa Siwa. Untuk Dewa Sambu dan Dewa Sangkara malingga ring Cakra kembar, yang merupakan cakra menengah. Dimana Dewa Sambu berada di sebelah kanan, dan Dewa Sangkara di sebelah kiri. Cakra Kembar berada di kedua tangan, kedua mata, kedua telinga dan sebagainya.
            Tulang punggung yang dikatakan sebagai poros tubuh. Dari dalam badan halus yang bersesuaian dengan tulang punggung ini, muncul pusat-pusat kesadaran yang disebut dengan Cakra. Di dalam tubuh halus (eteris) ada banyak sekali Cakra. Namun hanya ada tujuh cakra yang dianggap utama, meliputi : Cakra Muladara, bersesuaian letaknya dengan pantat. Cakra Swadhisthana, bersesuaian letaknya dengan kemaluan. Cakra Manipura, bersesuaian letaknya dengan pusar. Cakra Anahata, bersesuaian letaknya dengan tenggorokkan. Cakra Ajna, bersesuaian letaknya dengan pertengahan kedua alis (selaning lelata). Cakra Sahasara, bersesuaian letaknya dengan ubun-ubun. Di dalam Sahasara Cakra inilah Siwa bersemayam. Bukan berarti Siwa yang ditempatkan, tetapi kekuatanNya yang dimanifestasikan di sini. Tuhan tidak dapat dibatasi di suatu tempat. Tetapi manifestasinya dapat dipusatkan dimana saja.
            Cakra-cakra itu merupakan pusat energy rohani. Cakra ini tidak tampak dengan mata biasa, karena cakra itu tidak berbadan fisik, melainkan dilapisan badan halus yaitu badan eteris. Selain itu, dalam anatomi tubuh halus itu, terdapat juga nadi-nadi tempat aliran energi, yang memiliki hubungan khusus dengan masing-masing cakra itu. Disebut ida atau pinggala. Kedua nadi ini, terdapat disebelah kanan dan kiri tulang punggung. Disebutkan bahwa, pengetahuan tertinggi ditutupi oleh maya sehingga pengetahuan tertinggi tetap bersembunyi. Yoga adalah jalan untuk menyingkapkan maya dan membuka pengetahuan tertinggi itu. Gheranda Samhita mengatakan, “Tidak ada ikatan yang melebihi kekuatan maya, dan tidak ada kekuatan melebihi Yoga untuk membasmi ikatan-ikatan itu”. Dia yang tekun berlatih Yoga akan mendapatkan bermacam-macam siddhi atau kekuatan gaib.
            Badan ini adalah sakti, keperluan badan adalah keperluan sakti. Segala yang terlihat dan berbuat itulah sakti. Seluruh badan dan pekerjaannya adalah penjelmaan sakti itu. Untuk menyadari hal ini orang harus menyempurnakan dirinya. Penempatan Dewa pada bagian-bagian tubuh tertentu, menyimbolkan adanya upaya membuka mengaktifkan, dan mengaktifkan, dan mengharmoniskan cakra. Semua cakra harus terbuka dan berfungsi menghisap dan memancarkan energy (prana), mengatur, mempertahankan, dan mengelola aspek fisik, emosional, mental dan kejiwaan. Sejalan dengan itu, semakin pandai seseorang memahami kedudukan Dewa di dalam dirinya, berarti ia semakin mahir mengatur gerakan cakra di dalam tubuhnya, sehingga gerakan cakra itu semakin harmonis dan sempurna. Seorang siswa Kanda Pat Dewa dalam melakukan olah meditasi, yoga atau Samadhi harus mampu memasukkan energi (prana) ketubuhnya secara teratur, agar pengembangan batinnya berjalan dengan baik. Dengan demikian, gerakan cakra semakin harmonis dan sempurna, sehingga menghasilkan energi (prana) yang semakin besar. Energi (prana) yang dihasilkan itulah merupakan modal untuk menjadi Manusia Setengah Dewa Sakti Manderaguna.
i. Ajaran Siwa Guru
            Menurut I Wayan Maswinara, arti sebenarnya dari Siwa adalah pada siapa alam semesta ini “tertidur” setelah pemusnahan dan sebelum siklus penciptaan berikutnya. Semua yang lahir harus mati. Segala yang dihasilkan harus dipisahkan dan dihancurkan. Ini merupakan hokum yang tidak dapat dilanggar. Prinsip yang menyebabkan keterpisahan ini, daya dibalik penghancuran ini adalah Siwa. Tapi Siwa lebih daripada itu. Keterpisahan alam semesta berakhir pada pengurangan tertinggi, menjadi kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, dari mana berulang-ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas. Kekosongan tanpa batas, adalah bagian dari keberadaan, darimana berulang-ulang muncul alam semesta yang tampaknya tanpa batas ini, adalah Siwa. Dengan demikian, walaupun Siwa dilukiskan sebagai yang bertanggung jawab terhadap penciptaan dan pemeliharaan keberadaan ini. Dalam pengertian ini. Brahma dan Wisnu juga adalah Siwa.
            Dan dalam pengertian Kanda Pat Dewa ini Siwa tidak lain adalah Brahman itu sendiri, maka wajarlah kalau semua Dewa lahir dan lebur kembali kepada-Nya. Seperti yang sudah dijelaskan di muka bahwa. “Brahman dating kepada pemikiran”, Dia tidak dapat dicapai oleh pemikiran. Tetapi kapankah Dia dating? Dia datang pada saat gejolak pemikiran tidak ada lagi. Dia hanya datang dalam situasi yang dikendalikan oleh Siwa. Seperti yang dikatakan oleh Mitologi Hindu, Siwa adalah pengembara di malam hari Dia dapat dihubungi hanya dalam kegelapan malam. Maka pada malam harilah, dan hanya disitu saja, Siwa menyampaikan isyarat-isyarat, atau ajaran-ajaran rahasia lewat saktinya Uma.
            Tetapi siapakah Dewi Uma? Satu diantara arti perkataan Uma adalah malam. Ini juga berarti ketenangan. Apakah yang lebih tenang dan hening daripada malam hari? Ketika malam tiba, ada sesuatu yang meresap di dalam kegelapan malam semua kemajemukan telah lenyap. Pikiran yang terbebaskan dari aktivitasnya pasti berhadapan dengan malam yang kosong ini. Manusia harus menemukan sifat Brahman secara langsung dan ini dapat terjadi hanya apabila dalam keadaan pikiran yang terbebaskan dari semua aktivitasnya, kesadaran manusia itu sendiri tanpa bergeming, dihadapan malam yang belap dan hening itu. Kemudian sang malam (Dewi Uma) menyampaikan pemberiannya atau ajarannya kepada manusia. Pemberian, ajaran, anugrah atau wahyu itu dating tanpa nama dan wujud si pemberi, karena itu manusia tidak tahu siapa yang telah memberinya, mengajarinya tentang rahasia kehidupan ini. Tapi manusia meyakini itulah ajaran dari Sang Hyang Siwa Guru.
            Inilah ajaran Sang Hyang Siwa Guru. Ini ilmu pengetahuan suci namanya, jangan diinformasikan kepada orang lain.Ini cara membuat mantra,yang akan membersihkan badanmu luar-dalam, lahir-batin. Ajaran rahasia tabik pakulun Sang Hyang Siwa Guru. Dimanakah stana beliau? Sang Hyang Siwa Guru bertempat dalam jantungmu, dan bila beliau keluar dari dalam jantungmu, maka ubun-ubunmu itu jalannya, Sang Hyang Siwa keluar-masuk pada badanmu. Apabila kamu ingin memanggil Sang Hyang Siwa Guru, sucikanlah badanmu, budimu, dengan teguh satukanlah indriya penglihatanmu, indriya penciumanmu, indriya pendengaranmu, indriya pikiranmu, kumpulkan dengan kegaiban pada hatiu hingga bersatu. Bila sudah baikberkumpul dalam rasamu, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru keluar dari jantungmu, jalannya keluar adalah dari ubun-ubunmu dengan mantra : “Om Siwa astiti ya namah”.
            Masukkan pada ujung hidung, kembalikan pada pangkal tenggorokkan, disana Sang Hyang Siwa Guru di puja untuk distanakan dengan mantra : “Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Namah, Om Om dewa pratista ya namah, Mang Ung Yang”. Astiti dengan mantra “Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, Om Om Dewa pratista ya namah, Ung Ang Ung Mang Namah”. Bila sudah baik Sang Hyang Siwa Guru berstana pada tenggorokan, bayangkan di atas perasaanmu pada bulu kaki kanan, sebagai pasepan dengan mantra : “Ang”, namanya pasepan dalam hati. Bulu puhu namanya adalah bulu kaki kanan, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru menurunkan api di atas, di tengah dan di bawah. Yang berbadan api di atas adalah darah bening jantungmu. Yang berbadan api di tengah adalah darah bening hatimu.Yang berbadan api di bawah adalah darah bening tulang cikta. Ketiga api disatukan dengan mantra dalam hati, mantra : “Ong Ung Pat namah”.
            Bayangkan Sang Hyang Siwa Guru sebagai penyebab api ini, bernama api penyebab, itu api pada badanmu, bila sudah besar keluarkan menuju jalan di luar. Sang Hyang Siwa Guru dibayangkan membakar kotoran badanmu luar-dalam, dan tiga kotoran (trimala) segala dosamu, makanan dan minuman yang kotor, penyebab ayah-ibu, wawikon, dan musuhmu dengan mantra : “Om sarira mityukem, tryanta, karamyanem, saptongkara bayo nahnem, bhojatawuti tatwa, om Kalarudra, phat windhu ya namah”.
            Apabila telah dibakar segala kotoran badanmu luar dalam isaplah di atas perasaanmu pada bulu kakimu, sebagai pijakan kehidupan (amerta), naikkan pada dubur dengan cara : Ah idep Sang Hyang Siwa Guru,  manjingakena ring tungtunging grana, ulihakena ring otot kolonganta, sakeng irika anerus anuju ring tungtunging amprunta. Bila air kehidupan sudah pada empedu, jatuhkanlah pasepan dalam hatimu, namanya memadamkan api pada pasepan dengan mantra : “Om Siwa Merta ya Namah, Om Sadasiwa merta ya namah, Om Paramasiwa merta ya namah”.
            Bila sudah padam api itu, keluarkan asapnya api itu melalui alat pelepasan dengan mantra : “Ang Namah”. Asap api jatuh di barat daya. Bila sudah demikian, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru turun dari kerongkongan, menuju pada tutud ineban terus menuju ujung jantung. Di sana Sang Hyang Siwa Guru lagi lahir dan hidup. Setelah itu, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru membuat padma badanmu. Peparu adalah daun padma pada arah Timur, Iswara Dewatanya. Ineban daun padma pada arah selatan, Brahma Dewatanya. Tutud daun padma adalah arah Barat Daya, Rudra Dewatanya. Ungsilan daun padma pada arah barat, Mahadewa Dewatanya. Limpa daun padma pada arah barat laut, Sangkara Dewatanya. Empedu (ampru) adalah daun padma di utara, Wisnu Dewatanya.Tumpuking hati adalah daun padma di timur laut, Sambhu Dewatanya. Diantara daun padma, didalamnya sebagai sari dari padma adalahjantungmu, dengan Sang Hyang Siwa Guru sebagai Dewatanya.
            Dan ini pemekaran pada di 8 penjuru angin dengan mantra : “Om Ang Ung Namah” di barat laut “Om ing ing namah” di timur laut. “Om ung ung namah” di timur. “Om reng reng namah” di selatan. “Om leng leng namah” di Barat. “Om Aeng-aeng namah” di utara. “Om un gung namah” di tenggara. “Om ang ah di barat daya. “Om ah a namah” di tengah pada jantungmu. Setelah demikian jalankan Sang Hyang Siwa Guru, seperti yang sudah dijelaskan di muka, menuju ujung hidungmu, dari sana terus ke atas, tempatkan di ubun-ubun dengan mantra : “Om ang ung mang namah”.
            Sekarang bayangkan Sang Hyang Siwa Guru membuat pada di luar badanmu. Daun padma di timur, Iswara Dewatanya di bahu kanan tempatnya. Daun padma di selatan. Brahma Dewatanya di tengkuk belakang tempatnya. Daun padma di barat, Mahadewa Dewatanya, di bahu kiri tempatnya. Daun padma di utara, Wisnu Dewatanya di tengkuk depan tempatnya. Pelipismu kanan, daun padma di tenggara, Maheswara Dewatanya. Kepala di belakang telingamu yang kanan, daun padma di utara, Wisnu Dewataya di tengkuk depan tempatnya. Pelipismu kanan, daun padma di tenggara, Maheswara Dewatanya. Kepala di belakang telingamu yang kanan, daun padma di barat daya, Rudra Dewatanya. Kepala di belakang telingamu yang kiri, daun padma di barat laut, Sangkara Dewatanya. Pelipismu yang kiri, daun padma di timur laut, Sambhu Dewatanya. Sebagai asalnya padma, inti jantungmu di tengah, Paramasiwa Dewatanya. Paramasiwa adalah perwujudn dari Sang Hyang Siwaguru.
            Ini pebagian pada di luar berdasarkan aksaranya : Sang di timur. Bhang di selatan. Tang di barat. Ang di utara. Ing di jantung. Nang di tenggara. Mang di barat daya. Sing di barat laut. Wang di timur laut. Yang di tengah dalam jantungmu ang a dah namanya, bertempat di jantungmu di bawah. Mang ur dah namanya, bertempat di jantungmu di atas.
            Bila sudahada padmadiluar dan di badanmu sebagai intinya padma, sebagai stananya Sang Hyang Siwa Guru lewat mana berliau selalu mencipta dan menjaga. Maka setelah demikian ucapkanlah pengastawa padma dengan mantra : “Om purwantu Iswara Dewam, agneyan Maheswara, daksina Bhagawan Brahma, nerityam Rudra mewanca, Pascimantu Mahadewah, Wayabya Sangkara swaha, utaram Wisnu Dewata, arsanya Sambhu siyana, Madya SadaSiwa Dewam, anah tayaSiwa swasta, urda Paramasiwanca, sara Dewata udyane”.
            Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan mantra berikut, mantra : “Om Iswara purwa bajrantu, dupa gneyan Maheswara, danda Brahma daksinanca, neritya Rudra mosalam, pascima Mahadewa nagapasah, wayabyam Sangkara angkusrakem, Cakranca Wisnutara desa, aersania Sambhu Trisule. Om Padma Sadasiwa, adah Siwanca Paramasiwa urdwasta, guru Trisula daranam”. Dan ini adalah mantra pemujaan untuk sakti beliau, mantra : “Om Iswara Uma Dewica, Maheswara Laksmi Dewica, Brahma Saraswati Dewi, Rudra Sentani Dewisca, Mahadewa Sacidewi, Sangkara Mahadewisca, Wisnu Bhatara Sri Dewi, Sambhudewa Umadewi, madya sawitri gayastra, Uma tatwa Mahadewam, Ung Ang Ang Ung Ang Ung Ong, Sri Dewi Sangkara Swaha”.
            Itulah mantra pengastawa padma di dalam, namanya padma rangkap. Bila engkau tidak mengetahui pasuk wetudari padma rangkep, sebagai tempat jiwamu, menyebabkan pendek umur. Tapi bila kamu tahu tentang pasuk wetunya padma rangkep, supaya selalu waspada, karena amat rahasia, jangan disebarkan kepada orang lain, jangan sembarangan bercerita karena sangat berbahaya. Ini merupakan ilmu rahasia Sang Pandita, jarang yang mengerti, karena itu, jangan sembarangan memberikan kepada orang lain, bisa kuwalat, karena sangat utama, poma-poma-poma. Rahasiakan menjaga dalam hatimu.
            Sekarang ketahuilah pula tata cara membuatdan meletakkan bhasma (bija) pada dirimu. Ada tiga tempat meletakkan bhasma atau bija pada dirimu. Pertama, diantara kedua alis mata atau kening. Kedua, di kerongkongan dan ketiga di hulu hati. Bhasma atau bija ini biasanya dipakai setelah selesai sembahyang. Yang disebut bhasma atau bija ini adalah, gosokan cendana ditambah dengan biji beras. Bhasma atau bija ini taruh di telapak tangn kiri, disana uraikan biji beras tersebut dengan jari manis dan ibu jari tangan kananmu. Habis itu, katupkan bhasmaatau bija itu dengan tangan kananmu, lalu diisi mantra. Caranya adalah tangan kanan memegang bhasma atau bija, dialasi dengan tangan kiri, mantranya : “Om Ung ksaksa Siwa mka bhasmam, ksaksa Iswarandanam, ksaksa Kumara wijasca, sarwa papa winasanam, ya namah swaha”.
            Setelah itu lalu kamu memakai bhasma atau bija dengan tangan kananmu, mantranya : Ung ring lalata-diantara kedua alis, Mang ring mulakanta-kerongkongan, dan Ang ring wredaya-ulu hati. Tujuan memakai bhasma atau bija ini adalah, untuk memperkokoh tempat kedudukan Ida Sang Hyang Siwa Guru pada badanmu, dan untuk menghilangkan dosa di badanmu. Tan hana wong suasta anulus-tidak ada manusia yang sempurna, begitu kata orang-orang bijaksana. Karena itu sebagai manusia, disadari atau tidak kamu tidak akan pernah lepas dari perbuatan-perbuatan salah atau dosa. Maka dari itu, memohon pengampunan ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, adalah sebuah kebaikan. Pujalah Sang Hyang Siwa Guru dengan mantra yang utama, karena Sang Hyang Siwa Guru dalah inti dari semua mantra dan juga mulia.
            Dan ini adalah mantra memohon pengampunan ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, mantra : “Om ksama swamam Mahadewa, Sarwa prani hitang karah, Mamoco sarwa papebyah, Palaya swa Sadasiwa. Om papoham papa karmaham, papatma papo sambawah, Trahimam pundarikaksa, Kenacin nama raksatu. Om ksantawiya kayiko dosah, ksantawiya wacika mama, ksantawiya manasa dosah, tat pramadat ksama swamam. Om hinaraksaram hinapadham, hina mantram tat hiwaca, hina bhakti hina wredim, Sada Siwa namastute. Om mantra hinam, kriya hinam, Bakti hinam Mahrswaram, Yat pujinam Mahadewa, Pari purnam tadas tume. Om ksamaswamam Jagatnatha, Sarwa pap nirastaram, Sarwa karya minandahem, Prananam sureswaram. Om twam suryatam Siwakara, Twam rupyo bahim laksana, Twangi sarwa takara, mam karya prajayate. Om ksamamswamam mahasekta, Yates warya unat makah, Nasa yetsa tanam papam, Sarwa loparyana narana namah swaha”.
            Sehabis memohon ampun ring Ida Sang Hyang Siwa Guru, atau Ida Hyang Jaganatha, maka setelah itu pralina Ida Sang Hyang Siwa Guru. Ini caranya mempralina. Tutuplah mata ketigamu, satukan ujung matamu ketiga diantara kedua alis. Bila sudah menyatu, bayangkan sudah praline Ida Sang Hyang Siwa Guru, masukkan ke dalam jantungmu, jalannya masuk dari ubun-ubun, dengn mantra : “OngUng Ang Mang”. Jangan gegabah, jangan menginformasikan kepada orang lain, karena sangat utama, agar tidak menjadi kualat oleh Bhataa.
            Bila ingin mendapatkan atau menghidupkan daya mantra, jangan lupa untuk selalu menyucikan diri, dengan melakukan mandi keramas. Ini adalah mantra untuk mandi keramas, mantra : “Ung Rang Sri windhu Dewi dibya mahabarem. Ong Gangga Sindhu Saraswati, wipasakosi kidanam, Yamuna metati sretah, srayunca maha nadhi. Ong tirtha mijil sakeng lor, angebetaken lara wighna. Ong tirtha mijil sakeng daksina, angeseng, angempungaken lara roga petaka. Matemahan sang ayu narapati, hening jati sarira ningsung. Ah Siwadwara upeti pat tastra, sudha ya namah. Ang Ung Mang Tirtha Gangga pwitrani nama siwaya”.
            Selain itu, hendaknya selalu astiti bakti ring Ida Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Guru, mayoga semadhi lewat meditasi dengan sarana, dupa, kemenyan, cendana, dan majegau. Jangan lupa canang burat wangi. Ini caranya, duduk bersila menghadap ke timur dengan kokoh, menyatukan pikiran, dengan hening, memustikarana dengan mempertemukan ibu jari tanganmu kanan-kiri, mata dipejamkan dan dikosentrasikan seolah-olah memandang ujung hidung, pertahankan disana, jangan buyar, jangan goyah, jangan ragu-ragu. Bila sudah demikian mulailah mengucapkan mantra, memusatkan seluruh kesadaranmu pada mantra dan juga pada badanmu, sebab Sang Hyang Widhi sebagai badanmu, jangan gegabah, nanti tidak berhasil mantra itu.
            Untuk lebih jelasnya, inilah cara mengeluarkan Weda mantra. Satukan perasaanmu, bayu, sabda dan idepmu. Bayu keluar dari jantung, sabda keluar dari hati, dan idep keluar dari empedu. Itu disatukan lewat perasaanmu pada ujung lidahmu, dari sana keluarlah Weda mantra, berjalan di tengah lidahmu, terus ke ujung lidahmu, rahasiakanlah, jangan gegabah. Bilamana menghadapi musuh sakti mawiseesa, lebih-lebih bila dating ke tempat peperangan, janganlah kamu lupa kepada Ida Sang Hyang Siwa Guru, pusakan pada hatimu, satukan pada bayu sabda idepmu. Bila sudah baik penyatuannya, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru, pusatkan pada hatimu, satukan pada bayu sabda idepmu. Bila sudah baik penyatuannya, bayangkan Sang Hyang Siwa Guru keluar dari dalam jantungmu, jalannya keluar dari ubun-ubunmu dengan mantra : “Om Siwa astiti ya namah”. Naikkan diantara ke dua alis, bayangkan dengan berbusana lengkap dan bersenjata, mantra : “Om na anu swaha”, Om namah swaha astawasat”. Kemudian naikkan ke Siwadwara, ubun-ubun. Bayangkan Sang Hyang Siwa Guru berkepala lima, masing-masing kepala bermata tiga, bertangan sepuluh, bermuka manusia setengah Dewa sakti manderaguna, dengan senjata Brahmastra, bayangkan beliau menjaga badanmu, bila sudah demikian, pujalah Sang Hyang Siwa Guru berada di ubun-ubunmu.
            Dan bila kamu sudah selesai berperang, kembali kamu memuja Sang Siwa Guru, praline Sang Hyang Siwa Guru pulangkan ke tempat asalnya di jantungmu. Ini mantra pralinanya, mantra : “Om Ung Ang Mang”. Ingat, rahasiakanlah, jangan gegabah! Dan janganlah kamu lupa perwujudan Padma yang ada di luar dan di dalam badanmu, adalah perwujudan dari Sang Hyang Siwa Guru. Karena Sang Hyang Siwa Guru berwujud Brahma, Wisnu, Iswara, Maheswara, Mahadewa, Rudra, Sangkara, Sambu, dan Siwa-Sadasiwa-Paramasiwa. Sang Hyang Siwa Guru adalah perwujudan semua Dewa. Karena Sang Hyang Siwa Guru sebagai badan yang utama bersemayam di dalam jantungmu.
            Maka barang siapa yang ingin mempelajari ajaran Kanda Pat Dewa, wajib melakukan upacara ekajati, mawinten-mensucikan diri setingkat dengan pemangku. Karena ini adalah ajaran rahasia sang pandita. Namun saying, tidak smua pandita mengetahui hal ini. Mereka yang sudah tinggi tingkat yoganya, siapapun dia akan dapat menaklukkan segala bahaya, segala yang galak, segala desti, segala racun, segala banjir, segala yang menyeramkan, segala yang menakutkan. Karena itu bersumber pada dirimu. Dengan sebatang dupa dapat melebur segala mala petaka dengan mantra “Om Ang Namah, Om Ung Namah, Om Mang Namah”. Ini mantra asep pelebur mala namanya.
            Yang dimaksud dengan yoga tingkat tinggi adalah dengan mengaktifkan tri nadimu. Tri nadi adalah bayu-sabda-idep. Bayu keluar dari jantung, sabda keluar dari hati, dan idep keluar dari empedu. Bayu-sabda-idep distukan di puncak hati, baik-baik. Bila sudah baik, bersatu dipuncak hati, itu namana tri sakti. Maka setelah itu, pujalah Sang Hyang Taya. Dimanakah tempat beliau Sang Hyang Taya? Di pangkal jantungmu yang dibawah tempatnya, pada bulu kuduk (gigitok), bening warnaya seperti mata belalang, itulah wujud Sang Hyang Taya.
            Selanjutnya satukanlah Sang Hyang Taya dengan Tri nadimu yang berada di puncak hatimu, bila sudah baik penyatuannya, maka kembalikanlah ke tengah hati. Bila memang sudah demikian, isaplah segala yang membahayakan, segala yang menakutkan, segala yang galak, segala yang menyeramkan, segala racun, segala desti, segala banjir, dengan menggunakan mantra : “Om Ah Sah Kah Wah”. Bayangkan Sang Hyang Taya Agni membakar itu semua. Karena Sang Hyang Taya sebagai gurunya bahaya, gurunya yang menakutkan, gurunya galak, gurunya segala racun, gurunya desti, gurunya banjir, gurunya segala yang menyeramkan, gurunya segala amarah, dibakar oleh Sang Hyang Taya.
           Bila sudah terbakar olehnya, berikanlah air kehidupan, bayangkan air kehidupan itu turun diantara jantungmu, jalannya pada selaput kerongkongan yang tengah, menuju pada jantungmu, terus ke pelepasan, lalu kehatimu, menuju penyatuan rasa. Dari sini air kehidupan mengalir menyiramkan api di tengah hatimu. Bila kamu sudah selesai memberikan amerta pada api itu, bila sudah sempurna api itu, maka kembalikan Sang Hyang Taya ke tempat asalnya, jalannya lewat otot besar di belakang, simpanlah pada bulu kuduk (gigitok) sebab Sang Hyang Taya sangat sakti, ini Yoga sakti namanya, jangan gegabah, rahasiakanlah!
           Berikut adalah kutipan beberapa mantra rahasia untuk berbagai keperluan. Dan ini intisari Kalajastra namanya, mantrailah setiap hari, jangan berselang, hasilnya kamu akan diajuhi oleh segala senjata. Ini mantranya : “Om Hrong Kalajastra ya namah swaha”. Ini adalah mantra pemujaan senjata Sang Hyang Iswara, hasilnya menghilangkan penyakit dan dosamu, sehingga berhasil kerjamu. Mantra : “Om Ing Sang Iswara ya namah”. Memujalah menghadap ke selatan, Sang Hyang Brahma pemujaan itu, hasilnya panjang umurmu, mantra : “Om tang namah swaha”.
            Memujalah menghadap ke barat, pemujaan kepada Sang Hyang Mahadewa, hasilnya dapat menghilangkan musuh-musuhmu dan juga menghilangkan segala penderitaanmu, mantra : “Om Ang Ung Mang namah swaha”. Memujalah menghadap ke tengah, ke dalam jantungmu dimana Sang Hyang Siwa Guru bersemayam, hasilnya dijunjung tinggi oleh masyarakat, karena manjur ucapanmu-sakti sidi ngucap-awet muda dan panjang umur, sangat utama, jangan gegabah, mantra : “Om ang Brahma Dewata ya namah, Om Ung Wisnu Dewata ya namah, Om Mang Iswara Dewata ya namah, Om I Ba Ta A Ung Yang namah, Om Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya”.
            Dan ini adalah pemujaan Rudra namanya, pakailah setiap hari, panjang umurmu, batal dosamu, segala makananmu tidak berbahaya, tidak ada guna-guna. Agem-ageman Sang Hyang Bayu ini, juga disebut Sang Hyang Kutamantra, menjaga Atma, ini mantranya : “Om iskamarakya jaya dik swaha”. Semua mantra ucapkan pada malam hari, hasilnya tidak akan kena kerjaan orang yang berbuat jelek, tidak mampu dibinasakan oleh orang, berfungsi sebagi penolak segala, rahasiakanlah!
j. Kesaktian Kanda Pat Dewa
            Yan sira wruh mulaning dadi manusa, ika ingaran jalma luwih, sekala-niskala. Barang siapa memiliki pengetahuan tentang sangkan paraning dumadi, maka dialah manusia sakti lahir dan batin. Mengetahui kesejatian yang utama di Buwana Agung dan Buwana Alit. Waspada di dalam hati, dengan cara mempertemukan kedua mata dengan mata bumi atau surya. Itulah yang menjadi sidiyaning yoga sandi, atau rahasia yoga. Carilah air di samudra, jangan digunung, carilah sinar terang di kalbumu, jangan di muka.
            Beginilah caranya : pertama siapkan sarana canang burat wangi, dupa wangi telung tanding, idep katur ring Sang Hyang Surya, Candra, Lintang Taranggana, trinadi suksma, bayu sabda idep, mulih ring sabda, dadi sunya tanpa maya, mawas ring jro, ika sarining darma terus. Caranya : duduk brsila menghadap ke timur, idepang Sang Hyang Tiga mijil ring raga, dan juga dri langit, di iringin oleh Dewata Nawa Sangga. Mantra : Ang, Ung, Yang, Na Ma Si Wa Ya, Ya Ya Ya. Lakukan ini saat matahari terbit, atau Surya dawuh tepet, atau sandi kalaning Surya metu, sekitar jam 06.00 wita. Saat matahari masih berwarna merah. Pandanglah dengan tajam ring soring raditya, sakeng tepining aditya mingsor, yan hana katon ocah, seperti maniksepatika, mirip naga, berarti Hyang Bapa mijil mewayang ring langit. Kalau kelihatan seperti manik, ocah kadi smerti, berarti Hyang ibu mijil mewyang ring langit. Yan hana katon kadi Windu mawelu pinggirnya kresna, berarti manusa sakti mijil ring langit, mewayang ring langit.
            Ini adalah tutur menget, pertemuan Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, menjadi Sah Siwa, mawayang sidi ring langit. Kemudian juga terlihat adanya wana astadala, memancarkan cahaya aneka warna. Itu tidak lain adalah Hyang Dewata Nawa Sangga mijil masarira mawayang ring langit. Putihe Hyang Iswara, dadune Hyang Mahesora, abange Hyang Brahma, tangine Hyang Rudra, kuninge Hyang Mahadewa, gadange Hyang Sangkara, irenge Hyang Wisnu, pelunge Hyang Sambu, mancawarnane Hyang Siwa.
            Begitulah cirinya manusa sidi, yan sampun wruh ring raga, sekala-niskala sidi mandi ta kita. Yan dadi yoganira mangkana pingitakena away wera. Bila sudah memiliki pengetahuan ini maka simpanlah dengan baik. Dan ini adalah mantra penyimpanannya, mantra : Ang, Ah Ya Ya Ya. Ini bernama tutur jati, bagi mereka Sang Hyang Wruh ring raga, mawas ring jro, mawas ring jaba, suda luwih pangawruhing rahayu, tan lali ring raja solah. Makeh wong bakti ring sira, utama aturu-atangi, menget ring Aji Saraswati, seperti ini. Ada tiga Dewa malingga ring angga sarira seperti, Sang Hyang Gurureka malingga ring idep, Sang Hyang Saraswati malingga ring canteling lidah, mingsor-mingluhur, ring otot pasimpangan nira. Sang Hyang Kawiswara malingga ring pantaraning papusuh, ring sabda pasuk wetunya.
            Ini adalah mantra pangrangsukkannya, mantra : “Pukulun Sang Gurureka, Sang Hyang Kawiswara, Sang Hyang Aji Saraswati, anyusup ring bayu sabda idep, angisisep sastra, angesep tatwa carita, patastra suda ya namah. Om Saraswati ya namah, Ang, Ah”. Oleh karena itu, bila ingin panjang umur, maka ucapkanlah mantra ini, mantra : Ang ring nabi (puser), ah ring siwadwara. Tapi bia anda ingin mati, atau akan mengalami kematian maka mantra tersebut dibalik, mantra : Ah ring nabi (puser), Ang ring Siwadwara. Ini disebut mantra praline rahasiakanlah.
            Malih yan sira arep ngamong Sang Hyang Aji Saraswati, maka selalu membersihkan diri pada hari-hari purnama, tilem, atau hari-hari suci lainnya, dengan mantra sebagai berikut : “Om sisigku Sang Hyang Menget tatwa carita, aku Sang Hyang Sidi, sabdaku sastra sarotama, aku Sang Hyang Aji Saraswati, amengku tatwa carita. Menget aturu, menget atangi, menget carita patastra, paripurna ya namah swaha. Om Saraswati ya namah”. Selanjutnya dikutipkan beberapa mantra yang menjadi rahasia kesaktian dari ajaran Kanda Pat Dewa ini.
            Ini adalah Pengembak Swara, agar suara kedengaran besar, keras, bergema dan berwibawa. Mantra : “Om sagara danu maobak-obakan, kadi gelap swaraku, tumurun Sang Hyang Widiadara-widiadari, tuninggalin awak sariranku, teka pada asih, pada welas atine wong kabeh, wirya tar-adarat, ya nama swaha”. Caranya : ucapkan mantra tersebut sambil mengunyah jahe. Ini adalah mantra Pamungkem, agar orang lain tidak berani berbicara sembarangan dengan kita, atau malah menjadi ngeb, duduk atau berdiri seperti patung. Mantra : “Om Sang Buta Wadon, matep ma-tan manusane, celek kupinge, tekep matane, pecik cunguhne, talinin limane, impus batisne, sing andeleng aku, teka bungkem 3x. Caranya : ucapkan mantra ini dikuburan (sema) sebanyak 3x sambil menjumput tanah sema tersebut 3x. Tanah tersebut ditabur di tempat pertemuan.
            Ini adalah mantra Pengebek Buwana, untuk menghisap budinya orang banyak, dan mengumpulkannya di dalam diri. Sehingga sepintas orang akan melihat kita seperti orang besar atau raksasa. Mantra : “Om idep aku anduwat budining wong kabeh, mulih ring Tri mandalah guying. Budining wong lanang mulih ring kama petak, budining wong wadon mulih ring kama bang, budining wong kedi mulih ring kama dadu. Sakwehing jadma manusa, apupul ring awak sariranku, pada mawijah-wijah, tan waneh sira nggrungu umulat, lah meremnya, Om sidi swaha ya wong”.
            Ini adalah mantra pengingat-ingat, agar tidak mudah menjadi lupa atau pikun. Dan juga berfungsi supaya mudah untuk menghapal mantra. Mantra : “Om pada dirang kayu jati, eling mantra, inget ati, inget aturu, inget atangi, teka inget ring atinku, ika panginget-inget” 3x. Ini adalah mantra panugrahan berguna untuk berbagai keperluan, asing solah wenang, Siwalingga Gurureka, pradnyan ta sira. Sarana, toya, kadi tingkahing matoya. Mantra : “Om Ang Ung Mang, Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, ring bayu sabda idep, wenang ganal alit, wenang sor luhur paripurna ya namah swaha Ang Ah Sah Siwa yogaya namah swaha”.
            Ini adalah pemandi suwara, menjadi sidi ngucap, maka ucapkan mantra berikut. Mantra : “Om bungkahing lidah Sang Hyang kedep, madyaning lidah Sang Hyang sidi, pucuking lidah Sang Hyang mandi, teka mandi ideping ulun. Om tungtuning bayu, tungtunging idep, mulih ring tungtungku, sakecapku sidi”. Ini adalah pematuh desti, leak dan sebagainya, agar tidak mencelakai kita. Mantra : “Om patuh ih Nini Bhatari Durga, maring setra Gandamayu, matuhang Dewa patuh, manusa, buta, leak patuh, gumatap-gumitip pada patuh, mematuhang Bhatari Durga”.
            Ini adalah pangraksa jiwa, mantra untuk keselamatan sekala dan niskala. Saran toya, kadi tingkahing matoya, disucikan dulu dengan mantra berikut ini. Mantra : “Om ingsun angidepaken Sang Hyang Sucinirmala, licin, pangawakku sakti, tan kataman aku gering wisya mandi, tan kataman aku satru leak, aku luput licin. Pangawak aji sapta sunya nirmala, om sri jagat pake byo nama swaha, Ang Ang Ang Ah”.
            Ini adalah mantra untuk keselamatan di jalan, membuat mata orang-orang yang melihat menjadi silau, ulap. Ini namanya sarining Sang Narayana. Sarananya paes bayu, air ludah, usapkan di dada. Tentu saja setelah mengucapkan mantra berikut ini. Mantra : “Om Ang Agni, jalma manusa ulap, Om desti leak ulap, anguyup ring awak sariranku, sakadi gni ujwala, teka murub”3x. Ini adalah mantra pengesengan, pengelebur dasamala ring raga. Juga bisa berguna untuk memusnahkan cetik yang ada di dalam makanan yang sudah termakan. Ucapkan mantra ini. Mantra : “Om cangkemku api, upas kalebur ring pawon, sing manjing teka geseng, sing metu teka geseng”. 3x. Dilanjutkan dengan mantra : “Om Bhatara Brahma ring cangkem, Bhatara Rudra ring weteng, apan Bhatara Rudra maraga sira, sing tumiba teka geseng”3x. Lanjutkan lagi. “Om sing kesampar, sing kesandung, sing kelangkahan, sing kainem, aja sira ngeracunin, angarubeda, anyangkala-nyengkali, manggawe ala ring awak sariranku, apan aku pangawakking Sang Hyang Tunggal”.
            Away wera angangge mantra ini, rahasya temen, saletuh-letuh ring raganta pada sirnya dennya. Jangan sembarangan menggunakan mantra ini. Tidak boleh dipakai guyonan, karena gaibnya akan hilang. Dan bila menggunakan mantra-mantra ini, ucapkanlah dalam hati, jangan sampai kedengaran orang lain. Apalagi memperlihatkan diri sebagai orang yang berilmu, itu tidak boleh. Rahasiakanlah!
k. Rahasia Yoga
            Inilah gegelaran manusa sakti, jalma luwih, kawruhakena dening prayatna, rumegep Sang Hyang Wisesa, tingkahing pati, lawan urip, manusa sakti bernama I Jaratdrana, ika Wisnu Buwana ngaran. Yan teka ring patine, jalanang manusa saktine, yang bernama I Jaratdrana ane ada di sor, ne nongos di bongkol tulang jringe, irika pagenahing atmane, apange matunggung menek, adan atmane I Belis, ne been apine, ne beduwur yeh, yen suba yan matungga lan dadi abesik, ya madan Gni Rakasya, margane terus kematane, away simpang, apan marga utama ya, anggon ngeseng lara, sehananing lara wenang kageseng denya.
            Yan terka ring pati, majalan makejang, apan tunggal pati lawan urip. Rupan manusa saktine putih, ne nongos di bongkol tulang jringe. Irika genah Sang Wenara Petak. Matane tengen mangaran Bhatara Guru, matane di tengah mangaran Simaralaya, matane di kiwa mangaran indraloka, pasyakan matane di tengah bernama Wisnu Buwana, gegelaran manusa sakti manderaguna manusia setengah Dewa.
Karena itu, di dalam hidup ini hendaknya dengan tekun dan sadar selalu membersihkan diri. Mengurangi keangkaraan hati. Dan bilamana datang dari kematiannya, maka berjalanlah dengan tenang, margannya menek ke pabahane (ubun-ubun), budinta apang enak, yang sida semangkana, ya mangaran manusa sakti, ya mangaran manusia setengah Dewa sakti manderaguna. Yan kita sampun wruh semangkana, wenang kita mabrata, ngurangin pangan kinum, mwah aturu lan senggama. Away wera dahat, nadyan kita mati tan pabya, tan urung kita anungkap swarg luwih. Kalau memang sudah bisa begitu, bila nanti kita mati, walaupun tanpa di aben, tanpa dibuatkan upakara, kita akan tetap masuk sorga.
Inilah rahasia yoga, kuncinya adalah kesucian hati, pikiran dan perilaku. Lakunya adalah mengurangi makan-minum, tidur dan senggama. Membersihkan diri, berarti menyingkap tirai yang menyelubungi Sang Hyang Atma. Sehingga kita bisa melihat penampakan-Nya, dan senantiasa mendapatkan berkah-Nya.
Ingat, di dalam ajaran Kanda Pat, Sang Hyang Siwa atau Dewa Siwa dianggap sama denga Yang Maha Tinggi atau Tuhan yang maha esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dan di Buwana Agung Dewa Siwa disebut dengan Brahman. Sedangkan di Buwana Alit ring angga sariranta, di dalam diri manusia Dewa Siwa disebut dengan Atman. Atman adalah percikan sinar suci Brahman. Oleh sebab itu, bila kita mendapatkan penampakan dari Atman. Itu berarti kita juga mendapat penampakkan dari Brahman. Kalau sudah begitu, pasti memiliki kesucian, kesidian dan kekuatan gaib. Itulah jalma luwih, atau Brahmana sejati.
Kembali kepada yoga, meditasi atau semadhi. Penampakan seperti apa yang telah disebutkan di atas, hanya bisa didapatkan lewat yoga, meditasi atau semadhi yang khusuk dan benar. Sehingga mencapai titik dimana anda mengalami liyeping aluyup, antara turu tan turu. Seluruh kesadaran terkosentrasi ke dalam diri. Dalam cerita pewayangan masalah ini sering digambarkan dengan kalimat yang indah sebagai berikut : “Anutupi babahan hawa sanga, manages marang Hyang Suksma kawekas”. Bila sudah bisa menyatu dalam yoga, meditasi atau semadhi. Maka tidak lama kemudian byar tampak cahaya biru keputihan, dan setelah diamati ternyata itu adalah sederetan gunung kapur, atau gunung yang memancarkan cahaya keputih-putihan.
Menurut sastra Kanda Pat Dewa apa yang tampak tidak lain adalah cahaya dari ; papusuh, nyali, ati, ungsilan, limpa, babuwahan, usus gung, urung-urungan, dan peparu, yang dicahayai oleh dasapramana. Maka terbukalah tirai gaib yang menutupi Atman. Yan katon metu ring amprunta, kadi tejaning wulan mawelu, ya Sang Hyang Atma ngaran. Yan saking atinta metu, katon kadi surya unimba, ya pracayaning uripta. Yang katun metu ring papusuh, katon ameleng-ameleng angibeki jro garba, mahening kadi surya, itulah cahyaning Sang Hyang Taya.
Yan katon cahaya ungu, ring windu sasika, rika selaning alista, itulah parowaning urip, kalawan atma muwang sadpramana. Ya mawak tunggal, dadi lung jiwa, ya soca tunggal ngaran, ya jawaning awak, pametunnya saking siwadwara (ubun-ubun). Pametuning atma saking granasika, kadi anak-anakan mas, angadeg katon ring arepta, iya cahyaning atma ika. Yan katon kadi danta, merasa suwung ring sarira, ika hening atinta, ya ingaran sepa-sepi, hening atinta pinaka suksemaning yoga. Yan sira weruh samangkana, wikan kita pasimpenan turunta, ya jadma nora mati, matinggal kurungan. Maka sebenarnya tidak ada kematian, karena selalu hidup dimanapun Sang Hyang Atma berada. Dwaning kari urip, apan wikan ring kapatinta. Duk sira enak aturu ika ngaran mati, nanging tan mati, apan Sang Hyang Premana manggeh ring raganta.
Untuk mempertahankan kesucian diri, reh sampun angawasang cahyaning Sang Hyang Atma, maka yang kalaning Purnama, muwang tilem, apang enak budintam aja wor pitresna, apan tunggal urip lawan pati. Yan sira werus semangkana, nadyan wong sudra, rinuwat dening batara, sampurna patine reki, atmane wor lan batara. Dalam kitab Tutur Kalepasan disebutkan : “Dengan cara menahan nafas-ambegan-sekuatnya, dan didalam batin mengucapkan aksara suci Ongkara. Kemudian pikiran dapat mewujudkan Panca Dewata, beserta tempat persemayaman beliau. Yang pada akhirnya segala kekuatan itu diarahkan ke tengah-tengah kepala. Bila hal ini dilaksanakan, maka tercapailah kamoksan itu.
“Ini adalah jalan utama. Kunci nafasmu. Keluarkan lewat ubun-ubun. Jangan gelisah dengan datangnya kematian, maka pergilah ke alam sunya”. Demikianlah yang dijelaskan oleh para leluhur di jaman dulu. “Barang siapa yang memiliki iman yang teguh-sentosa ing budi teguh, setya tuhu kautamaning lampah-maka ia akan kembali ke Siwaloka, yaitu alam sunya yang tenang, sangat mulia tak ada taranya. Itulah yang disebut kamoksan”, begitu kata kitab Buana Kosa.
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam yoga, meditasi atau Samadhi ini adalah ketentraman hati. Sebab perasaan yang tenang merupakan dasar utama, agar bisa mencapai sunya dalam pikiran. Pada tahap awal belajar, melatih ketenangan dan sunya pikiran inilah yang sulit. Tetapi pada akhirnya, dengan latihan yang teratur dan tekun, anda akan menemukan cara tersendiri untuk mencapai sunya atau pengosongan ini. Pengalaman bahwa pengosongan, suwung, atau sunya ini, secara total sangatlah sulit dicapai. Karena pada hakekatnya bukan pengosongan, suwung atau sunya yang terjadi, melainkan kita tidak merasakan keberadaan kita. Artinya tidak dirasakan adanya-mati raga-atau mati sajeroning urip.
Pada saat seperti inilah sebenarnya kita mengalami hubungan dengan dunia gaib. Dimana kita telah mengalami mati raga, yaitu suatu puncak diam, dimana kita sudah tidak merasakan adanya badan kita, seakan-akan kita sudah tidak berbadan kasar lagi. Karena pada saat itu kita sedang mengalami kelepasan, terlepasnya roh dari badan wadag. Itulah kebebasan tertinggi, itulah kamoksan, itulah rahasia yoga, meditasi atau Samadhi. Tetapi sangat sulit mendapatkannya, karena itu rahasiakanlah.
l. Mati dalam hidup
            Tembang raras berkata : “Tuhan bersembunyi dalam kematian, Dewa dan bhatara tersembunyi dalam hidup. Keberadaan disini adalah hidup, tetapi hidup diresapi dan diliputi oleh kematian. Kematian menguasai seluruh kehidupan. Segala sesuatu tunduk kepada kehancuran (kematian). Hidup ini baik sekali (utama) bisa bersahabat dengan kematian. Usahakanlah, supaya bisa mati sambil tetap hidup.
            Lebih lanjut dikatakan : “Barang siapa ingat akan kematian, barang siapa dapat mati sambil tetap hidup, barang siapa menerima bimbingan, agar menjadi jelas baginya segala peraturan Yang Maha Agung, barang siapa selalu menyadari bahwa ia berada di tengah-tengah kematian, barang siapa dengan jelas melihat kesempurnaan, hidup orang itulah luhur, karena hidupnya berkaitan dengan kematian, yang sekaligus hidup tanpa tunduk kepada kematian, itulah hakekat Hyang Suksma”.
            Ungkapan tembang raras tersebut di atas, merupakan suatu pandangan mengenai “mati sajeroning urip” (mati ditengah-tengah kehidupan) atau hidup sesudah mati. Kreemer dengan tepat menjelaskan bahwa dengan ungkapan tadi yang dimaksudkan adalah ekstasis. Mati terhadap dirinya sendiri berarti hidup dalam kemanunggalan dengan Brahman, dan ini diteruskan, sesudah kematian jasmani disebut “hidup di tengah-tengah kematian” (hidup sesudah mati). Karena pengertian mati di sini tentu dalam artian rohani, terlepasnya ikatan Atman dengan badan. Meninggalkan alam keduniawian menuju alam kerohanian. Alam penghalusan atau alam dunia halus. Adapun cara untuk mencapainya ialah dengan laku. Dan salah satu jalannya adalah dengan meditasi, yoga atau semadhi. Jadi meditasi, yoga atau semadhi adalah salah satu jalan untuk mencapai “pelepasan diri”, dengan cara terus menerus mengekang dan menyingkirkan nafsu angkara dan menghentikan makartinya jiwa raga (=kukutaning jiwangga).  
            Seorang guru dalam “ngelmu sepuh”, yaitu penuntun kejiwaan, dalam ilmu kuno yang sempurna mengajarkan kepada kita, bahwasanya di dalam keadaan yang demikian itu, kita dapat menghayati hal-hal yang tidak dapat kita lakukan dalam keadaan biasa. Pada keadaan meditasi, yoga atau semadhi, kita akan segera mencapai suat titik, dimana kita merasa seolah-olah berjalan dengan lenggang dan perlahan-lahan. Di dalam keadaan yang demikian itu, kia dengan “mata batin” akan melihat bermacam-macam rupa yang menakutkan, sehingga berdiri bulu kuduk dan merinding seluruh badan. Jika tidak dapat menguasai keadaan yang tegang ini, maka gagalah semua meditasi, yoga atau semadhi kita. Karena semua rerupan yang menakutkan itu, adalah merupakan perwujudan dari hawa nafsu kita sendiri. Jadi bila tidak bisa menguasainya, berarti belum mampu mengatasi hawa nafsu sendiri.
            Selain dari itu, agar orang dapat menghayati suara Tuhan, maka disamping meditasi, yoga atau semadhi, diperlukan juga adanya kesucian di dalam tingkah laku. Dalam tatanan yang lebih jauh dan lebih dalam lagi, maka kita tidak hanya diwajibkan untuk menguasai hawa nafsu, melainkan harus mampu membunuh atau memusnahkan nafsu angkara itu. Yang berarti pemusatan semua kemauan dan juga melambangkan pemutusan hubungan terakhir dengan keduniawian. Sebab menjelang bangkitnya kejiwaan yang sejati untuk memasuki dunia yang lain, maka “nagas si pelaku meditasi, yoga atau semadhi akan berhenti sejenak”.
            Maka bangkitlah “kejiwaan sejati”-nya ke dalam dunia gaib yang tak terbatas. Itulah Dunianya yang di dalam literature Jawa yang disebutkan sebagai “Dunia cemerlang tanpa bayangan”. Inilah yang dimaksud dengan istilah “Segara tanpa tepi”, artinya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. “Tapaking kunntul anglayang”, artinya mengetahui rahasia kematian, sekaligus tidak tunduk kepada kematian. “Galihing kangkung”, artinya tidak ada atau sirna, segala kesengsaraan dan segala keinginan ditiadakan secara sempurna. Sehingga orang mengalami keadaan yang penuh kedamaian dan kebahagiaan mutlak, yakni suatu keadaan sempurna yang jauh lebih baik dari keadaan di Dunia ini. “Isining buluh bungbang”, artinya suatu cahaya yang terang yang suci murni tanpa asal, tanpa akhir dan tanpa awal. Pendek kata “tan kena kinaya ngapa”- tak dapat diumpamakan seperti apapun. Ia timbul dari kekosongan, Sunya, Sunyata dan itulah kebenaran tertinggi. Dan hanya itu yang dapat dijelaskan.
            Jikalau orang sudah sampai sedemikian jauh, maka boleh dikatakan ia telah mencapai kesempurnaan, dan seorang yang demikian itu dengan tepat dikatakan, bahwa dia telah menjadi “Manusia Setengah Dewa sakti manderaguna”. Yan tan wruha samangkana, yadnyan Wesya, Satrya, Brahmana, Dalem, dudu kita manusia, itu adalah hewan berbadan manusia atau itulah orang Sudra yang sebenarnya. Yan wruha kita samangkana, sagenging papanta, Nerakanta Moksa ilang, yan sira ngalekas, away byahpara, den tepet sira mayoga.
            Dalam sastra Kejawen juga ada disebutkan hal seperti ini, khususnya dalam Serta Aji Pameleng. Kurang lebih artinya sebagai berikut : “Barang siapa yang memahami ajaran ini, kalau dia orang Sudra akan diangkat derajatnya menjadi Wesya. Kalau dia Wesya akan diangkat derajatnya menjadi Satrya. Kalau dia orang Satrya akan diangkat derajatnya menjadi Brahmana. Dan kalau dia orang Brahmana akan diangkat derajatnya menjadi Manusia setengah Dewa. Atau kalau dia orang yang sakit-sakitan akan sembuh. Kalau dia orang yang sengsara akan bahagia”.
            Begitu pula sebaliknya : “Barang siapa yang tidak memahami ajaran ini tidak perduli apakah dia orang Sudra, Weisya, Ksatria, Brahmana, Dalem dsb, maka dia bukanlah manusia. Dia adalah binatang yang berbadan manusia. Wujudnya memang manusia tapi berprilaku sebagaimana layaknya binatang. Orang yang seperti itu hidupnya akan sengsara sekala dan niskala”. Lihat saja orang yang bisa ngeleyak. Sudah diciptakan menjadi manusia, malah ingin kelihatan seperti binatang, atau bhutakala. Umpama, ingin dilihat seperti binatang ayam, anjing, monyet, sapi, kelelawar, garuda mas dan sebagainya. Atau ingin dilihat seperti celuluk, jaka tunggul, rangda, dan sebagainya. Orang yang seperti itu, dijamin matinya nanti akan menjadi hantu. Biar diupacarai dengan cara apapun tetap saja tidak akan merubah karmanya, sia-sia.
m. Manusia Setengah Dewa
            Yan sira weruh ring angganta, weruh ta sira ring Dewa- barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Dewa-karena Bhuta lan Dewa tan madoh ring awak. Ungkapan kuno ini terkesan biasa-biasa saja, tidak ada apa-apanya, tidak ada yang istimewa. Karena selama ini kita merasa sudah mengenal diri kita sendiri. Betulkah demikian? Kalau memang benar berarti anda sudah mengenal Dewa. Tapi, kalau anda belum mengenal Dewa, berarti anda belum mengenal diri sendiri. Pemahaman kita selama ini tentang diri sendiri, hanyalah pada segala sesuatu yang berkaitan dengan badan fisik, termasuk nama yang diberikan orang tua kita. Kita tidak mengenal diri kita seutuhnya. Kita hanya mengenal lahir, tidak mengenal batin. Tapi mengapa kita tidak mengenal diri kita secara batin?
            Ki Agung Pranoto menjawab; “karena manusia adalah makhluk ajaib”. Saking ajaibnya, tidak ada satu pun fak ilmu pengetahuan yang berhasil berdiri sendiri, secara murni dalam mengurai misteri manusia. Ilmu pengetahuan harus melakukan persekutuan, jika bermaksud meneliti fenomena ciptaan paling sempurna itu. Manusia, ditinjau dari filosofi supranatural, sesungguhnya cuma terdiri dari tiga unsur saja. Pikiran, roh dan jiwa. Memang, ada unsure abstrak lain seperti nyawa. Namun, karena pengertian nyawa berkait erat dengan organ jantung, maka ia dianggap tidak bisa disekutukan sebagai unsure supranatural bawaan. Nyawa jadi bagian mutlak misteri Ketuhanan. Lambang unsur transendental. Tiga unsupr supranatural tersebut adalah sebentuk zat yang memiliki otonomi penuh. Dalam arti, dianugerahkan dalam bentuk abstrak, dan bisa berubah atau diubah oleh manusia. Nyawa tidak bisa diubah sedikit pun. Hanya bisa musnah jika dikehendaki Maha Pencipta.
n. Otak mengendalikan Otak
            Walaupun, pikiran manusia merupakan hasil kerja organ yang bernama otak, namun kategori daya kerja pikiran tetap tak memiliki batasan yang jelas. Dimensi pikiran tidak terukur, karena mampu melampaui kecepatan cahaya dan tidak dapat dihitung oleh waktu. Di sisi lain, misteri otak masih belum dapat diurai oleh daya pikir manusia itu sendiri. Penelitian terhadap misteri otak sebagai sentral dari seluruh daya kerja organ manusia, juga belum sampai pada kesimpulan puncak. Semakin dibedah, ternyata semakin misterius.
            Spesifikasi otak terdiri dari dua bagian yang berlawanan, otak besar dan otak kecil, lalu otak besar dibagi lagi jadi otak kanan dan otak kiri, dan ini masih merupakan misteri tersendiri bagi ilmu pengetahuan. Barangkali, tidak ada yang pernah berfikir, bahwa otak sesungguhnya dapat dijadikan obyek oleh otak itu sendiri. Misal, otak memerintah otak untuk mengendalikan organ lain di luar panca indra. Seperti alur darah, ketukan nafas, refleksi otot dan sebagainya. Selama ini, mekanisme kerja organ tersebut, dianggap sudah memiliki mekanisme baku.
            Otak Cuma disimpulkan sebagai subyek atas segala bentuk aktivitas organ manusia. Padahal, melalui olah meditasi, yoga dan semadhi, otak dapat dikendalikan secara supranatural oleh otak. Otak menjadi subyek sekaligus obyek bagi otak. Dalam khasanah budaya Jawa, pikiran adalah pancer atau poros abadi dari seluruh inerja organ manusia. Baik secara fisik maupun non fisik-supranatural, spiritual, gaib dan sebangsanya dan sejenisnya. Fungsi pikiran jadi barometer panca indera.
            Acapkali orang menyalah artikan, indera keenam ada pada indera perasa dan disebut kepekaan rasa. Dalam ilmu biologi, indera perasa sendiri, ada di lidah manusia. Pada hakekatnya, indera keenam tidak dilahirkan indera perasa. Tapi lahir dari pikiran atau hasil daya otak. Jadi, disamping berfungsi mengendalikan panca indera, otak manusia juga menjadi pusat indera lain yang mengandung daya supranatural. Maka dari itu, otak disebut pancer oleh ilmu kebatinan Jawa. Atau disebut I Ratu Nyoman Sakti Pangadangan oleh ilmu Kanda Pat Sari Bali. Atau dianggap Dewa Siwa dalam ilmu kebatinan Kanda Pat Dewa di Bali. Karena itu, dianggap paling sakti diantara saudara-saudaranya yang lain.
            Maka, dalam pendekatan yang paling masuk akal dapat disimpulkan, indera keenam dikendalikan oleh pikiran. Pikiran, ditinjau dari sudut pandangan supranatural, merupakan cerminan gerak jiwa dan refleksi roh manusia. Selama ini, indera keenam yang dikelola pikiran, lebih dikenal sebagai penghasil isyarat abstrak atau gaib, yang sulit diejawantahkan secara fisik dan visual. Termasuk isyarat mimpi-mimpi, yang notabene hasil kerja otak kecil.
            Pada prinsipnya, konsep indera keenam adalah bagian penuh mekanisme kerja otak kecil. Dalam olah meditasi, yoga atau Samadhi, indera keenam dapat dimunculkan jika trjalin kolaborasi otak kecil dengan poros penyangga tubuh. Dalam pengertian populer, poros penyangga disebut alur sum-sum tulang belakang. Dari tulang ekor sampai tengkuk lalu berakhir di otak kecil. Orang yang ingin mendalami olah meditasi, yoga atau Samadhi, akan sangat bergantung pada poros penyangga tubuhnya. Poros penyangga difokuskan dan difungsikan sebagai batas antara.
            Dalam arti, jadi poros penghubung, antara energy di pusat Bumi dan titik tertinggi di langit. Ketika memasuki puncak meditasi, yoga atau Samadhi, tubuh manusia menjelma menjadi “cakrawala”. Sebentuk wilayah yang tidak bergravitasi, menjadi tujuan akhir dalam proses bermeditasi, yoga atau Samadhi. Wilayah ini tidak ada di alam fana, alam khayali atau alam gaib (siluman). Namun ada pada dimensi yang tidak pernah terpetakan. Baik oleh ilmu pengetahuan, Dunia spiritual, apalagi Dunia benda.
            Ia adalah sebentuk gugusan supranatural yang mewujud, ketika terjadi loncatan fungsi indera. Dari panca indera ke indera keenam. Terjadinya pergeseran, pengalihan atau loncatan fungsi indera ini, sepenuhnya di bawah kendali otak kecil. Peran otak kecil ditopang tujuh titik meditasi, yoga atau Samadhi, yang biasa disebut dengan cakra berporos pada tulang belakang, jadi unsure paling penting dalam olah meditasi, yoga atau Samadhi.
            Sebelum melakukan meditasi, yoga atau Samadhi, seseorang diharuskan menata pikirannya. Membangun kondisi mental, dengan cara : menutup segala bentuk hawa nafsu Seperti 9 sumber nafsu dalam filosofi Kejawen yang disebut babahan howo songo. Sembilan sumber nafsu yang keluar dari 9 lubang dalam tubuh manusia. Pengelolaan organ fisik seblum bermeditasi, yoga atau samadhi, dimaksudkan sebagai upaya memudahkan pengenduran urat syaraf dan melancarkan sirkulasi oksigen dalam darah. Dengan tercapainya kondisi tersebut maka, seseorang akan semakin mudah melakukan meditasi, yoga atau Samadhi.
o. Jaringan listrik tubuh
            Selain melancarkan peredaran darah dan mengurai simpul syarat tersumbat, meditasi, yoga atau samadhi, juga bakal membangkitkan jaringan listrik tubuh. Konon, antara darah, urat syaraf dan kelenjar otot yang malang-melintang di dalam tubuh, dihubungkan oleh jaringan listrik. Jaringan tersebut lebih bernuansa supranatural.
            Keberadaannya, tidak terlacak oleh teknik foto rontgent. Teknik fotografi yang pernah berhasil memotret jaringan listrik tubuh adalah, teknik foografi Kirlian dari Rusia. Jaringan listrik tersebut oleh Dunia ilmu pengetahuan disebut aura. Disamping mengajak berwisata ke wilayah yang tak terpetakan, meditasi, yoga atau Samadhi, juga bakal menghidupkan muncratan listrik tubuh. Sehingga, pelaku meditasi, yoga atau Samadhi, disamping mendapatkan kedamaian pikiran dan konsentrasi yang lebih tajam, juga bakal memiliki vitalitas prima. Selain itu, kalau beruntung akan dapat bonus supranatural dalam bentuk indera keenam.
            Dalam pemahaman klasik Jawa, sering tercatat kiasan-kiasan filosofis seperti ono cahyo mangan cahyo atau cahaya memakan cahaya. Kalimat ini sering termuat dalam rapal-rapal Jawa kuno (Mataram Hindu), yang bermakna ada sebentuk siklus zat anti materi di tubuh yang bersifat sangat relatif. Maksudnya, anti materi dan anti materi, bisa menghasilkan sesuatu yang menakjubkan. Karena itu kiasan itu berupa cahaya, maka sifatnya tentu saja teramat abstrak dan bernuansa supranatural.
            Cahaya dalam tubuh, bukan berarti sinar laser atau sinar lampu senter, tapi bunga-bunga cahaya yang dihasilkan unsur listrik tubuh. Percikan itu dapat terjadi apabila ada persinggungan, antara prcikan listrik yang satu dengan percikan listrik yang lainnya. Dalam pengertian sederhana, proses persinggungan tersebut akan mncul, pada saat sedang dilakukan pemompaan oksigen ke dalam darah. Bukan hanya darah yang ada di kelenjar otot, tapi juga darah di pori-pori manusia. Baik pori-pori punggung, perut, tangan, atau kaki.
            Diperlukan upaya kontinyu untuk membangkitkan jaringan listrik tubuh. Bunga-bunga cahaya yang dihasilkan, akan terkosentrasi sebagai energi. Sebentuk energi yang bisa dikendalikan untuk mendorong sirkulasi oksigen ke dalam darah, atau ke tempat lain sesuai dengan keinginan. Darah, tidak cuma digerakkan sesuai jalur lalu lintasnya saja. Melainkan, juga dipaksa masuk ke pori-pori atau permukaan kulit. Pemerataan oksigen melalui teknik ini akan menciptkan pancaran tertentu pada wajah atau tubuh seseorang.
            Semua itu dapat terjadi, jika seseorang sudah mampu melakukan olah meditasi, yoga atau Samadhi, dan pemusatan pikiran secara benar. Meditasi, yoga atau samadhi, memang sebentuk ritual olah batin dan pemusatan pikiran. Dalam olah meditasi, yoga atau Samadhi, daya listrik cenderung diatur berputar seperti rotasi Bumi. Dari tulang ekor dinaikkan ke puncak kepala, dilanjutkan ke badan bagian depan. Turun, lalu naik lagi. Ini metode pengolahan nafasnya. Sedang metode supranaturalnya tetap berpusat di kepala. Pada pokoknya, meditasi, yoga atau Samadhi, merupakan sebentuk upaya memompa oksigen ke dalam darah, tanpa harus bersusah payah melakukan gerakan fisik seperti oleh raga atau fitness. Memompa oksigen lewat kekuatan pikiran.
p. Kekuatan pikiran
            Memompa oksigen ke dalam sel-sel darah merah melalui kekuatan pikiran, seolah-olah melakukan kegiatan yang tidak masuk akal. Memang, bagi kebanyakan orang, organ tubuh dianggap sudah memiliki mekanisme baku dan mengendalikan dirinya secara kodrati. Namun sesungguhnya, daya pikiran yang dihasilkan otak besar manusia, tidak hanya mampu melakukan kegiatan-kegiatan elementer, seperti mengelola panca indera, misalnya lebih dari itu, pikiran bisa menjadi sumber utama kinerja organ tubuh yang lain.
            Anda menggerakkan jari, tertarik membaca tulisan ini atau membuat keputusan untuk membeli buku, tentu karena reaksi berpikir anda. Reaksi ini muncul dari berbagai sebab, diantaranya melalui indera penglihatan. Jika anda mengerti fungsi darah, fungsi oksigen dalam tubuh manusia secara baik sekaligus juga melakukan mekanisme kerjanya dalam keseharian, tidak ada salahnya mula belajar mengatur fungsi oksigen dalam darah dengan daya pikiran. Seperti juga fungsi organ lain, darah dan oksigen sangat patuh kepada perintah otak anda.
            Misteri dahsyatnya pikiran manusia, sejak awal sudah ditekankan, sulit untuk dijabarkan. Disamping tidak adanya kesadaran tentang fungsi otak yang hakiki, manusia sendiri cenderung memperlakukan otak seperti anak tiri. Dibanding perlakuannya terhadap organ lain, seperti kaki yang diberi sepatu, rambut yang di creambath seminggu sekali, atau jari tangan yang dihias cincin pemanis. Sesungguhnya, otak, sama dengan perut, juga membutuhkan makanan tertentu. Bukan untuk membuat kenyang-seperti selalu kita lakukan jika lapar, melainkan untuk memperbesar dan memperkuat daya kinerja otak.
            Jenis makanan yang paling bergizi untuk otak adalah ilmu pengetahuan. Semakin banyak membaca, sel-sel otak semakin terpacu untuk bekerja. Selain itu, makanan yang berkadar Omega 3 murni, seperti terkandung pada ikan laut, juga dapat membantu memaksimalkan daya kerja otak.
q. Pikiran terpusat
            Penghayatan fungsi indera, berkaitan dengan alam sekitar dan diri pribadi manusia, merupakan awal dari seluruh usaha seseorang untuk membuat pikirannya terpusat. Pemusatan pikiran adalah suatu kegiatan yang sederhana. Saya yakin. Jika anda menggemari buku, begitu membaca judulnya, otomatis langsung membayangkan isinya. Pikiran anda sudah langsung memusat. Lama kelamaan, panca indera anda juga semakin terlatih mengenali “jiwa” tulisan ini, sehingga terjalin koontak rasa. Semakin diminati, semakin dinikmati, semakin menghanyutkan.
            Dunia meditasi, yoga atau Samadhi, memang hanya terkesan sejenis olah gerak atau olah nafas. Namun sesungguhnya, lebih mendalam dan lebih berat dibanding anda melakukan senam kesegaran jasmani, atau olah tenaga dalam sekalipun. Dalam meditasi, yoga atau Samadhi, pemusatan pikiran akan membimbing seseorang pada suatu Dunia gerak yang lebih luas dan bebas. Dalam latihan pemusatan pikiran, sebaiknya diciptakan sebentuk suasana tenang dan nyaman.
            Para praktisi meditasi, yoga atau samadhi, sering melatih sebelum Matahari menyingsing atau setelah Dunia terlelap (tengah malam). Pada jam-jam itu, tercipta suasana yang sangat hening. Suasana hening, sangat membantu pikiran kita untuk melakukan pemusatan konsentrasi. Dalam keheningan, pikiran akan meusat secara sempurna. Untuk mempertahankan pemusatan pikiran tersebut, maka anda perlu mengendalikan indera perasa, yakni lidah. Ia harus ditempelkan ke langit-langit mulut.
            Ditempelkannya permukaan ujung lidah di langit-langit mulut, adalah syarat mutlak dalam meditasi, yoga atau samadhi. Disamping, cara ini membuat oksigen yang dihirup tidak bakal lolos lewat saluran eustachius, lalu Cuma berpusing di rongga mulut. Juga akan menghambat air liur agar tidak menggenang di permukaan lidah. Keduanya jika dibiarkan, akan mengganggu konsentrasi.
r. Misteri jiwa
            Jika posisi otak Manusia, sudah berhasil disimpulkan oleh ilmu pengetahuan dan diklaim ada di bagian tengkorak kepala, maka jiwa Manusia sebagai unsure abstrak-seperti roh, posisinya belum dapat ditelusur secara tepat. Secara umum, jiwa adalah sebentuk kondisi yang dihasilkan lewat tumpukan perasaan tertentu. Rasa senang, gembira, bahagia, akan menghasilkan jiwa yang segar. Rasa sedih, kecewa, cemas, takut adalah bagian jiwa yang terguncang.
            Jiwa berkaitan erat dengan pikiran. Jika pikiran terganggu, jika pikiran terguncang, jika pikiran sampai buntu, gara-gara perasaan negative di atas maka muncul kelainan jiwa. Kalau sampai parah. “Ya masuk rumah sakit Jiwa”. Jiwa adalah pembawaan seseorang, ketika hidup dalam kandungan ibunya. Transfer kondisi kejiwaan Ibu hamil kepada bayi di dalam rahimnya, berlangsung sangat cepat. Kondisi kejiwaan adalah kondisi warisan, sedangkan mentalitas bisa dipengaruhi lingkungan pergaulan dan pendidikan.
            Seorang penakut akan tetap penakut, jika tidak diberi contoh tentang kejadian yang menghilangkan rasa takutnya. Konflik rumah tangga ketika bayi ada dalam kandungan, juga membentuk kejiwaan anak jadi introvert, murung, lekas putus asa, tidak punya rasa percaya diri dan penggugup. Kondisi kejiwaan, mustahil terbentuk, jika tidak ada peristiwa yang menghentak. Maksudnya, seseorang yang ingin memiliki rasa percaya diri, tidak bakal mampu meraihnya jika kondisi mentalnya terindoktrinasi mentalitas teman, atau mendapat pendidikan yang sengaja mengkondisikan dirinya agar tetap penakut.
            Terapi yang dilakukan ahli ilmu jiwa, bisa mengatasi persoalan seperti itu dalam batasan tertentu. Pengubahan kondisi kejiwaan sangat bergantung kepada orang yang ingin mengubah kondisi kejiwaannya tersebut. Meski sulit ditebak, jiwa itu tempatnya di mana, namun secara organisatoris, jiwa selalu berkolaborasi dengan otak kecil. Dalam arti, kondisi jiwalah yang direkam otak kecil sehingga mempengaruhi suasana hati, pikiran dan relaksasi seseorang.
            Jiwa harus selalu dalam kondisi tenang. Ketenangan jiwa ada di dalam jiwa. Pikiran bisa membantu jiwa untuk tenang, tapi, jiwa tidak dapat tenang hanya karena bantuan pikiran. Jiwa yang tenang, adalah jiwa yang hidup dalam tubuh manusia dengan metabolism normal. Relaksasi dan kontemplasi termasuk dalam teknik penjernihan jiwa. Dalam kontemplasi, seseorang akan memasuki kondisi pasrah. Karena itu, ia akan lebih bisa meneropong kondisi kejiwaannya dengan baik. Kepasrahan adalah dasar relaksasi. Pengenduran urat syaraf dan otot-otot dari kepala, turun ke tulang bahu lalu ke bawahnya lagi, akan sulit dilakukan tanpa adanya kemauan untuk pasrah.
            Pasrah di sini, dimaksudkan sebagai upaya untuk mengucilkan perasaan dan kejiwaan kita, tanpa diikuti bayang-bayang memori atau logika. Pasrah adalah titik paling puncak, ketika orang mengalami ketidakberdayaan. Rasa takut dan sejenisnya, sebaiknya diwujudkan menjadi rasa ketidakberdayaan, lalu diejawantahkan jadi bentuk pasrah. Pasrah adalah kondisi diam namun aktif. Ketika memasuki kondisi pasrah, gambaran-gambaran masa lalu sering tiba-tiba muncul. Karena itu, dibutuhkan dukungan konsentrasi untuk mengikat kondisi kejiwaan agar dalam keadaan tetap. Semakin pasrah, semakin muncul relaksasi.
            Inilah yang dinamakan kenyamanan. Dalam suasana nyaman, konsentrasi masuk ke dalam keheningan. Jiwa mulai dijernihkan. Aliran darah terasa ringan berputar di jaringan tubuh. Angin yang mengelus pori-pori, terasa lembut seperti beludru. Jika kondisi ini sudah terasa, berarti anda sudah melakukan relaksasi secara benar. Selanjutnya, anda tinggal melakukan kontemplasi menuju pasrah. Semakin larut ke dalam kenyamanan itu, berarti semakin dekat kepada estafet fungsi jiwa ke fungsi roh. Proses ini membutuhkan daya spiritual tersendiri.
            Kondisi perasaan yang stabil, sangat dibutuhkan dalam pencapaian puncak meditasi, yoga atau Samadhi. Musuh utama olah meditasi, yoga atau samadhi adalah rasa marah. Kemarahan seseorang, akan banyak menguras energi yang dimilikinya. Energi manusia juga dikuras oleh hawa nafsu dan beban pikiran. Dalam Dunia meditasi, yoga atau Samadhi, fungsi jiwa menjadi tolok ukur, sejauh mana tingkatan meditasi, yoga atau Samadhi sudah dicapai seseorang. Anda bisa saja menghirup udara pagi sebanyak-banyaknya di tepi pantai yang sunyi, tapi belum tentu dapat memberi makanan kepada jiwa anda. Paru-paru anda, tentu saja, akan jadi lebih baik dibanding kondisi kemarin. Pikiran juga menjadi jernih untuk beberapa saat. Api jiwa, belum tentu tumbuh dengan baik, jika cuma diberi udara segar.
            Kontemplasi atau perenungan adalah makanan utama jiwa manusia. Pada beberapa aliran agama sudah diajarkan soal penyegaran jiwa manusia, baik dengan retret, dzikir, japam atau ritual pengendapan jiwa dalam Buddha dan Hindu. Pada prinsipnya, apa yang dilakukan dalam meditasi, yoga atau samadhi, juga tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam agama. Perenungan diwujudkan sebagai tahapan awal, sebelum seseorang masuk ke dalam meditasi, yoga atau samadhi yang sesungguhnya.
            Tujuan utama perenungan adalah untuk menciptakan kesunyian. Sunyi bukan berarti kosong. Melainkan suasana tenang dalam jiwa. Meski di sekitar, banyak suara bising atau kondisi udara sedang dingin atau panas menyengat, ketenangan jiwa yang terbentuk dalam perenungan itulah yang menciptakan kesunyian jiwa. Kesunyian ini, ibarat seseorang yang berdoa tengah malam buta, di pinggir laut yang bergelombang teratur, dan menerima sebentuk suasana teduh serta syahdu.
            Demikian pula dalam perenungan pribadi, jiwa diarahkan pada sebentuk kondisi yang pasti. Berangkat dari kesadaran tentang hakekat manusia itu sendiri, lalu hakekat hidup dan hakekat kerohanian yang semakin matang. Kesunyian jiwa akan terbentuk sendiri pada proses meditasi, yoga atau samadhi. Ia menjadi energy spiritual bagi seseorang yang melakukannya. Suasana jiwa yang normal, seperti juga cuaca. Berubah seiring perjalanan musim. Mengikuti bentuk lingkungan yang ditemui. Mengalir seperti air. Memenuhi segenap ruang yang ada. Ketika masuk ke suasana ceria, jiwa ikut ceria. Jika sedih, jiwa berduka. Jika terdesak, jiwa terguncang.
            Sedemikian sensitifnya kondisi kejiwaan manusia, maka banyak sekali diciptakan kegiatan-kegiatan untuk menyegarkan jiwa. Semakin seseorang terlalu banyak memakai otaknya untuk beraktivitas, jiwanya semakin membutuhkan penyegaran. Tidaklah mengherankan, jika aktivitas meditasi, yoga atau Samadhi, sebagai salah satu cara menyegarkan jiwa, menjamur mewarnai aktivitas orang-orang modern. Dari kelas atas sampai bawah. Dari praktek meditasi, yoga atau Samadhi, di hotel mewah sampai di pinggir pantai atau di puncak gunung atau lembah.
            Kegiatan-kegiatan tradisional seperti di Jawa maupun Bali seperti lelaku tirakat di pantai, gunung, kuburan keramat, sesungguhnya juga bagian dari meditasi, yoga atau Samadhi. Meski dilakukan dalam kerangka berpikir primitif. Secara tidak sadar, mereka sudah melakukan penyegaran jiwa. Melalui kontemplasi dan doa yang dilantunkan. Pada saat ritual itu dilakukan, mereka sesungguhnya sedang melakukan pengendapan jiwa, seperti dilakukan dengan meditasi, yoga atau Samadhi. Pengendapan itu menghasilkan jiwa yang segar.
            Ada juga yang beranggapan, tirakat adalah sebentuk ritual ngangsu kaweruh langsung dari alam gaib. Padahal yang namanya ngangsu kaweruh, adalah melaksanakan segala bentuk lelaku yang diwajibkan bagi penganut ilmu gaib. Seperti puasa, bermantera dan pencarian hakikat ingsun sejati. Jiwa yang segar dihasilkan oleh ketekunan seseorang berkontemplasi, introspeksi diri dan merenungi suluruh perbuatannya. Jiwa yang segar dapat dihasilkan melalui proses penghirupan oksigen secara teratur, sehingga melancarkan sirkulasi darah di tubuh.
            Dalam kesehariannya, jiwa harus diberi ruang gerak tersendiri, agar selalu bening dan segar. Kesegaran jiwa akan meningkatkan daya apresiasi, baik artistic maupun materialistik. Juga melancarkan kinerja organ itu sendiri. Olah meditasi, yoga atau Samadhi, seni pernafasan dan gerak nurani, akan mengembalikan kondisi kejiwaan pada keadaan yang paling murni. Jiwa yang berumah di kedamaian hati.
s. Dimensi Roh
            Zat yang paling mandiri di jagad raya ini adalah : roh. Tentu saja roh halus. Manusia, juga bagian dari roh halus, Cuma diberi seragam berupa jasad atau bentuk fisik. Roh manusia disebut aura, berwarna putih keperakan. Ketika seseorang meninggal, rohnya akan keluar lewat ubun-ubun di kepala. Roh yang tidak bergentayangan, adalah roh yang tinggal di alam baka, alam penantian, nirwana, bahkan mungkin di sorga atau neraka.
            Ketika seseorang dikirimi roh halus, maka seperti ada angin masuk di sela kuku ibu jari kakinya. Ini cirri orang yang sdang kena teluh, tenung, santet, jengges, atau sambaing dan pelet. Istilah Balina kena bebai, pepasangan, acep-acepan, dan guna-guna. Angin masuk itu rasanya seperti orang yang menderita asam urat atau berkolesterol tinggi, tapi nekad makan jeroan kambing. Pokoknya pegal-pegal menjengkelkan. Gejala Balinya adalah anyang-anyangan, sakit di siksikan, susah tidur dan sering mimpi buruk. Jika dibiarkan, angin jahat itu akan naik ke panggul dan selanjutnya numpang hidup di jiwa seseorang. Mengganggu kinerja roh dan pikiran. Kalau dibiarkan, angin jahat itu akan naik ke panggul dan selanjutnya numpang hidup di jiwa seseorang. Mengganggu kinerja roh dan pikiran. Kalau dibiarkan terlalu lama, ya, muncul gangguan jiwa. Gila. Atau penyakit lainnya seperti kanker, tumor, jantungan, lever dan sebagainya.
            Kinerja roh yang paling mutlak di dalam tubuh manusia adalah membayang-bayangi hati nurani. Ia harus jadi kaca benggala, bagi proyeksi sifat Ketuhanan dalam diri manusia. Persahabatan erat antara roh dan hati nurani akan melahirkan sinyal-sinyal moral yang membimbing perilaku manusia. Ia akan bekerja, ketika hawa nafsu mulai bergelora. Roh itu abadi. Ia bekerja, dari sejak diturunkan kepada seseorang, sampai akhir zaman. Tidak ada yang mampu mencabut roh dari tubuh manusia, kecuali takdir kematian. Dukun santet atau leak pun tidak mampu mencabut roh. Ia hanya mampu merusak organ tubuh, sehingga berhenti bekerja. Karena berhenti, maka rohnya keluar dari badan.
            Meski seseorang mati kesantet, atau amah leak itu tidak pernah musnah. Roh itu tidak bisa mempengaruhi roh lain. Kecuali ia dalam penguasaan roh ketiga. Misal, seorang pemuja siluman yang sudah mempersembahkan rohnya kepada siluman, maka ia dapat melakukan hal tersebut. Roh siluman akan membantu dirinya untuk mempengaruhi roh orang lain yang diinginkan. Roh ketiga itu, membantu si pemuja masuk ke dalam halusinasi, khayalan atau mimpi-mimpi yang diinginkan. Selanjutnya, terjadi penyekapan roh, sehingga kondisi fisik dan pikiran orang tersebut terguncang, atau mengikuti keinginan pemakai jasa roh siluman.
            Penyekapan roh memang mungkin terjadi. Tapi pemusnahan roh tidak mungkin terjadi, sebab roh bersifat kekal. Roh akan kembali ke roh. Manusia akan kembali menjadi tanah. Atau abu, kalau mayatnya dikremasi, bila pada dasarnya, jalan roh menuju alam baka adalah sama. Sebuah jalan panjang menuju kehidupan kekal. Sebuah penantian sampai akhir zaman. Versi jalan ini, menurut kitab suci berbeda satu dengan lainnya. Jadi tidak perlu diperdebatkan. Roh tidak dibatasi oleh usia atau keadaan Dunia. Ia memiliki dimensi yang berlainan, disbanding seluruh alur kehidupan yang ada.
            Dimensi roh terletak pada dimensi antara. Yakni sebuah wilayah tanpa bobot dan tanpa kehidupan. Antara jagad manusia dengan jagad maha kuasa. Sehingga, arti roh yang tidak dapat dimusnahkan, mendapat pengesahannya. Roh akan tinggal di sebuah wilayah, yang menjadi batas antara surga dan Dunia, ketika seorang meninggal Dunia. Posisi roh, dari sudut pandang Kejawen adalah Sukma sejati. Sukma sejati adalah puncak tertinggi dari tujuan meditasi, yoga atau samadhi. Roh menjadi muara atas segala aktivitas meditasi, yoga atau Samadhi yang dilakukan seseorang. Begitu kata Ki Agung Pranoto.
            Maka demikianlah, bahwa di dalam diri manusia tersimpan empat kekuatan gaib yang sangat dahsyat. Pertama adalah Kanda pat atau sadulur sejati, kedua pikiran, ketiga jiwa dan keempatnya roh. Maka barang siapa yang bisa membangkitkan, mengolah semua kekuatan itu, menjadi bentk-bentuk kesaktian, kawisesan, kamoksan dan sebagainya, dia adalah Manusia setengah Dewa sakti manderaguna.
4). Kanda Empat Sari
a. Kanda Pat Jawa
            Kanda Pat di dalam ajaran Jawa dikenal dengan istilah “Sedulur papat kelima pancer”. Pancer adalah diri kita. Setiap diri manusia mempunyai empat saudara. Ketika manusia masih berupa janin didalam perut ibunya, keempat saudara itu nyata. Kasat mata. Untuk lebih jelasnya marilah kita simak kutipan Kidungan Jaya Wedha berikut ini: Ana kidung akadang premati among tuwuh ing kuwasanira nganaken saciptane kakang kawah puniku kang rumeksa ing awak mami anekaken sedya pan kuwasanipun adhi ari-ari ika kang mayungi ing laku kuwasaneki anekaken pangarah. Ponang getih ing rahina wengiangrowangi Allah kang kuwasa andadekaken karsane puser kuwasanipun nguyu-uyu Sumbawa mami nuruti ing panedha kuwasanireku jangkep kadang ingsun papat kalimane pancer wus dadi sawiji nunggal sawujudingwang.
            Ada sabda tentang saudara kita yang merawat dengan sungguh-sungguh. Yang memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu, yang menjaga badan saya. Yang menyampaikan kehendak, dengan kuasanya. Dinda ari-ari itu, yang memayungi semua tindakan berdasarkan kekuasaannya, yang menyampaikan tujuan. Sedangkan darah siang dan malam membantu Allah yang kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Puser kekuasaannya, memerhatikan sungguh-sungguh diriku, memenuhi permintaanku. Kekuasaannya itu. Maka, lengkaplah empat saudara saya, kelimanya sebagai pusat. Sudah menjadi satu. Manunggal dengan wujudnya.
            Dari kedua bait kidung diatas, jelas sudah apa yang dinamakan saudara empat. Semuanya merupakan saudara kandung ketika manusia masih berupa janin. Mereka semua menjaga pertumbuhan manusia di dalam kandungan ini. Anak yang pertama tentu saja kakak dari sang janin, yaitu ketuban atau kawah. Ketika seorang ibu melahirkan, yang pertama kali keluar adalah ketuban. Karena itu disebut saudara tua. Kakang kawah. Dia berfungsi sebagai penjaga badan sang janin di dalam rahim.
            Setelah itu, saudara sekandung yang lebih muda adalah ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin di dalam rahim. Dinyatakan bahwa ari-ari memayungi tindakan sang janin didalam perut ibu. Yang menyampaikan tujuan. Begitu bayi lahir, maka ari-ari itu ikut ke luar. Ia mengantarkan sampai tujuan, yaitu lahir dengan selamat disertai pengorbanan dirinya.
            Berikutnya adalah darah. Inipun saudara janin. Tanpa adanya darah, janin bukan saja tidak bisa tumbuh tetapi juga akan mengalami keguguran. Darah disebut membantu Tuhan siang dan malam, untuk mewujudkan kehendak Tuhan, jangan salah pengertian! Tuhan sendiri hakekatnya tidak memerlukan bantuan siapapun. Ini dari segi hakekatnya. Tapi dari segi syarat, segi mekanisme alamnya, kehendak Tuhan untuk menumbuhkembangkan janin hingga menjadi bayi itu lewat perantaraan darah. Seolah-olah darah itu nyawa bagi janin.
            Saudara yang keempat adalah pusar (Jawa: puser atau wudel). Dalam bahasa Jawa Kuno, istilah untuk pusar adalah nabi. Yang dimaksudkan dengan pusar, tentu saja tali pusar. Sedangkan pusar sendiri sebenarnya hanyalah bekas menempelnya tali pusar pada perut. Tali pusarlah yang menghubungkan antara perut bayi dalam rahim dan ari-ari. Ia sebagai alat untuk menyalurkan makanan dari Ibu ke bayi dalam kandungan. Dengan tali pusar itu bayi mendapatkan pasokan makanan dari ibunya. Pusar berfungsi untuk memenuhi permintaan si jabang bayi.
            Dalam pandangan budaya Jawa, pandangan yang telah diterima orang Jawa yang beragama apapun. Yang saya maksud, orang Jawa yang mengerti pandangan Jawa, meski beragama apapun tetap mempercayai bahwa dalam hdiup di Dunia ini, saudara empat itu tetap menjaga baik semasih di kandungan maupun di Dunia nyata. Yang kembali ke anasir-anasir Bumi, air, udara dan api hanyalah keempat jasadnya. Begitu bayi lahir, jasad saudara empat itu kembali ke asalnya. Air ketuban dan darah dibersihkan, begitu bayi dilahirkan. Ari-ari dan potongan tali pusar dipendam atau dihanyutkan di sungai. Jasad yang terlahir hidup adalah bayinya. Sedangkan secara metafisik saudara empat itu kita tetap menjada kita hingga mati. Selanjutnya perhatikan kutipian ini : Dialah yang berkuasa atas semua hamba-Nya. Dan dia mengutus kepada kalian penjaga-penjaga untuk melindungimu.
            Dari kutipan tersebut di atas, jelas sekali dalam kehidupan di ala mini, Tuhan memberikan penjaga-penjaga kepada setiap orang. Meskipun telah disebutkan bahwa Tuhan itu mahakuasa atas segala hamba-Nya, tapi ada mekanisme alam yang telah ditetapkan-Nya. Tuhan tidak bertindak secara langsung. Ada beberapa penjaga yang dikirimkan kepada setiap orang. Bukan satu penjaga buat seorang. Tapi beberapa penjaga!
            Tentu saja penjaga-penjaga tersebut tidak terlihat oleh mata jasmani. Karena mereka berupa roh. Kalau toh ada yang bisa melihat mereka, itu disebabkan yang bersangkutan berjuang keras untuk dapat melihat mereka. Atau, orang itu berada dalam situasi yang menyebabkan saudara-saudara rohaninya itu menampakkan diri. Itu pun hanya dirinya yang bisa melihat. Orang lain disekitarnya tidak akan melihat merka.
            Menurut konsep Jawa, penjaga-penjaga itu adalah saudara gaib kita sendiri! Bukan orang lain. Yang dalam pandangan agama Hindu di Jawa disebut dengan Dewa atau Bhatara. Tetapi bagi konsep budaya Timur Tengah, penjaga manusia itu disebut Malaikat. Dari sudut pandang hakekat, apapun sebutan yang diberikan kepada penjaga-penjaga itu sama saja.
b. Panugrahan Dalem
            Ini adalah ajaran utama, panugrahan Ida Bhatara Dalem. Yang disebut; sarining kanda pat tanpa sastra. Banyak sekali gunanya. Bila ditempatkan di dalam rumah, berguna untuk menjaga rumah dan orang-orang sekeluarga. Segala perbuatan orang jahat dapat ditolaknya. Segala mara bahaya disingkirkan olehnya. Apabila kita dapat memahami isi ajaran ini, bisa menjadi sari patinya mantra, juga mencapai nirwana. Serta dapat melepaskan derita para leluhur semuanya. Bila untuk menyucikan diri sendiri, tercapailah adanya bila kita bhakit dan hormat kepada Beliau, dapat memberikan kesaktian, yang tak dapat terkalahkan oleh segala mantra. Mantra yang berasal dari seratus lontar, dikalahkan oleh ucapan secakep. Tutur seratus cakep lontar, ditundukkan oleh satu bentuk saji. Bantern sertus jenis, dikalahkan oleh satu jenis dulang.
            Demikianlah utamanya sifat dari orang yang memahami ajaran ini. Tetapi jangan dilecehkan dan disebarluaskan kepada orang yang tidak sepatutnya. Bila dilecehkan musnahlah segala kegunaannya, dan menjadi bumerang bagi penganutnya. Dan kemudian menyakiti diri sendiri, seperti; gila, marah-marah, boros, sakit secara mendadak, sakit lepra, buta serta pendek umurnya. Demikianlah janji Bhatara Dalem, terhadap mereka yang mengikuti ajaran ini. Bila disiplin mengikuti ajaran ini, dapatlah dicapai segala yang dicita-citakan dan disayang oleh para Dewata.
            Inilah janji Bhatara Dalem. Bila bercita-cita menjadi orang bijaksana, dan dicintai oleh sesame makhluk hidup di Dunia, jangan menyimpang dari tata krama kehidupan ini. Kelak, apabila telah pandai, hendaknya tetap rendah hati. Jangan lupa belajar hidup prihatin, mencari nafkah dengan halal, agar selagi hidup beroleh manfaat. Sekali pun pandai, tetapi bila kurang rajin, akibatnya kurang baik. Lagipula hendaknya selalu berlatih kecerdasan hati, paham akan sasmita, isyarat, lambang, perubahan air muka, dan lain-lain, ini diibaratkan mengadu kekuatan diri.
            Dalam menuntut ilmu jangan kepalang tanggung, harus berani mengatasi berbagai rintangan, jangan berhenti di tengah jalan. Seseorang yang telah menguasai diri sendiri dan memahami segala macam ilmu, lahir dan batin, disebut jadma luwih atau sujana.
            Seterusnya agar harus dipahami kekotoran tubuh. Jangan besar mulut, jika berbicara jangan sembarangan, perkataan terhadap sesama jangan curang-bog-bog-membohongi orang. Jangan pula jail, angkuh, sombong, congkak, dan takabur. Hindarilah semua itu. Supaya tidak mendapat celaka, jangan sembrono. Barang siapa culas, akan sengsara, sedang kesulitan. Lagi pula jangan cemas, bimbang dan ragu sebab barang siapa cemas, bimbang dan ragu, akan dibelenggu iblis, dan setan gentayangan. Sedang barang siapa angkuh, sombong, iri dengki, akan dihukum Hyang Widhi, pasti akan rusak batinnya.
Seterusnya jangan gemar tidur dan senggama, apalagi selingkuh, itu pantang bagi mereka yang menuntut ilmu. Jikalau makan sekedar sebagai obat pengganjal perut, tidur sebagai obat rasa kantuk saja, sedang apabila melakukan kewajiban sebagai suami-istri, agar dugapayoga, artinya jangan terlalu sering. Demi kebaikan semuanya. Jika hanya mengutamakan makan dan tidur saja, hati akan tersendat, dan sulit mencapai cita-cita.
Di samping itu hendaknya diketahui adanya 4 macam bhuta, yakni Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja. Adalah merupakan simbol nafsu. Siang dan malam nafsu-nafsu tersebut berperang memperebutkan keutamaan. Nafsu putih diserang 3 nafsu lainnya. Jika nafsu putih mau sadar, mengajak mengurangi makan, tidur dan senggama, agar bisa menekuni ilmu, tetapi nafsu hitam dibantu merah dan kuning melawan nafsu putih, dan tidak mau diajak berbuat baik, itulah yang disebut perang siang malam.
Waspadalah dan ketahuilah sifat masing-masing nafsu, mana diantara sifat itu yang layak diturut. Jauhilah nafsu hitam, merah dan kuning, kendalikan dengan kuat, dengan sraddha dan bhakti. Itu laku terpuji. Kembangkanlah nafsu putih agar bersatu dengan empat sukma yang berada di alam gaib.Disitulah tempatnya hati suci, sebagai sukma luhur, sukma purba, sukma langgeng, dan sukma wisesa. Mereka mengendalikan keempat macam nafsu. Nafsu merah memuja sukma langgeng, nafsu hitam memuja sukma purba, sedang nafsu kuning dikuasai sukma wisesa. Ketiga nafsu tersebut diperintahkan agar menyamun-menggoda hidup manusia-hingga hidup selalu menjadi celaka. Nafsu putih suksma luhurlah pujaannya. Jika nafsu putih sudah dekat dengan Tuhan, terbukalah jalan menuju kebahagiaan dan kemujuran. Apabila tekun mempelajari ilmu, cita-cita pasti akan tercapai, mendapat kekuasaan, kebahagiaan dan kemuliaan.
Demikianlah tingkah laku manusia terpuji. Jadikanlah Bhuta Anggapati, Mrajapati, Banaspati, dan Banaspati Raja sebagai prajurit untuk menghadapi musuh. Kuasailah, sebab apabila tidak disadari, akan mengajak rusuh, mengganggu, mengacau, pasti tubuh akan menjadi rusak. Semua bhuta itu akan datang mengganggu pada saat melakukan yoga Samadhi atau meditasi. Kelak apabila melihat bayangan berwarna hitam, berarti Bhuta Banaspati Raja yang datang menggoda. Jika tampak bayangan warna kuning Bhuta Banaspati yang datang menggoda. Mereka semua mengajak ke kesesatan.
Barang siapa mendapat Panugrahan Dalem akan melihat warna putih selebar rambut, itu sukma luhur, cahaya sejati atau Wisnu, nyata-nyata utusan Tuhan. Maka waspadalah   selalu, agar selamat sejahtera. Bila sudah mendapat Panugrahan Dalem, hendaklah berbudi mulia, berbuatlah kebajikan, sebatas kemampuan.
c. Ajaran Kanda Pat Sari
           Inilah ajaran Kanda Pat Sari. Kanda = tutur = petuah = cerita = tetingkah = kesaktian = kasidian = kawisesan. Pat = empat. Dan Sari = utma. Jadi Kanda Pat Sari berarti empat macam ajaran yang utama tentang kesaktian, kesidian dan kawisesan. Beginilah ceritanya; pada waktu kita lahir ke Dunia ini, pada saat yang sama lahir pula Sang Hyang Panca Maha Bhuta, yang lahir bersama-sama dengan Sang Hyang Tiga Sakti. Beliaulah Sang Hyang Tiga Sakti, amor ring Buwana Agung, kemudian dipuja oleh semua makhluk di Dunia. Beliau berstana di Pura Dewa, Pura Puseh dan Pura Dalem.
            Sedangkan Sang Hyang Panca Mahabhuta, menjadi pepatih disegala penjuru. Sebagai pemelihara Dunia. Dan semuanya maha sakti, tiada terhingga. Bila dipuja, diyakini, dan diresapi, maka beliau dapat merangsuk ke dalam badan. Dapat member jalan menuju kebijaksanaan, juga kewibawaan, kesaktian, kesidian, kawisesan, dan kemulyaan. Inilah adanya beliau : yang paling tua berwujud yeh nyom (air ketuban) disebut Sang Bhuta Anggapati, menjadi patih di Pura Ulun Suwi, bergelar I Ratu Ngurah Tangkeb Langit. Ida dadi dewan Bedugul, dadi dewan sawah, dadi dewan angempu Bumi, dan dewan semua binatang. Dan di pekarangan rumah beliau berstana di tugu ( yang bertempat di barat laut), segara tanpa tepi, dengan bentuk aksaranya “Sang”, berwujud amertha sanjiwani, rembesannya keluar dalam bentuk keringat. Berguna untuk menghilangkan segala penderitaan pada badan, termasuk penyakit berat maupun ringan. Penjelmaan beliau adalah berbentuk langit yang cemerlang, menjadi damuh. Demikianlah saktinya I Ratu Tangkeb Langit.
            Bantennya : ketipat dampulan, dengan ikan telur bokasem, canang pesucian, segehan kepelan putih, ikannya bawang jahe. Yang paling wayahan, berwujud getih (darah), bernama Sang Buta Mrajapati, menjadi patih di Pura Sada, bergelar I Ratu Wayan Tebeng. Beliau sebagai dewan alas, dewan Gunung, dewan jalan, dewan Lebuh (pintu pekarangan rumah). Bila di dalam badan beliau berstana di dalam darah. Sebagai amerta kamandalu, rebesannya menjadi Bayu. Aksaranya “Bang” disebut tampaking kuntul ngalayang. Berguna untuk menolak segala perbuatan jahat, baik sekala maupun niskala. Penjelmaannya menjadi api unggun, menjadi gunung, hutan, jalan dan pohon besar.
            Bantennya : ketipat galeng, dengan ikan telur itik, segehan kepelan barak, ikannya bawang dan jahe, canang pesucian. Yang paling madenan, berwujud ari-ari (plasenta), bernama Sang Bhuta Banaspati, menjadi patih di Pura Puseh, bergelar I Ratu Made Jelawung. Sebagai dewan tegalan, dewan perkebunan, dewan panginih-inih. Dan segala yang mau berbuat jahat/baik di luar atau pun di dalam pekarangan musnah olehnya. Bila di dalam badan beliau berstana pada daging, dan pada semua lubang di badan. Aksaranya adalah “Tang”, disebut sebagai galihing kangkung. Rembesannya berbentuk rambut. Penjelmaan menjadi angin kencang, menjadi gumatat-gumitit, menjadi tegalan, perkebunan, dan rumah besar yang bertembok tinggi. Bantennya : ketipat gangsa, dengan ikan sate gede, canang pesucian, segehan kepelan kuning, ikannya bawang dan jahe.
            Yang paling nyomanan, berwujud lamad (pungsed/puser/pusar). Bernama Sang Buta Banaspati Raja, menjadi patih di Pura Dalem, bergelar I Ratu Nyoman Sakti Pangadangan. Beliau sakti tanpa tandingan. Beliau sebagai pemelihara Dunia. Sebagai dewan kuburan, sebagai dewan sungai, dewan jurang atau pangkung, dewan dete, tonyo, dewan samar, dewan pantai, dewan semua jenis burung, dewan kekuatan dukun, balyan, pengiwa dan penengen. Beliaulah yang menjadi kekuatan segala mantra. Bila di dalam badan, beliau bersemayam di dalam urat. Sebagai perwujudan amerta maha tirta, rembesannya menjadi maolah. Aksaranya adalah “Ang” disebut isining buluh bumbang, dapat menolak segala bahaya. Perwujudannya menjadi lautan, pantai, sungai, jurang pangkung, kuburan, burung, berwujud manusia seperti kita, bisa berwujud orang tua dengan kampuh poleng.
            Bantennya : katipat gong, ikannya telur diguling, pesucian, segean kepelan selem. Ikannya bawang dan jahe, ditambah rokok, dengan sesari pis bolong 11. Yang lahir ketutan, berwujud iraga (diri kita), disebut Sang Bhuta Dengen. Menjadi patih di Pura Desa, bergelar I Ratu Ketut Petung. Beliau sebagai Dewatanya Balang Tamak Bale Agung, sebagai dewan pelangkiran, dewan pasar, dewan tukang, sangging, undagi, pande. Juga sebagai Dewatanya segala jenis ikan. Bila di badan beliau berstana di tulang dan sum-sum. Sebagai perwujudan amerta pawitra, rembesannya menjadi rasa, aksaranya “Ing”, disebut Lontar tanpa tulis. Beliau sebagai pemelihara kandungan, dan sebagai pemelihara diri sendiri. Beliau dibenarkan membunuh musuh yang berniat jahat kepada kita. Penjelmaannya berwujud kilat, berwujud pasar, bale agung, berwujud ikan, berwujud lelaki ganteng atau wanita cantik
            Bantennya : Ketipat lepet, ikannya telur bebek, canang pesucian, segehan kepelan brumbun, ikannya bawang dan jahe. Demikianlah sakti beliau Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Bila ingin memiliki kesaktian tersebut, wujudkanlah kekuatannya, masukkanlah di dalam badan. Supaya cepat menyatu dengan kia. Tidak dibenarkan merokok. Ini adalah mantra pemujaan beliau : “Ong Ang Ang Ang Ong, Ong Ing Ong Ung Ang Ah Ah Tang, Ong Kyah Kyah Ong Shah, Ung Rung Reng Rong Wasat, Ong Ong Mang Wyang Syah”.
            Dan ini adalah mantra permohonannya : “I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, I Ratu Wayan Tebeng, I Ratu Made Jelawung, I Ratu Nyoman Sakti Pangadangan, I Ratu Ketut Petung, aja sira lali asanak ring ulun, apan tulun tan lali astiti bhakti ring sira, wehan ta ulun panugrahan…… (sakti sidhi ngucap)……. Ong winursita rasyamuka angamet sarining amerta kusuma ya nama swaha. Jangan dilecehkan, karena mantra ini adalah ciptaan beliau Bhatara Dalem. Dapat dipergunakan sekehendak hati Tinggal menambahkan kalimat pada tanda titik-titik tersebut. Mau sakti dalam segala perwujudan. Tidak dapat ditundukkan dalam segala kewibawaan. Yang jauh dapat dinyatakan dekat, dan yang dekat dapat dibuat jauh, segala yang ganas menjadi jinak. Begitulah kesaktian beliau Sang Hyang Panca Maha Bhuta.
d. Tata cara dan upakara
            Apabila ingin memiliki kesaktian Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Agar segera menyatu kepada diri kita, pada hari sabtu kliwon wuku landep, atau hari tumpek landep, buatlah banten seperti berikut : Bantennya : Rayunan satu pajeg, dengan ikan diolah sampai matang (ikan babi boleh, ikan ayam boleh, dan ikan itik pun boleh) suci satu soroh, daksina gede satu dengan sesari 41 uang kepeng, segehan agung satu, penyambleh ayam samululung, metatabuhan arak berem. Sedangkan untuk Sang Hyang Panca Mahabhuta, dibuatkan banten sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di muka. Ditambah dengan satu banten prayascita, dan satu banten byakaon.
            Bebanjahan banten ini hanyalah sebuah contoh dan tidak harus seperti itu. Tergantung menghadap kemana banten itu akan dihaturkan. Menghadap ke utara sesuai dengan contoh, atau menghadap ke timur. Jadi tinggal menyesuaikan saja, khususnya letak-letak banten bagi Sang Hyang Panca Mahabhuta. Banten ini dihaturkan dihadapan Sanggah Kemulan Taksu. Tapi bila tidak memungkinkan, karena situasi atau kondisi. Umpamanya tidak enak sama tetangga, atau saudara yang lain, maka banten ini bisa dihaturkan di bale Bali. Bila tidak bisa juga, maka dapat dihaturkan di pakarangan rumah.
            Setelah banten diatas lengkap, maka duduklah dengan tenang, kemudian ucapkanlah mantra permohonan seperti yang telah disebutkan dimuka, ditambah dengan ucapan-ucapan sendiri sesuai dengan keinginan, dengan menggunakan bahasa Bali, sesuai dengan permohonannya. Apa kemauannya?
            Umpama seperti ini. Mantra : “Ih I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, metu kita saking jagat wetan, ajakan waduanira, roang sira kabeh, apupul ring pesamuan, manusanta angaturaken; Katipat dampulan maulam taluh bekasem, canang pesucian, segehan nasi kepelan putih, be ne bawang jahe. Ih I Ratu Wayan Tebeng, metu kita saking jagat kidul, ajaken waduanira, roang sira kabeh, apupul ring pesamuan, manusanta angaturaken; Katipat galeng maulam taluh bebek, canang pesucian, segehan kepelan barak, be ne bawang jahe. I Ratu Made Jelawung, metu kita saking jagat kulon, ajakan waduanira, roang sira kabeh, apupul ring pasemuan, manusanta angaturaken; Katipat gangsa maulam sate gede, canang pesucian, segehan nasi kepelan kuning, be ne bawang jahe. Ih I Ratu Nyoman Sakti Pangadangan, metu kita saking jagat lor, ajaken waduanira, roang sira kabeh, apupulring pasemuan, manusanta angaturaken; Katipat gong maulam taluh bebek maguling, canang pesucian, segehan nasi kepelan selem, be ne bawang jahe, medaging lanjaran, mesari 11 kepeng. Ih I Ratu Ketut Patung, metu kita saking jagat madya, ajakanawaduanira, roang sira kabeh, apupul ring pesamuan, manusanta angaturaken; Katipat lepet akelan mauling taluh angsa, canang pesucian, segehan kepelan brumbun, be ne bawang jahe. Ri sampun kita kabeh apupul ring pesamuan, kenak paduka bhatara amuktisari aturan manusanta. Kenten taler ring wadua nira lan roang sira mekabehan. Tiosan saking punika wenten malih aturan manusanta mekadi suci sorohan, daksina gede, rayunan lan pemanisan, rantasan, segehan agung, muang penyembleh ayam samululung, metabuhan arak berem. Aja sira lali asanak ring ulun apan ulun tan lali astiti bakti ring sira wehan ulun panugrahan Ong winursita rasyamuka angamet sarining amerta kusuma ya nama swaha”.
            Tentu saja sebelumnya harus memohon doa restu dulu ring Ida Sang Hyang Tiga Sakti, dan juga Ida Bhatara Guru, Ida Bhatara Kawitan dan para leluhur, meduluran mengatrang peras pejati sejangkepnyane. Mantra di atas diucapkan berulang-ulang secara pelan dan lirih, sambil meresapi dan menghayati setiap katanya. Bila diterima, tidak berapa lama kita akan merasakan adanya getaran yang berbeda-beda, yang menyelimuti. Itulah ciri kedatangan Ida Sang Hyang Panca Mahabhuta.
e. Angrasuk Kanda Pat Sari
            Setelah kita menerima ciri-ciri kedatangan beliau (Sang Hyang Panca Mahabhuta), dan beliau pun sudah dipersilahkan untuk menikmati sesaji yang kita haturkan, maka langkah selanjutnya adalah memohon agar beliau bisa merangsuk ke dalam badan. Berikut adalah mantra pengrasukan warisan I Warga Sari dan I Rangke Sari.
            Mantranya : “Ih Ratu Ngurah Tangkeb Langit, mungguh ta ring kulit. Ratu Wayan Tebeng, mungguh ta ring getih. Ratu Made Jelawung, mungguh ta ring isi. Ratu Nyoman Sakti Pengandangan, mungguh ta ring uat. Ratu Ketut Petung, mungguh ta ring jajah. Aja sira lali asanak ringulun, mapan ulun tan lali astiti bhakti ring sira, wenang ulun nugrahaken (diisi menurut keperluan) Om, windu sida rasya muka, angamet sarining merta kesuma nama swaha, om.
            Selain itu, ada juga mantra pengrasukan warisan I Buda Kecapi. Berikut adalah kutipannya. Mantranya : “Ih, Ratu Ngurah, mungguh ta sira ring pepusuhan, anerus ring kulitku, rumaksa jiwanku pageh. Ih Ratu Wayan, mungguh sira ring atinku, anerus ring dagingku, rumaksa bayunku kukuh. Ih, Ratu made, mungguh sira ring ungsilanku, anerus ring ototku, rumaksa idepku tan obah. Ih, Ratu Nyoman Sakti, mungguh ta sira ring nyalinku, anerus ring walungku, rumaksa sabdanku, sakti sidi ngucap. Ih, Ratu Ketut, mungguh ta sira ring sumsumku, anerus ring tumpuking atinku, rumaksa atmanku pageh”.
            Dan bila berkehendak memohon bantuan atau pertolongan kepada Sang Hyang Panca Mahabhuta, salah satunya juga bisa. Umpamanya kita memohon hanya kepada Ida I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan saja, bisa. Karena untuk selanjutnya, Beliaulah yang akan memanggil kakak dan adiknya, untuk ikut merestui permohonan tersebut. Inilah ciri-cirinya, bahwa beliau telah menyatu pada diri kita : Bila terasa badan kita besar, dan keluar keringat seketika, itu tandanya, Beliau I Ratu Ngurah Tangkeb Langit telah menyatu pada diri kita, segala penyakit dan penderitaan musnahlah adanya.
            Bila terasa panas pada telinga, dan terbelalak rasanya mata, tidak mampu berkedip, itu tandanya beliau I Ratu Wayan Tebeng, yang menyatu pada diri kita. Segala mara bahaya dan penyakit ditolak adanya. Bila terkejut dan merasa takut, bulu kuduk rasanya berdiri, seperti ditiup angin dingin, itu tandanya Beliau I Ratu Made Jelawung, yang menyatu pada diri kita. Segala penyakit yang berasal dari upas, dan cetik musnah semuanya. Bila berdenyut pada kemaluan, dan hidup secara tiba-tiba, badan terasa berat, mendadak ingat dan rindu bertemu sesuatu yang bersifat gaib, itu tandanya Beliau I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, yang menyatu pada diri kita. Menjadi pemberani, dan tidak takut menghadapi segala bentuk rintanga.
            Bila tiba-tiba kita menjadi pintar, mampu berbicara banyak, pembicaraan yang halus dan manis, itu tandanya Beliau I Ratu Ketut Petung, yang datang menyatu pada diri kita. Segala penderitaan sirna adanya. Sedangkan bila di Bhuana Agung-Alam semesta, Beliau mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Bila bertemu dengan bau harum, seperti bunga, kemudian ada suara magledug, seperti bunyi jatuhnya buah kelapa, ada juga bunyi seperti suara bedeg diinjak-injak, itu semua adalah tanda kedatangan para pengikut Beliau, I Ratu Nyoman Sakti Pangadangan. Beliau memanggil semua saudaranya agar mau menyatu pada diri kita.
f. Sakti tanpa Guru
            Panugrahan  ajaran Dalem adalah sarinya kautamaan. Beliau sebagai Dewatanya kesaktian. Beliau adalah sebagai utamaning kemoksan, dan merupakan keputusan kalepasan. Bila kita bisa mendapatkan panugrahan ini, maka jadilah manusia sakti mawisesa, di dalam alam nyata, menjadi sidhi ngucap, di alam niskala mendapat kebahagiaan. Bila berdosa pada waktu menjelma menjadi manusia, dapat diampuni adanya, oleh panugrahan ini. Jauhlah penderitaan itu, dan juga dapat melepaskan segala penderitaan semua keturunan dan para leluhur semua.
            Ini agar dapat diketahui asal usul Beliau Bhatara Dalem. Sebenarnya Beliau adalah perwujudan Amerta, berbentuk sangkaning paran, tatkala Beliau menyepi berwujud Sangkan Paraning Suci, berstana di tengah lautan disebut Bhatara Wisnu, disini Beliau bergelar Sang Hyang Sunia Merta. Asalnya Agni bersatu dengan angin. Dan Beliau sebenarnya adalah perwujudan toya. Sebagai sarinya amerta. Sebagai sarinya tumuwuh, Beliau juga berada di dasar Bumi. Beliau juga berstana di Gunung Tapsai, mengendarai Padma Nglayang, kemudian Beliau disebut Sang Hyang Sunia Merta. Beliau juga berstana di Puncak Ulun Suwi, berwujud Amerta Sanjiwani. Selain itu, Beliau juga berstana di Gunung Batur, dan juga di Puncak Pangelengan, berwujud Gni tanpa leteh.
            Pada saat Beliau berstana di Pura Dalem Balingkang, inilah pengastawanya : “Ung Ang Ong Mang Ung”. Kemudian Beliau turun, dan berstana di Pura Dalem Kahyangan, sebagai keputusan panglepasan berbentuk kawisesan, dan sakti sakama-kama, inilah pengastawanya : “Angh Angh Maya Swasti”. Kepada beliaulah memohon kesaktian, memohon amerta, memohon segala sesuatunya, seperti kebutuhan sandang dan pangan. Patih Beliau bernama I Ratu Nyoman Sakti Pangandangan. Beliau berwujud Agni Jati.
            Beliau bisa maya-maya, bisa tampak bisa menghilang. Dipuja oleh semua makhluk hidup, dan semua orang sakti. Tidak dapat diatasi karena Beliau berada paling atas. Tapi, Beliau juga berada di lapisan Bumi terbawah, dan tiada lagi yang berada lebih dibawah. Perwujudan Beliau adalah Sang Hyang Ening Jati Tanpa Leteh. Ida Bhatara Dalem sebagai pabresihan, sebagai penglukatan, inilah mantra penglukatan, anugrah Ida Bhatara Dalem, sarananya air suci-air bersih berisi bunga, dan tanpa saranapun boleh. Asalkan diucapkan mantra ini. Mantra : “Ong Ah”. Dan, ada juga yang menggunakan mantra : “Ang Ah”.
            Dapat dipakai nglukat leteh, termasuk leteh jagat, nglukat sang pitra, dilebur segala dosanya, sehingga akhirnya bisa mencapai sorga. Apabila dipakai panglukatan penakit, sehatlah adanya. Bila manusia dilukat dengan panglukatan diatas, sempurnalah tingkat kemanusiaannya. Demikianlah adanya panugrahan ini.
            Demikianlah pua Beliau Bhatara Dalem, jika dimasukkan ke dalam badan, berwujud ideplah Beliau berstana di otak. Tatkala Beliau keluar ke jaba inang, Beliau berwujud Buddhi. Disebut Sang Hyang Manon. Beliau keluar melalui soca kalih - kedua mata. Beliau bisa berwujud Wisnu Murti, bisa juga berwujud Bhatari Durga. Beliau sakti tiada tarana, sebagai bentuk kesidian. Maupun kawisesan, sebagai bentuk karahayuan, sebagai pujaan seisi Dunia, berwujud nirmala. Bila memuja Ida Bhataa Dalem, tidak dibenarkan pada siang hari, sedapat mungkin pada malam hari. Lebih bagus lagi pada saat tengah malam. Apalagi menjelang rerahinan kajeng kliwon, diusahakan agar bisa tengah malam, pasti mendapat anugrah.
g. Meditasi mantra
           Kanda Pat banyak mengajarkan mantra. Semua kitab Kanda Pat pasti berisi mantra. Mulai mandi pagi, makan, bepergian, bekerja, hingga kembali pulang dan tidur, semua ada mantranya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan adalah keselamatan. Dengan mengucapkan suatu mantra tertentu, diharapkan seseorang dapat melindungi dirinya, dari berbagai gangguan dan selamat. Mantra juga dimaksudkan untuk membebaskan diri, dari serangan berbagai penyakit. Karena itu, di dalam bahasa mantra dengan tegas menyatakan bahwa, ini berguna untuk menyelamtkan diri dari penyakit, semua mata petaka, jin dan setan serta perbuatan orang salah. Guna-guna pun tidak mau mendekat, segala ilmu hitam takut padanya. Mengapa? Karena mantra itu, kalau dibaca dengan keyakinan dan penghayatan yang tinggi, akan, membangkitkan suatu daya gaib, yang bisa disebut kesaktian.
            Kesaktian ini kemudian akan bekerja lewat pikiran. Melalui pikiran, kesaktian itu diarahkan kepada yang dituju. Yaitu, untuk pencegahan penyakit, pengobatan, tolak bala dan mala petaka, menolak teluh dan guna-guna, serta segala hal-hal yang negatif lainnya. Mantra yang diucapkan engan penuh keyakinan, akan membuat “api” menjadi “air”. Artinya orang yang marah menjadi sadar. Penyakit balik ke tempatnya. Semua akhirnya menjadi anugrah. Kalau sudah demikian, semua senjata pun takan mengena. Bahkan, racunpun akan kehilangan daya bisanya. Pohon dan tanah angker akan menjadi tawar.
            Mengapa mantra bisa mempunyai kesaktian? Karena mantra itu adalah wujud dari kesaktian Sang Hyang Panca Maha Bhuta. Sekarang perhatikanlah mantra berikut : “Ih, I Ratu Ngurah Tangkeb Langit dadi angin, I Ratu Wayan Tebeng dadi api, Iratu Made Jelawung dadi sinar, I Ratu Nyoman Sakti Pangadangan dadi air, I Ratu Ketut Petung dadi Sang Hyang Panca Mahabhuta, metu ta sira saking adnyana, raksa sriranku rahina lan wengi, yan ana wong ala paksa, leak mawisesa, upas sasab merana gerubug, tulaken ta sira ajak lelima. Pomo, pomo, pomo”.
            Mantra tersebut di atas adalah warisan dari Pan Putu Budhiartini. Sesepuh Perguruan Dharma Murthi, yang berpusat di Lampung. Dari bahasa yang digunakan, jelas sekali mantra tersebut difungsikan untuk keselamatan. Mantra dibaca bukan untuk menghancurkan musuh atau lawan. Sifat mantra tidak menghancurkan. Tapi menolak! Karena itu, mantra biasanya disebut juga “doa tolak bala”. Dengan mantra tidak ada bagian alam yang dihancurkan. Namun, mala petaka pun ditolak kedatangannya.
            Hama dan penyakit itu tidak dibunuh, tetapi mereka menyingkir. Bukan disingkirkan! Pencuri pun urung, tidak jadi mencuri. Guna-guna batal, tak jadi ke tempat yang dituju. Bukan diperangi, tapi daya negatif yang datang itu terpental dengan sendirinya. Dalam buku “Delapan langkah meditasi menuju kebahagiaan”, seorang  Budhis Bhante Henepola Gunaratanan menyebutkan bahwa, orang yang dipenuhi dengan persahabatan penuh kasih, maka ketika itu api, racun dan senjata tak melukai orang itu.
            Orang seperti itulah yang disebut sakti, bukan karena dia tidak mempan senjata, atau bisa memukul orang sampai mental hingga muntah darah, tidak!. Tapi karena dia sudah tidak tersentuh oleh segala macam mara bahaya itu sendiri yang tidak ingin menyentuh. Mau mohon keselamatan, mohon pekerjaan, mohon rejeki, mohon pelarisan, mohon kewibawaan, kawisesan, kesidian, kesaktian dan sebagainya. Semua bisa! tinggal menambah atau merubah beberapa kata, mantra pun berubah makna dan fungsinya. Di bawah ini adalah contoh bagaimana seandainya bila kita hanya memohon salah satu saja dari Ida Sang Hyang Panca Mahabhuta. Umpamanya Ida I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, yang berstana di tugu pekarangan yang ada di barat laut. Maka buatkanlah banten sebagai berikut : Bantennya : Ketipat dampul maulam taluh bokasem, canang pesucian, canang sari, burat wangi, segehan kepelan putih-kuning, be ne bawang jahe, ditambah garam dan iari bersih dalam gelas.
            Mantranya : “Ong sinembah ingsun marep ring I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, mangda ingsun tan keneng raja pinulah rauh tangkil, jaga praya ngaturang ketipat dampul, maulam taluh bokasem, rauh seperetingkahing ipun kabeh, ingsun mangda kalugraha dening sira Bhatara Mangku Bumi, kada dosang manusa sidhi sakti mandraguna, katekapingrat, muah kapica rahayu sekala niskala. Ong nama satu ya namah swaha”.
            Persiapan sarana di atas, persembahkan semua persembahan itu dengan mantra tersebut, boleh ditambah dengan bahasa sendiri, sesuai keinginan. Bila sudah selesai, ambil tirta dalam gelas tadi yang telah ditempatkan di tugu. Kemudian percikan di kepala tiga kali, raup tiga kali, sisanya diminum habis. Mudah-mudahan anugrah keselamatan sekala-niskala.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Ajaran Kanda Pat berasal dari Dewa Siwa.
2. Ajaran Kanda Pat versi Perguruan Seruling Dewata berjumlah 18 dan ajaran Kanda Pat versi Padepokan Sastra Jendra berjumlah 4.
3. Ajaran Kanda Pat kebanyakan bersifat negatif.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan terbatasnya permasalahan yang timbul dalam penelitian ini maka diajukan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada lembaga-lembaga yang mengajarkan ilmu kebatinan, untuk melestarikan ajaran Kanda Pat agar tidak punah.
2. Informasi mengenai ajaran Kanda Pat perlu disebarluaskan, karena ajarannya membimbing umat manusia agar selamat dan sejahtera dalam kehidupannya.

















DAFTAR PUSTAKA

Nantra, I Ketut. 2010. Tapak Suci Sembilan Dewa. Surabaya : Paramita.
Info@serulingdewatabali.com.www.serulingdewatabali.com. (21-4-2011).